Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol. Ahmad Nurwakhid mengatakan radikal terorisme merupakan cermin dari krisis ritualitas karena lebih menonjolkan identitas formal serta simbol formal keagamaan, namun lemah di spiritual, akhlak, perilaku, dan budi pekerti.

"Mereka ini bersikap radikal karena tidak wasathon atau tidak moderat, tidak di tengah-tengah, sehingga tidak menjadi rahmatan lil alamin, tapi rahmatan lil kelompoknya," kata Nurwakhid dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Dalam acara Ngaji Kebangsaan yang diselenggarakan oleh BPET MUI, di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (21/9), Nurwakhid mengatakan ulama, umaro, dan umat harus saling bersinergi dan mendekatkan dalam memperkuat ukhuwah dan menjaga persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebagai upaya untuk mengoptimalkan Islam wasathiyah.

Dia mengatakan ulama juga berperan penting dalam membangun masyarakat yang moderat, baik dalam beragama maupun bernegara, guna mencegah penyebaran paham radikal-terorisme dan ekstremisme di Indonesia.

Oleh karena itu, lanjutnya, perlu rembuk atau duduk bersama melalui wadah Ngaji Kebangsaan dalam upaya menyebarkan moderasi beragama dalam upaya untuk mencegah paham radikal terorisme di masyarakat.

Ngaji Kebangsaan ini adalah bagian daripada program pentahelix yang merupakan kebijakan dari BNPT, yaitu melibatkan pemerintah, masyarakat, media, sivitas akademika, maupun pengusaha. Dalam konteks melibatkan ulama ini adalah ormas keagamaan yaitu masyarakat, karena ormas keagamaan terutama pesantren ini adalah potensial untuk menjadi vaksinasi ideologi, untuk menyebarluaskan moderasi beragama atau wasathiyah tadi," jelasnya.

Dia juga menjelaskan penyebaran paham radikal terorisme sendiri bukanlah hal baru di Indonesia, karena setiap orang berpotensi terpapar paham radikal-terorisme yang pada akhirnya menjadi pelaku kejahatan terorisme. Potensi itu dapat dilihat dari tersebarnya narasi-narasi radikalisme yang mengitari masyarakat, tambahnya.

"Kalau ini tidak ditanggulangi segera, narasi tersebut dapat mengarah dan mengajak pada tindakan terorisme. Dapat berupa narasi mengenai intoleransi terkait sentimen keagamaan, narasi umat yang diperlakukan tidak adil, narasi keterancaman, dan sebagainya, ujar mantan Kapolres Gianyar dan Kapolres Jembrana itu.

Untuk itu, dalam kesempatan tersebut, dirinya menekankan kepada para tokoh agama yang merupakan para ketua ataupun pengurus MUI di tingkat kecamatan se-kota dan kabupaten Bekasi yang hadir dalam Ngaji Kebangsaan tersebut agar selalu menjaga dirinya dan memvaksin dirinya supaya imun terhadap segala macam paparan paham radikal terorisme.

Pewarta: Joko Susilo

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2022