Beberapa gejala dengan kondisi diseksi aorta pada individu, yakni merasakan nyeri atau sesak akibat robekan pada dinding aorta, kata dokter spesialis bedah jantung, toraks dan vaskular dr. Dicky Aligheri.
Dalam diskusi virtual diikuti dari Jakarta, Jumat, Dicky menjelaskan bahwa diseksi aorta adalah kondisi di mana terjadi robekan pada lapisan dalam dinding pembuluh darah arteri terbesar yang berfungsi mengalirkan darah dari jantung ke seluruh bagian tubuh atau dikenal sebagai aorta.
"Aorta ada tiga lapis, ketika lapisan yang dalam itu robek, keluhannya pasti nyeri. Kalau sudah robek, alirannya kadang-kadang bukan cuma di saluran yang benar tapi menyelip di antara yang robek itu," jelas Dicky dalam diskusi Radio Kesehatan Kementerian Kesehatan.
Padahal, saluran-saluran tersebut tidak memiliki kemampuan untuk menahan tekanan dari jantung. Hal itu dapat menyebabkan aorta yang membesar.
Spesialis dari RSJPD Harapan Kita itu menjelaskan bahwa seiring berjalannya waktu ketika tidak dilakukan upaya untuk menurunkan tekanan darah maka aorta akan dapat terus membesar, tegang dan akhirnya pecah.
"Keluhannya sama, kalau misalnya dia robek, nyeri. Tapi kalau dia membesar tergantung dari lokasinya kalau di dada, keluhannya penekanan, dia akan menekan saraf atau akan menekan paru jadi dia sesak," jelasnya.
Kalau terjadi pembesaran di daerah perut, maka akan dapat menekan usus yang dapat menyebabkan gangguan buang air.
"Beberapa bulan ini memang insidensi diseksi aorta kelihatannya meningkat dan variasinya semakin banyak, tadinya usia sekitar 50-60 tahun, sekarang usia 40-50 makin banyak dan sekarang usia di bawah 30," jelasnya.
Kondisi hipertensi memiliki kaitan erat dengan diseksi aorta. Karena semakin tinggi tekanan darah, aorta semakin berjuang untuk mempertahankan medan tegangan yang memperbesar risiko robek, tambahnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2022
Dalam diskusi virtual diikuti dari Jakarta, Jumat, Dicky menjelaskan bahwa diseksi aorta adalah kondisi di mana terjadi robekan pada lapisan dalam dinding pembuluh darah arteri terbesar yang berfungsi mengalirkan darah dari jantung ke seluruh bagian tubuh atau dikenal sebagai aorta.
"Aorta ada tiga lapis, ketika lapisan yang dalam itu robek, keluhannya pasti nyeri. Kalau sudah robek, alirannya kadang-kadang bukan cuma di saluran yang benar tapi menyelip di antara yang robek itu," jelas Dicky dalam diskusi Radio Kesehatan Kementerian Kesehatan.
Padahal, saluran-saluran tersebut tidak memiliki kemampuan untuk menahan tekanan dari jantung. Hal itu dapat menyebabkan aorta yang membesar.
Spesialis dari RSJPD Harapan Kita itu menjelaskan bahwa seiring berjalannya waktu ketika tidak dilakukan upaya untuk menurunkan tekanan darah maka aorta akan dapat terus membesar, tegang dan akhirnya pecah.
"Keluhannya sama, kalau misalnya dia robek, nyeri. Tapi kalau dia membesar tergantung dari lokasinya kalau di dada, keluhannya penekanan, dia akan menekan saraf atau akan menekan paru jadi dia sesak," jelasnya.
Kalau terjadi pembesaran di daerah perut, maka akan dapat menekan usus yang dapat menyebabkan gangguan buang air.
"Beberapa bulan ini memang insidensi diseksi aorta kelihatannya meningkat dan variasinya semakin banyak, tadinya usia sekitar 50-60 tahun, sekarang usia 40-50 makin banyak dan sekarang usia di bawah 30," jelasnya.
Kondisi hipertensi memiliki kaitan erat dengan diseksi aorta. Karena semakin tinggi tekanan darah, aorta semakin berjuang untuk mempertahankan medan tegangan yang memperbesar risiko robek, tambahnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2022