Jakarta (Antara Babel) - Kepala Dinas ESDM Kabupaten Deiyai, Papua, Irenius Adii membantah dirinya ingin menjadi Bupati Deiyai sehingga mengupayakan pembangunan pembangkit listrik.
"Saya ke Jakarta bukan mencari kepentingan keluarga, bukan untuk mendulang suara Bupati 2017," kata Irenius dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis.
Pada sidang pembacaan tuntutan 10 Maret 2016, jaksa penuntut umum KPK menyatakan bahwa Irenius berniat menjadi bupati pada 2017.
"Terdakwa Irenius Adii punya keinginan untuk menjadi Bupati Deiyai pada 2017, sehingga menyadari bahwa pemberian uang 177.700 dolar Singapura kepada Dewie Yasin Limpo tersebut," kata jaksa KPK Joko Hermawan pada Kamis (10/3).
Irenius hanya mengakui bahwa ia berupaya agar tempat kelahirannya di Deiyai tidak lagi hanya menggunakan lilin sebagai alat penerangan.
"Saat saya lahir 1963, kemudian SD dan SMP di kota Waghete, Deiyai saya masih menggunakan lilin. Pada 2014 kondisi Deiyai serupa sewaktu SD dan SMP yaitu menggunakan lilin pada malam hari. Itulah yang mendorong saya ke pemerintah pusat sekaligus datang untuk menjemput 35 relawan, namun ternyata saya dijerat oleh politikus. Saya bertemu Dewie Yasin Limpo," ungkap Irenius.
Irenius mengaku bahwa dirinya salah masuk pintu.
"Saya salah masuk pintu, saya salah orang. Tidak ada niat sekalipun untuk tidak mendukung pemberantasan tindak pidana korupsi. Saya hanya terjebak si politikus dalam kesusahan masyarakat yaitu untuk memberikan dana pengawalan atau 'fee'," jelas Irenius.
Ia pun menyesali perbuatannya yaitu mencari pengusaha, pemilik PT. Abdi Bumi Cendrawasih Setiady Jusuf untuk memberikan uang pengamanan kepada Dewie Yasin Limpo sebesar 177.700 dolar Singapura (Rp1,7 miliar) yang merupakan bagian dari 7 persen total komisi nilai proyek pembangkit listrik Deiyai senilai Rp50 miliar.
"Saya sangat kecewa mengikuti saudari Dewie Yasin Limpo untuk memberikan dana 'fee' pengaturan tersebut. Saya juga berjanji dihadapan Tuhan untuk saya tidak akan mengulangi perbuatan ini. Saya tulang punggung untuk 5 orang anak yang salah satunya akan mengikuti ujian kelas 6 SD untuk masuk ke SMP. Sampai saat ini mereka belum mendengar tuntutan 3 tahun, nasib kami ke depan mereka mulai stres," ucap Irenius yang punya 2 orang istri itu sambil menangis.
Irenius pun meminta hukuman seringan-ringannya. Sedangkan rekanan Irenius, Setiady Jusuf mengaku bahwa perbuatannya memberikan uang kepada anggota DPR sangat memalukan.
"Tidak pernah terbanyangkan mengalami hal ini dan sangat memalukan. Apa yang mengganjal dalam hati saya adalah tuduhan menyuap Dewie Yasin Limpo untuk mendapat proyek pembangunan PLTS, padahal yang saya ingat adalah untuk membantu rakyat agar menikmati listrik. Saya menyesal karena harus ada oknum anggota DPR yang meminta sejumlah dana," kata Setiady yang juga membacakan nota pembelaannya.
Setiady mengaku terjebak pada waktu dan tempat yang salah.
"Saya bukan koruptor yang mengambil uang negara. Dalam setiap pemeriksaan saya juga kooperatif dengan penyidik KPK. Betapa sedih ketika saya mendengar tuntutan 3 tahun dan denda Rp100 juta seolah-olah saya inisiator pemberi suap. Saya merasa menyesal dan apabila terbukti bersalah saya mohon hukuman yang seringan-ringannya. Itulah unek-unek di hati saya," tambah Setiady.
Irenius dan Setiady dalam perkara ini masing-masing 3 tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Irenius Adii membuat proposal usulan bantuan dana pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai tahun 2015 dan menyerahkannya kepada Dewie Limpo pada 30 Maret 2015 melalui asisten Dewie bernama Rinelda Bandaso.
Agar proposal tersebut disetujui, Dewie meminta uang pengamanan yang diberikan pada pada 20 Oktober di Resto Baji Pamai Mal Kelapa Gading Jakarta Utara dari Irenius dan Setiady kepada Rinelda yaitu 177.700 dolar Singapura atau senilai Rp1,7 miliar dan sebagai jaminan dibuat Surat Pernyataan yang isinya uang akan dikembalikan apabila Setiady gagal menjadi pelaksana pekerjaan.
Surat ditandatangani Rinelda mewakili Dewie Yasin Limpo dan Jemmie Dephiyanto Pathibang mewakili Setiady dan ditandatangani Irenius sebagai saksi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016
"Saya ke Jakarta bukan mencari kepentingan keluarga, bukan untuk mendulang suara Bupati 2017," kata Irenius dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis.
Pada sidang pembacaan tuntutan 10 Maret 2016, jaksa penuntut umum KPK menyatakan bahwa Irenius berniat menjadi bupati pada 2017.
"Terdakwa Irenius Adii punya keinginan untuk menjadi Bupati Deiyai pada 2017, sehingga menyadari bahwa pemberian uang 177.700 dolar Singapura kepada Dewie Yasin Limpo tersebut," kata jaksa KPK Joko Hermawan pada Kamis (10/3).
Irenius hanya mengakui bahwa ia berupaya agar tempat kelahirannya di Deiyai tidak lagi hanya menggunakan lilin sebagai alat penerangan.
"Saat saya lahir 1963, kemudian SD dan SMP di kota Waghete, Deiyai saya masih menggunakan lilin. Pada 2014 kondisi Deiyai serupa sewaktu SD dan SMP yaitu menggunakan lilin pada malam hari. Itulah yang mendorong saya ke pemerintah pusat sekaligus datang untuk menjemput 35 relawan, namun ternyata saya dijerat oleh politikus. Saya bertemu Dewie Yasin Limpo," ungkap Irenius.
Irenius mengaku bahwa dirinya salah masuk pintu.
"Saya salah masuk pintu, saya salah orang. Tidak ada niat sekalipun untuk tidak mendukung pemberantasan tindak pidana korupsi. Saya hanya terjebak si politikus dalam kesusahan masyarakat yaitu untuk memberikan dana pengawalan atau 'fee'," jelas Irenius.
Ia pun menyesali perbuatannya yaitu mencari pengusaha, pemilik PT. Abdi Bumi Cendrawasih Setiady Jusuf untuk memberikan uang pengamanan kepada Dewie Yasin Limpo sebesar 177.700 dolar Singapura (Rp1,7 miliar) yang merupakan bagian dari 7 persen total komisi nilai proyek pembangkit listrik Deiyai senilai Rp50 miliar.
"Saya sangat kecewa mengikuti saudari Dewie Yasin Limpo untuk memberikan dana 'fee' pengaturan tersebut. Saya juga berjanji dihadapan Tuhan untuk saya tidak akan mengulangi perbuatan ini. Saya tulang punggung untuk 5 orang anak yang salah satunya akan mengikuti ujian kelas 6 SD untuk masuk ke SMP. Sampai saat ini mereka belum mendengar tuntutan 3 tahun, nasib kami ke depan mereka mulai stres," ucap Irenius yang punya 2 orang istri itu sambil menangis.
Irenius pun meminta hukuman seringan-ringannya. Sedangkan rekanan Irenius, Setiady Jusuf mengaku bahwa perbuatannya memberikan uang kepada anggota DPR sangat memalukan.
"Tidak pernah terbanyangkan mengalami hal ini dan sangat memalukan. Apa yang mengganjal dalam hati saya adalah tuduhan menyuap Dewie Yasin Limpo untuk mendapat proyek pembangunan PLTS, padahal yang saya ingat adalah untuk membantu rakyat agar menikmati listrik. Saya menyesal karena harus ada oknum anggota DPR yang meminta sejumlah dana," kata Setiady yang juga membacakan nota pembelaannya.
Setiady mengaku terjebak pada waktu dan tempat yang salah.
"Saya bukan koruptor yang mengambil uang negara. Dalam setiap pemeriksaan saya juga kooperatif dengan penyidik KPK. Betapa sedih ketika saya mendengar tuntutan 3 tahun dan denda Rp100 juta seolah-olah saya inisiator pemberi suap. Saya merasa menyesal dan apabila terbukti bersalah saya mohon hukuman yang seringan-ringannya. Itulah unek-unek di hati saya," tambah Setiady.
Irenius dan Setiady dalam perkara ini masing-masing 3 tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Irenius Adii membuat proposal usulan bantuan dana pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai tahun 2015 dan menyerahkannya kepada Dewie Limpo pada 30 Maret 2015 melalui asisten Dewie bernama Rinelda Bandaso.
Agar proposal tersebut disetujui, Dewie meminta uang pengamanan yang diberikan pada pada 20 Oktober di Resto Baji Pamai Mal Kelapa Gading Jakarta Utara dari Irenius dan Setiady kepada Rinelda yaitu 177.700 dolar Singapura atau senilai Rp1,7 miliar dan sebagai jaminan dibuat Surat Pernyataan yang isinya uang akan dikembalikan apabila Setiady gagal menjadi pelaksana pekerjaan.
Surat ditandatangani Rinelda mewakili Dewie Yasin Limpo dan Jemmie Dephiyanto Pathibang mewakili Setiady dan ditandatangani Irenius sebagai saksi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016