Pendidikan inklusi merupakan pendidikan yang memberikan kesempatan dan kenyamanan pada seluruh anak yang special needs. Sedikit menilik sejarah istilah pendidikan inklusi ini merupakan kata istilah yang dikumandangkan oleh UNESCO berasal dari kata education for all yang artinya pendidikan yang ramah untuk semua dengan pendekatan yang bisa menjangkau semua orang tanpa terkecuali.

Berdasarkan Permendiknas No.70 tahun 2009 bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa mempunyai hak mendapatkan pendidikan inklusif. Walaupun kenyataan di lapangan, masih sedikit presentase anak special needs ini dapat merasakan pendidikan inklusif.

Pada tahun 2022, presentase anak special needs yang menempuh pendidikan formal baru 12.26 %. Dari data tersebut, artinya masih sangat sedikit dari anak special needs yang mendapatkan pendidikan inklusi. Banyak faktor yang menyebabkan anak special needs ini tidak bisa merasakan pendidikan inklusif.

Mulai dari fasilitas yang kurang memadai, kurangnya guru pendamping yang latar pendidikannya tidak sesuai dengan ketunaan yang dimiliki anak spesial needs, dan lingkungan sosial sekolah yang tidak mendukung terwujudnya pendidikan inklusif.

Daya tampung yang tidak bisa selalu bertambah di tiap tahun sedangkan anak special needs tiap tahun jumlahnya akan bertambah. Hal ini ini akan membuat makin banyak anak spesial needs yang tidak bisa mendapatkan pendidikan inklusif.

Hal itu tentu jelas bertentangan dengan amanat Permendiknas No.70 tahun 2009.

Memahami konsep pendidikan inklusif menjadi hal wajib yang harus dilakukan para pendidik. Pendidikan “ramah” menjadi salah satu langkah awal yang bisa dilakukan dalam menyukseskan pendidikan inklusif agar lebih banyak anak special needs yang bisa mengenyam pendidikan inklusif.
 
Pendidikan ramah tidak selalu indentik dengan ekspresi wajah. Wahyu Kurniawan M.Psi salah satu pembicara dalam seminar pendidikan “Arah Pendidikan Inklusi” hari Senin, 30 Oktober 2023 mengatakan bahwa pendidikan ramah itu adalah keterbukaan hati kita untuk menerima semua keadaaan anak special needs ini. Menyakini anak special needs ini adalah ciptaan Allah dengan potensi yang luar bisa untuk dikembangkan.

Ilahi dalam (Tutik,dkk. 2022) juga mengatakan bahwa karakter utama dalam penerapan pendidikan inklusif tidak bisa lepas dari keterbukaan dalam menerima keberagaman kondisi belajar peserta didik lalu dikembangkan menjadi potensi yang bermakna.

Lalu bagaimana cara kita memulai untuk bisa membuka hati menerima kondisi mereka yang terlahir berbeda? Bisa dimulai dari niat. Rasulullah SAW juga pernah menjelaskan betapa pentingnya niat sebelum melakukan pekerjaan. Niat baik akan dinilai sebagai ibadah dan mendapatkan pahala.

Amal perbuatan yang kita lakukan juga akan tergantung niatnya. Dan seseorang itu akan mendapat sesuatu sesuai niatnya (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim).  
Niatkan mendidik anak special needs karena Allah. Yakinkan pada hati nurani kita, Allah sempurna menciptakan umatNya seperti dalam QS. At-Tin ayat 4 yang mempunyai arti “Sesungguhnya Kami telah menciptakan  manusia dalam bentuk sebaik-baiknya”.

Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk sempurna versiNya. Tidak ada satupun kekurangan yang Allah ciptakan hanya terkadang kita sebagai manusia hanya fokus melihat pada satu sudut pandang sehingga hanya nampak kekurangannya saja.

Jika kita mampu membuka dan melihat dari berbagai sudut pandang yang lain, ada hal baik yang bisa kita temukan dari anak special needs ini. Para terapis, psikolog, guru, dan orang tua anak special needs juga sepakat mengatakan ada hikmah terbaik selama mendampingi anak special needs. Ada keberkahan tersendiri yang mereka rasakan selama mendampingin anak special needs.

Jika niat mendidik special needs karena lillahi ta’ala dan hanya berharap pahala, Insya Allah akan ada kemudahan bagi para pendidik untuk mendidik anak special needs. walaupun dengan penuh keterbatasan, Allah akan menuntut para pendidik menemukan cara terbaik dalam mendidik anak special needs ini.

Kita bisa melihat salah satu contoh sekolah yang menerapkan pendidikan inklusif yakni, sekolah alam. Para guru/fasilitator di sekolah alam ini harus bersyarat akhlak al-karimah, memiliki pemahaman keislaman al-Qur’an dan al-Hadist, berpikir terbuka, dan mau belajar (Kulsum dan Didin, 2019).

Ketika fasilitator sudah memahami al-Qur’an dan al-Hadist dengan baik, para fasilitator ini akan membuka hatinya menerima dan mendidik para anak special needs dengan niat ibadah kepada Allah.

Niat bekerja karena Allah adalah sebuah kemuliaan. Melalui kemuliaan ini, Allah nantinya akan menunjukkan cara terbaik dalam mendidik anak special needs ini, insya Allah anak-anak ini akan tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan mandiri dalam keterampilan hidup.

Mandiri dalam hal merawat diri, makan, minum, sosialisasi, dan lain sebagainya menjadi prioritas utama yang harus dimiliki anak special needs. Ketika mereka sudah bisa mandiri dalam keterampilan hidup, mereka akan bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri dan bisa memberikan kontribusi bagi masyarakat luas.

Penulis: Desi Wulandari
Guru MAN 1 Pangkalpinang

Pewarta: Desi Wulandari *)

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023