Pertikaian selama berpekan-pekan di perbatasan Lebanon-Israel menjadi kian sengit dengan bertambahnya korban di kedua belah pihak dan perang kata-kata di antara mereka, yang memicu kekhawatiran akan meluasnya konflik antara Israel dan kelompok Hizbullah di Lebanon yang didukung Iran.
Serangan Israel menewaskan dua orang di Lebanon selatan pada Senin (13/11), kata organisasi penyelamatan pertama yang berafiliasi dengan Gerakan Amal yang bersekutu dengan Hizbullah.

Di pihak Israel, serangan rudal Hizbullah pada Minggu (12/11) melukai beberapa pekerja Perusahaan Listrik Israel dan menewaskan satu orang, kata perusahaan itu.

Hizbullah baku tembak dengan pasukan Israel sejak sekutunya di Palestina, Hamas, berperang dengan Israel pada 7 Oktober.

Baku tembak itu menjadi  kekerasan paling mematikan di perbatasan sejak Israel dan Hizbullah berperang selama sebulan pada 2006.

Sejauh ini, lebih dari 70 pejuang Hizbullah dan 10 warga sipil tewas di Lebanon, sedangkan Israel kehilangan 10 orang termasuk tujuh tentara. Ribuan orang lainnya dari kedua belah pihak menyelamatkan diri dari serangan tersebut.

Hingga saat ini, sebagian besar kekerasan hanya terjadi di kedua sisi daerah perbatasan kedua negara.

Israel mengaku tak mau membuat front perang di utara karena hanya ingin menghancurkan Hamas di Jalur Gaza, sementara sumber yang mengetahui pemikiran Hizbullah menyatakan serangan mereka dirancang untuk membuat pasukan Israel sibuk dan menghindari perang habis-habisan.

Amerika Serikat menyatakan tak ingin konflik menyebar di Lebanon.  AS mengirimkan dua kapal induk ke wilayah tersebut untuk mencegah Iran campur tangan. Namun, hal ini tak menghentikan retorika yang memanas antara Hizbullah dan Israel.

Pemimpin Hizbullah Sayyed Hassan Nasrallah pekan lalu mengatakan front Lebanon akan "tetap aktif". Dia mengungkapkan ada "kemajuan kuantitatif" dalam kecepatan operasi Hizbullah.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperingatkan Hizbullah agar tidak memperluas serangannya.

"Ini namanya bermain api. Api akan dibalas dengan api yang jauh lebih besar. Mereka seharusnya tidak memancing kami, karena kami hanya menunjukkan sedikit kekuatan kami," kata Netanyahu.

Ketika dalam konferensi pers Sabtu ditanya apa yang dimaksudnya dengan garis merah Israel, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menjawab, "Jika Anda mendengar kami sudah  menyerang Beirut, maka Anda akan paham Nasrallah telah melewati garis itu."

Perdana Menteri sementara Lebanon Najib Mikati, dalam wawancara dengan Al Jazeera pada Minggu, meyakini "rasionalisme" Hizbullah sejauh ini.

"Kami berusaha menahan diri, dan tergantung kepada Israel untuk menghentikan provokasinya di Lebanon selatan," kata dia.

Lebanon membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk membangun kembali setelah perang 2006. Lebanon tak mampu membiayai perang berikutnya, yang terjadi empat tahun setelah krisis keuangan yang memiskinkan banyak warganya dan melumpuhkan negara tersebut.

Israel sejak lama menganggap Hizbullah ancaman terbesar di sepanjang perbatasannya. Perang tahun 2006 menewaskan 1.200 orang di Lebanon, yang sebagian besar warga sipil, dan 157 warga Israel yang sebagian besar tentara.

Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin melukiskan kekerasan tersebut sebagai "saling balas antara Hizbullah dan pasukan Israel di utara". Dia memperkirakan Israel akan fokus pada ancaman Hizbullah nanti.

"Tentu saja tak orang yang ingin melihat konflik lain terjadi di wilayah utara di perbatasan Israel," kata dia kepada wartawan di Seoul.


Sumber: Reuters
 

Pewarta: M Razi Rahman

Editor : Bima Agustian


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023