Jakarta (Antara Babel) - Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Hanura Dewie Yasin Limpo divonis enam tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menjadi penerima suap.
"Menyatakan terdakwa I Dewi Aryaliniza alias Dewie Yasin Limpo dan terdakwa II Bambang Wahyuhadi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan pertama," kata Ketua Majelis Hakim Mas'ud dalam sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin.
"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa I Dewi Aryaliniza alias Dewie Yasin Limpo dan terdakwa II Bambang Wahyuhadi masing-masing selama selama 6 tahun dan denda masing-masing Rp200 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 3 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Mas'ud.
Vonis itu lebih rendah dibanding dengan tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta hakim menghukum Dewie dan Bambang masing-masing selama 9 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan dan khusus untuk Dewie dikenakan pencabutan hak untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik selama 12 tahun.
Vonis tersebut berdasarkan dakwaan pertama yaitu pasal 12 huruf a pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Majelis hakim tidak sependapat dengan pencabutan hak memilih dan dipilih karena hal itu sudah diatur dalam undang-undang tersendiri.
"Majelis hakim tidak sependapat dengan pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik karena hal itu sudah diatur dalam UU sendiri dan penilaian masyarakat sendiri terhadap orang tersebut maka pencabutan hak memililih dan dipilih untuk jabatan presiden, wakil presiden, anggota DPR dan jabatan lain yang mengurus hajat hidup orang banyak untuk terdakwa I Dewie Yasin Limpo sepatutnya ditolak," kata anggota majelis hakim Siti.
Menurut hakim, Dewie bersama Bambang Wahyuhadi dan Rinelda Bandaso yang merupakan asisten administrasi Dewie, menerima uang sejumlah 177.700 dolar Singapura dari Kepala Dinas ESDM Kabupaten Deiyai, Papua, Irenius Adii dan pengusaha pemilik PT Abdi Bumi Cendrawasih Setiadi Jusuf.
Dewie mengenal Irenius melalui Rinelda pada 30 Maret 2015. Pada saat itu Irenius meminta agar Dewie menyampaikan permintaan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga mikrohidro sehingga pada 30 Maret 2015 setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR dengan Kementerian ESDM. Pada rapat itu juga Dewie menyampaikan kabupaten Deiyai sangat membutuhkan listrik, sehingga Menteri ESDM Sudirman Said menyarankan agar Irenius memasukkan proposal ke Kementerian ESDM.
Dewie kemudian meminta Rinelda agar Irenius menyerahkan Laporan Hasil Survei Rencana Pembangunan Jaringan Distribusi dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di Kabupaten Deiyai untuk selanjutnya diserahkan kepada Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir.
Dewie juga meminta Rinelda aktif menanyakan tindak lanjut proposal itu kepada Kementerian ESDM.
Pada 18 Oktober 2015 di Restoran Bebek Tepi Sawah Pondok Indah Mall 2 Jakarta dilakukan pertemuan antara Dewie Limpo, Bambang, Irenius, Setiady dan Stefanus Harry Jusuf rekan Setiady dan disepakati Dewie akan menerima dana pengawalan 7 persen dari anggaran yang diusulkan dan meminta Setiady menyerahkan setengah dari dana pengawalan sebelum pengesahan APBN 2016 ke Ine.
Rinelda pun menjelaskan bahwa Dewie sudah menyampaikan proposal ke Bangar dan setelah mendengar penjelasan, Setiadi sepakat menyerahkan setengah dana pengawalan sebesar Rp1,7 miliar dalam bentuk dolar Singapura.
Uang pun diserahkan pada 20 Oktober di Resto Baji Pamai Mal Kelapa Gading Jakarta Utara dari Irenius dan Setiady kepada Rinelda yaitu 177.700 dolar Singapura dan sebagai jaminan yang ditandatangani oleh Rinelda mewakili Dewie dan Jemmie Dephiyanto Pathibang mewakili Setiadi serta Irenius sebagai saksi.
Isi surat adalah uang akan dikembalikan apabila Setiady gagal menjadi pelaksana pekerjaan. Rinelda pun menerima 1.000 dolar Singapura dari Setiady karena membantu pengurusan proyek tersebut.
"Uang dari saksi Setiady untuk merealisasikan janji terdakwa Dewie Yasin Limpo terkait kewenangan yang dimiliki Dewie Yasin Limpo selaku anggota Komisi VII yang menyanggupi anggaran pembangkit listrik agar dikerjakan Setiady dengan imbalan 7 persen sehingga unsur menerima hadiah sudah terpenuhi oleh perbuatan terdakwa 1 dan terdakwa 2," ungkap hakim Siti.
Bambang dinilai mengatur kegiatan Dewie Yasin Limpo sebagai anggota DPR.
"Terdakwa I Dewie Yasin Limpo menerima uang 177.700 dolar singapura melalui Rinelda Bandaso terkait proposal yang diajukan Irenius Adii sehingga Dewie Yasin Limpo dan Bambang Wahyuhadi yang mengatur pekerjaan terdakwa I selaku angota DPR sehingga unsur untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu telah terpenuhi," tambah hakim Siti.
Atas putusan tersebut, penasihat hukum Dewie dan Bambang sama-sama menyatakan pikir-pikir sedangkan JPU KPK juga menyatakan pikir-pikir.
Usai sidang, Dewie yang usai mendengar vonis tampak tersedu-sedu itu tetap tidak mengaku menerima uang.
"Saya tidak pernah tahu (uang itu), lihat saja tidak, itu Rinelada yang membuat pernyataan sama Setiady, dia tidak bilang untuk Dewie Limpo tapi untuk pengurusan proyek di Kementerian ESDM," kata Dewie terbata.
Dewie pun mengaku hanya korban dalam perkara itu.
"Saya korban, sudah diberhentikan dari anggota DPR, saya pun dipenjara. Demi rakyat saya dipenjara, tapi saya tidak korupsi, saya bukan koruptor. Saya tidak merugikan uang negara. saya tidak merampok uang rakyat," ungkap Dewie secara emosional.
Terkait perkara ini Irenius Adii dan Setiady Jusuf sudah divonis masing-masing 2 tahun penjara dan pidana denda masing-masing sebanyak Rp50 juta dengan kurungan pengganti denda selama 3 bulan. Sementara Rinelda Bandaso divonis 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 1 bulan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016
"Menyatakan terdakwa I Dewi Aryaliniza alias Dewie Yasin Limpo dan terdakwa II Bambang Wahyuhadi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan pertama," kata Ketua Majelis Hakim Mas'ud dalam sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin.
"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa I Dewi Aryaliniza alias Dewie Yasin Limpo dan terdakwa II Bambang Wahyuhadi masing-masing selama selama 6 tahun dan denda masing-masing Rp200 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 3 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Mas'ud.
Vonis itu lebih rendah dibanding dengan tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta hakim menghukum Dewie dan Bambang masing-masing selama 9 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan dan khusus untuk Dewie dikenakan pencabutan hak untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik selama 12 tahun.
Vonis tersebut berdasarkan dakwaan pertama yaitu pasal 12 huruf a pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Majelis hakim tidak sependapat dengan pencabutan hak memilih dan dipilih karena hal itu sudah diatur dalam undang-undang tersendiri.
"Majelis hakim tidak sependapat dengan pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik karena hal itu sudah diatur dalam UU sendiri dan penilaian masyarakat sendiri terhadap orang tersebut maka pencabutan hak memililih dan dipilih untuk jabatan presiden, wakil presiden, anggota DPR dan jabatan lain yang mengurus hajat hidup orang banyak untuk terdakwa I Dewie Yasin Limpo sepatutnya ditolak," kata anggota majelis hakim Siti.
Menurut hakim, Dewie bersama Bambang Wahyuhadi dan Rinelda Bandaso yang merupakan asisten administrasi Dewie, menerima uang sejumlah 177.700 dolar Singapura dari Kepala Dinas ESDM Kabupaten Deiyai, Papua, Irenius Adii dan pengusaha pemilik PT Abdi Bumi Cendrawasih Setiadi Jusuf.
Dewie mengenal Irenius melalui Rinelda pada 30 Maret 2015. Pada saat itu Irenius meminta agar Dewie menyampaikan permintaan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga mikrohidro sehingga pada 30 Maret 2015 setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR dengan Kementerian ESDM. Pada rapat itu juga Dewie menyampaikan kabupaten Deiyai sangat membutuhkan listrik, sehingga Menteri ESDM Sudirman Said menyarankan agar Irenius memasukkan proposal ke Kementerian ESDM.
Dewie kemudian meminta Rinelda agar Irenius menyerahkan Laporan Hasil Survei Rencana Pembangunan Jaringan Distribusi dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di Kabupaten Deiyai untuk selanjutnya diserahkan kepada Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir.
Dewie juga meminta Rinelda aktif menanyakan tindak lanjut proposal itu kepada Kementerian ESDM.
Pada 18 Oktober 2015 di Restoran Bebek Tepi Sawah Pondok Indah Mall 2 Jakarta dilakukan pertemuan antara Dewie Limpo, Bambang, Irenius, Setiady dan Stefanus Harry Jusuf rekan Setiady dan disepakati Dewie akan menerima dana pengawalan 7 persen dari anggaran yang diusulkan dan meminta Setiady menyerahkan setengah dari dana pengawalan sebelum pengesahan APBN 2016 ke Ine.
Rinelda pun menjelaskan bahwa Dewie sudah menyampaikan proposal ke Bangar dan setelah mendengar penjelasan, Setiadi sepakat menyerahkan setengah dana pengawalan sebesar Rp1,7 miliar dalam bentuk dolar Singapura.
Uang pun diserahkan pada 20 Oktober di Resto Baji Pamai Mal Kelapa Gading Jakarta Utara dari Irenius dan Setiady kepada Rinelda yaitu 177.700 dolar Singapura dan sebagai jaminan yang ditandatangani oleh Rinelda mewakili Dewie dan Jemmie Dephiyanto Pathibang mewakili Setiadi serta Irenius sebagai saksi.
Isi surat adalah uang akan dikembalikan apabila Setiady gagal menjadi pelaksana pekerjaan. Rinelda pun menerima 1.000 dolar Singapura dari Setiady karena membantu pengurusan proyek tersebut.
"Uang dari saksi Setiady untuk merealisasikan janji terdakwa Dewie Yasin Limpo terkait kewenangan yang dimiliki Dewie Yasin Limpo selaku anggota Komisi VII yang menyanggupi anggaran pembangkit listrik agar dikerjakan Setiady dengan imbalan 7 persen sehingga unsur menerima hadiah sudah terpenuhi oleh perbuatan terdakwa 1 dan terdakwa 2," ungkap hakim Siti.
Bambang dinilai mengatur kegiatan Dewie Yasin Limpo sebagai anggota DPR.
"Terdakwa I Dewie Yasin Limpo menerima uang 177.700 dolar singapura melalui Rinelda Bandaso terkait proposal yang diajukan Irenius Adii sehingga Dewie Yasin Limpo dan Bambang Wahyuhadi yang mengatur pekerjaan terdakwa I selaku angota DPR sehingga unsur untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu telah terpenuhi," tambah hakim Siti.
Atas putusan tersebut, penasihat hukum Dewie dan Bambang sama-sama menyatakan pikir-pikir sedangkan JPU KPK juga menyatakan pikir-pikir.
Usai sidang, Dewie yang usai mendengar vonis tampak tersedu-sedu itu tetap tidak mengaku menerima uang.
"Saya tidak pernah tahu (uang itu), lihat saja tidak, itu Rinelada yang membuat pernyataan sama Setiady, dia tidak bilang untuk Dewie Limpo tapi untuk pengurusan proyek di Kementerian ESDM," kata Dewie terbata.
Dewie pun mengaku hanya korban dalam perkara itu.
"Saya korban, sudah diberhentikan dari anggota DPR, saya pun dipenjara. Demi rakyat saya dipenjara, tapi saya tidak korupsi, saya bukan koruptor. Saya tidak merugikan uang negara. saya tidak merampok uang rakyat," ungkap Dewie secara emosional.
Terkait perkara ini Irenius Adii dan Setiady Jusuf sudah divonis masing-masing 2 tahun penjara dan pidana denda masing-masing sebanyak Rp50 juta dengan kurungan pengganti denda selama 3 bulan. Sementara Rinelda Bandaso divonis 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 1 bulan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016