Ankara (Antara Babel) - Turki membebaskan lebih dari 650 tentara yang ditahan terkait upaya kudeta, media lokal memberitakan pada Sabtu.
Selain itu, Presiden Turki Tayyip Erdogan juga mengaku akan membatalkan tuntutan hukum kepada orang-orang yang menghina dirinya.
Secara keseluruhan, lebih dari 60.000 orang telah ditahan dan dipecat karena dituding terlibat dalam kudeta yang berakhir dengan kegagalan pada pertengahan bulan ini.
Sejumlah negara Barat sekutu Turki turut mengecam upaya--yang menurut Erdogan menyebabkan 237 orang tewas dan lebih dari 2.100 orang luka--tersebut.
Namun di sisi lain, negara-negara tersebut juga prihatin terhadap penangkapan besar-besaran terhadap para pengikut Fethullah Gullen--tokoh yang dianggap sebagai dalang kudeta.
Erdogan mengatakan bahwa sikap negara Barat itu memalukan karena lebih mementingkan nasib dalang kudeta dibanding membela sesama anggota NATO.
Pada Sabtu, Kantor Berita Negara Anadolu melaporkan bahwa 758 tentara telah dibebaskan atas rekomendasi dari sejumlah jaksa penuntut dan disetujui oleh seorang hakim.
Sebanyak 231 tentara yang lain masih berada dalam tahanan, demikian Anadolu memberitakan.
Turki, yang merupakan negara anggota NATO dengan kekuatan militer terbesar kedua, kini tengah terguncang pasca-kudeta. Lebih dari 40 persen jenderal dan laksamana dipecat. Di sisi lain, 99 kolonel langsung mendapatkan promosi ke jajaran jenderal menyusul pemecatan secara tidak hormat terhadap hampir 1.700 personil militer.
Menteri Pertahanan Turki Fikri Isik pada Jumat mengatakan bahwa perombakan di tubuh militer belum selesai karena "pembersihan" masih akan dilakukan di dalam akademi militer.
Sementara itu Erdogan secara mengejutkan menyatakan akan menarik tuntutan penghinaan terhadap dirinya.
Langkah tersebut nampak ditujukan untuk membungkam kritik negara-negara Barat. Sebelumnya, para jaksa di Turki telah mengerjakan lebih dari 1.800 kasus penghinaan terhadap Erdogan sejak tokoh tersebut menjadi presiden pada 2014 lalu.
Mereka yang terkena kasus di antaranya adalah jurnalis, kartunis, dan bahkan anak-anak, demikian dilaporkan Reuters.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016
Selain itu, Presiden Turki Tayyip Erdogan juga mengaku akan membatalkan tuntutan hukum kepada orang-orang yang menghina dirinya.
Secara keseluruhan, lebih dari 60.000 orang telah ditahan dan dipecat karena dituding terlibat dalam kudeta yang berakhir dengan kegagalan pada pertengahan bulan ini.
Sejumlah negara Barat sekutu Turki turut mengecam upaya--yang menurut Erdogan menyebabkan 237 orang tewas dan lebih dari 2.100 orang luka--tersebut.
Namun di sisi lain, negara-negara tersebut juga prihatin terhadap penangkapan besar-besaran terhadap para pengikut Fethullah Gullen--tokoh yang dianggap sebagai dalang kudeta.
Erdogan mengatakan bahwa sikap negara Barat itu memalukan karena lebih mementingkan nasib dalang kudeta dibanding membela sesama anggota NATO.
Pada Sabtu, Kantor Berita Negara Anadolu melaporkan bahwa 758 tentara telah dibebaskan atas rekomendasi dari sejumlah jaksa penuntut dan disetujui oleh seorang hakim.
Sebanyak 231 tentara yang lain masih berada dalam tahanan, demikian Anadolu memberitakan.
Turki, yang merupakan negara anggota NATO dengan kekuatan militer terbesar kedua, kini tengah terguncang pasca-kudeta. Lebih dari 40 persen jenderal dan laksamana dipecat. Di sisi lain, 99 kolonel langsung mendapatkan promosi ke jajaran jenderal menyusul pemecatan secara tidak hormat terhadap hampir 1.700 personil militer.
Menteri Pertahanan Turki Fikri Isik pada Jumat mengatakan bahwa perombakan di tubuh militer belum selesai karena "pembersihan" masih akan dilakukan di dalam akademi militer.
Sementara itu Erdogan secara mengejutkan menyatakan akan menarik tuntutan penghinaan terhadap dirinya.
Langkah tersebut nampak ditujukan untuk membungkam kritik negara-negara Barat. Sebelumnya, para jaksa di Turki telah mengerjakan lebih dari 1.800 kasus penghinaan terhadap Erdogan sejak tokoh tersebut menjadi presiden pada 2014 lalu.
Mereka yang terkena kasus di antaranya adalah jurnalis, kartunis, dan bahkan anak-anak, demikian dilaporkan Reuters.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016