Setiap tanggal 20 April, Indonesia merayakan Hari Konsumen Nasional sebagai penghargaan terhadap peran penting konsumen dalam perekonomian negara.

Hari tersebut tidak hanya menjadi momentum untuk merayakan hak-hak konsumen, tetapi juga untuk merefleksikan tantangan baru bagi konsumen, terutama pada era digital yang makin maju.

Di tengah maraknya penipuan di dunia maya, perlindungan konsumen menjadi makin penting dari sebelumnya. Apalagi, pada era digital, transaksi daring makin menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Konsumen dihadapkan pada berbagai tantangan baru dalam hal keamanan dan perlindungan, seperti makin seringnya terjadi kebocoran data serta situasi perlindungan hukum yang belum sepenuhnya memuaskan kepada konsumen yang menjadi korban penipuan daring.

Kedua hal tersebut merupakan beberapa bentuk lemahnya perlindungan kepada konsumen. Jika terjadi kebocoran data pribadi, yang paling dirugikan dalam hal ini adalah konsumen karena data yang bocor tersebut dapat dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk melakukan penipuan.

Apalagi, jika bisa membuat profiling dari calon korban menggunakan beberapa kebocoran data yang terjadi, pelaku kejahatan bisa memiliki data pribadi yang cukup lengkap dari calon korbannya.

Kalau data profiling tersebut dipergunakan oleh pelaku kejahatan, akan dapat menurunkan kewaspadaan dari calon korban.

Kenapa? Karena pelaku kejahatan bisa memberikan beberapa data pribadi sebagai verifikasi bahwa pelaku merupakan pihak yang berwenang untuk menghubungi korban, misalnya mengaku sebagai pihak bank dengan menyebutkan nama, nomor telepon, email, bahkan nama ibu kandung.

Dengan "modal" data itu, pelaku bisa membuat korban percaya dan menjadi korban penipuan.

Jika pelaku kejahatan berhasil ditangkap, yang paling diinginkan oleh korban adalah aset atau dana yang diambil oleh pelaku dapat dikembalikan kepada korban.

Hanya saja, sering kali harapan tersebut tidak terlaksana karena proses hukum yang berlaku masih berorientasi kepada bagaimana menjatuhkan hukuman kepada pelaku kejahatan, bukan kepada korban.

Belum lagi proses koordinasi yang cukup rumit antar-lembaga pemerintahan, seperti kepolisian, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta pihak perbankan untuk segera membekukan rekening pelaku yang digunakan untuk menyimpan hasil kejahatan, atau melacak ke mana saja transaksi keuangan oleh pelaku dari rekening yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan tersebut.

Dengan melakukan pembekuan rekening serta pelacakan transaksi tersebut sesegera mungkin setelah korban melaporkan kejadian penipuan, korban masih memiliki harapan untuk mendapatkan aset atau dana yang menjadi subjek penipuan tersebut.

Penipuan daring tidak hanya marak di Indonesia, tetapi juga terjadi hampir di seluruh belahan Bumi dengan berbagai modus, korban, serta jumlah kerugian yang bervariasi.

Indonesia, bahkan, menurut hasil riset dari Analytic Insight yang dirilis pada Maret 2023 dinobatkan pada posisi keempat sebagai sarang penipuan daring bersamaan dengan beberapa negara lain, seperti Nigeria, Ghana, India, Filipina, Rumania, Rusia, Afrika Selatan, Ukraina, dan Amerika Serikat.

Berdasarkan hasil jajak pendapat CFDS Fisipol UGM pada Agustus 2022, modus penipuan yang paling banyak beredar dan diterima oleh 1.700 responden adalah penipuan berkedok hadiah sebesar pinjaman ilegal, pengiriman tautan yang berisi malware, penipuan berkedok krisis keluarga, investasi ilegal, penipuan jual beli, seperti di Instagram dan lainnya, serta melalui situs web atau aplikasi palsu.

Selain itu, juga masih banyak sekali modus penipuan daring yang beredar, seperti penipuan yang berkedok arisan daring, penipuan berkedok asmara, penerimaan kerja, penerimaan beasiswa, penipuan berkedok amal dan donasi, serta penipuan kartu kredit dan sebagainya.

Beberapa hal yang bisa masyarakat lakukan supaya tidak terkena penipuan seperti ini adalah jangan mempercayai tawaran yang terlalu bagus, kemudian melakukan verifikasi identitas dari pihak yang memberikan penawaran, baik orang maupun perusahaannya.

Masyarakat juga selalu waspada jika ada permintaan untuk melakukan deposit dengan imbalan tertentu, kemudian jangan bagikan data pribadi, jangan klik tautan atau menginstal aplikasi dari orang yang tidak kita kenal, dan yang paling penting adalah untuk mempercayai insting dan selalu tingkatkan kesadaran dengan membaca berita dan informasi dari sumber yang dapat dipercaya untuk mengetahui modus penipuan yang sedang marak terjadi.

Hal-hal lain yang dapat masyarakat lakukan untuk mengamankan perangkat serta data pribadi adalah dengan selalu instal aplikasi dari sumber resmi, seperti Google Playstore atau IOS AppStore. Selain itu, perbarui sistem operasi, aplikasi, dan perangkat lunak lainnya dengan patch keamanan terbaru.

Selanjutnya pasang dan perbarui perangkat lunak keamanan yang kuat, seperti antivirus serta antimalware yang akan mengingatkan masyarakat (warganet) terhadap aplikasi berbahaya atau link phising.

Ingat, jangan mengklik tautan atau membuka lampiran dari email atau pesan yang mencurigakan dan dari sumber yang tidak dikenal atau berisi permintaan yang tidak biasa. Hal lain yang tampaknya perlu mendapat perhatian adalah membuat salinan data penting secara teratur dan simpan salinan tersebut di tempat yang terpisah.

Warganet juga perlu untuk meningkatkan kesadaran tentang ancaman dan cara mengidentifikasi serangan siber, hindari mengunjungi situs web yang mencurigakan atau tidak terpercaya, terutama yang berisi konten ilegal atau berbahaya.

Gunakanlah kata sandi yang kuat dan unik untuk akun-akun daring serta manfaatkan fitur 2 Factor Authentication di mana pun memungkinkan. Selain itu, perlu pula secara berkala melakukan pergantian password dan tidak sembarangan menghubungkan perangkat ke akses wifi gratisan serta menggunakan layanan pengisian daya gratis

*) Dr. Pratama Persadha adalah Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC

Pewarta: Dr. Pratama Persadha *)

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024