Nunukan (Antara Babel) - Warga yang tinggal di 28 desa di perbatasan Kalimantan Utara dengan Sabah, Malaysia menegaskan tetap setia dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan enggan melakukan eksodus ke Negeri Jiran.

"Kami adalah WNI, kami dididik dan dibesarkan di Indonesia. Garuda ada di dada kami," tegas Juli, tokoh Kelompok Labang Desa Sumantipal, perbatasan Kaltara-Sabah, di Nunukan, Kalimantan Utara, Kamis.

Sebelumnya ramai diberitakan media, bahwa 28 desa yang tersebar di Kecamatan Lumbis Ogong, dan di bantaran Sungai Sumantipal-Sinapad, di perbatasan Kalimantan, akan segera diklaim oleh Malaysia, karena warganya akan melakukan eksodus ke negara itu.

Berdasarkan penelusuran Antara di Desa Sumantipal, Nunukan, Juli beserta warganya menyatakan sama sekali tidak pernah berpikir melakukan eksodus ke Malaysia. Juli menekankan warga Kelompok Labang di perbatasan tidak ubahnya tugu negara Indonesia yang menjadi benteng terakhir NKRI di perbatasan Kaltara, sehingga tidak mungkin melakukan eksodus.

Fakta yang sebenarnya terjadi adalah warga perbatasan di 28 desa kesulitan menjangkau pusat kota di Kecamatan Mansalong, karena hanya bisa diakses menggunakan perahu kayu ketinting dengan waktu tempuh hampir empat jam.

Warga terpaksa pergi ke Malaysia untuk membeli kebutuhan pokok dan menjangkau sarana kesehatan.

Juli mengungkapkan sebagian besar warga di Sumantipal memang memiliki kartu identitas ganda, yakni KTP dari pemerintah Indonesia dan kartu identitas Malaysia.

Namun pembuatan kartu identitas Malaysia semata-mata karena keterpaksaan mereka yang harus masuk Malaysia demi membeli kebutuhan pokok.

Juli berharap pemerintah mau membangun jalan darat dari daerahnya menuju kota besar di Kecamatan Mansalong, agar ada alternatif jalan bagi warga.

Dia juga mengharapkan persoalan sengketa tapal batas negara antara Indonesia dengan Malaysia bisa segera mencapai titik temu. Sehingga tanah moyangnya di Sumantipal dapat resmi diakui sebagai bagian dari wilayah NKRI.

Warga desa Sumantipal, Busiaw mengatakan pemerintah tidak perlu membangun pagar beton untuk mencegah warga perbatasan melakukan eksodus ke Malaysia.

Menurut Busiaw, pemerintah hanya perlu membangun pagar kehidupan, sehingga warga bisa mudah menjalani kehidupan sebagai seorang warga negara Indonesia seutuhnya.

Kepala Bidang Perencanaan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Makmur Marbun dalam kunjungan kerjanya meninjau perbatasan Kalimantan-Sabah mengatakan saat ini akses warga perbatasan di kecamatan Lumbis Ogong dan Desa Sumantipal ke Kecamatan Mansalong, Kabupaten Nunukan memang hanya dapat diakses melalui sungai dengan perahu kayu ketinting selama tiga hingga empat jam.

Penggunaan perahu tidak efektif karena memakan waktu lama serta biaya antara enam hingga 12 juta rupiah pulang-pergi untuk keperluan membeli solar.

"Makanya pembangunan jalan darat harus segera dilakukan. Kami akan segera merekomendasikan kepada kementerian terkait," kata Marbun.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016