Seperti sebuah ritual tahunan, setiap menjelang peringatan hari lahir Pancasila 1 Juni kerap muncul informasi hoaks di masyarakat. Seperti dikutip dari buku Hoaks dan Media Sosial: Saring Sebelum Sharing (2019) karya Janner Simarmata dan kawan-kawan, pengertian dari hoaks adalah sebuah informasi rekayasa yang sengaja dilakukan untuk memanipulasi informasi yang sebenarnya.
Salah satu informasi hoaks yang muncul setiap menjelang dan sesudah 1 Juni adalah mengenai nama tokoh-tokoh yang mengusulkan rumusan dasar negara Indonesia merdeka. Informasi ini beredar dari satu grup Whatsapp ke grup Whatsapp yang lain.
Dalam sebuah unggahan tanpa menyebutkan nama penulis yang berjudul “Tokoh yang Mengusulkan Rumusan Dasar Negara”, disebutkan bahwa sesungguhnya terdapat tiga tokoh yaitu Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno, yang mengutarakan usulan rumusan dasar negara Pancasila dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Dalam unggahan itu disebutkan bahwa dalam sidang BPUPKI 29 Mei 1945, Mohammad Yamin mengusulkan dasar negara Indonesia secara tertulis dan lisan. Usulan lisan mengenai dasar negara yang disampaikan Yamin adalah Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat
Adapun usulan tertulisnya adalah Ketuhanan yang Maha Esa, Kebangsaan Persatuan Indonesia, Rasa Iemanusiaan yang Adil dan Beradab, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sementara Soepomo pada 31 Mei 1945 menyampaikan bahwa Indonesia merdeka adalah negara yang dapat mempersatukan semua golongan dan paham perseorangan, serta mempersatukan diri dengan berbagai lapisan rakyat.
Oleh karena itu, usulan dasar negara menurut Soepomo adalah Persatuan (Unitarisme), Kekeluargaan, Keseimbangan lahir dan batin, Musyawarah, dan Keadilan rakyat.
Terakhir, dituliskan bahwa Soekarno pada 1 Juni 1945 memberikan usulan yang berbentuk Philosophische Grondslag atau Weltanschauung, yakni fundamen, filsafat, pikiran, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya.
Ditambahkan bahwa Soekarno mengusulkan dasar negara dengan sebutan Panca Dharma, kemudian dengan anjuran para ahli bahasa, rumusan dasar negara dinamakan Pancasila.
Adapun usulan dasar negara dari Soekarno adalah Kebangsaan Indonesia, International atau Perikemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan yang Maha Esa.
Dari unggahan seperti tersebut di atas, sepintas tidak ada yang keliru dalam penyebutan tiga tokoh sebagai pengusul rumusan dasar negara Indonesia merdeka yaitu Mohammad Yamin, Soepomo dan Sukarno. Apalagi selama ini dalam buku-buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang selama ini diajarkan di sekolah memang dituliskan nama ketiga tokoh tersebut sebagai perumus dasar negara Indonesia merdeka.
Namun sejalan dengan ditetapkannya Pendidikan Pancasila sebagai salah satu mata pelajaran wajib menggantikan PPKn sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) melakukan sejumlah penyempurnaan antara lain terkait historisitas Pancasila seperti yang terdapat dalam Buku Teks Utama Pendidikan Pancasila yang diluncurkan bersama oleh Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri dan Mendikbudristek Nadiem Makarim pada Agustus 2023.
Penyempurnaan
Penyempurnaan terkait historisitas Pancasila ini sesuai dengan salah satu pertimbangan Keputusan Presiden Nomor 24 tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila yang menyebutkan bahwa Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara Republik Indonesia harus diketahui asal usulnya oleh bangsa Indonesia dari waktu ke waktu dan dari generasi ke generasi sehingga kelestarian dan kelanggengan Pancasila senantiasa diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Hal ini juga sejalan dengan pesan Soekarno pada pidatonya pada 17 Agustus 1966 “Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah”.
Oleh karena itu, salah satu penyempurnaan yang dilakukan adalah mengenai salah kaprah penyebutan istilah BPUPKI, sebuah badan yang dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Chsa-kai dan dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia pada 1945. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia.
Seperti ditulis oleh A.B Kusuma dalam bukunya Lahirnya UUD 1945: Memuat Salinan Dokumen Otentik Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha-Oesaha Persiapan Kemerdekaan (2009), sebuah buku yang ditulis melalui penelitian selama 10 tahun lebih, pencantuman kata Indonesia dalam BPUPKI kurang tepat karena Badan ini dibentuk pada 29 April 1945 oleh Rikugun (Angkatan Darat Jepang) ke-16 yang berpusat di Jakarta dan wewenangnya hanya meliputi pulau Jawa dan Madura saja. Jadi alih-alih menyebut atau menuliskan BPUPKI, lebih tepat BPUPK.
A.B Kusuma kemudian menjelaskan bahwa selain BPUPK wilayah Jawa dan Madura yang diketuai oleh dr. K.R.T Radjiman Wediodiningra, pemerintahan militer Jepang yang diwakili komando Angkatan Darat Ke-25 yang berpusat di Bukittinggi, Sumatera, juga membentuk BPUPK wilayah Sumatera pada 25 Juli 1945. BPUPK wilayah Sumatera ini diketuai oleh Mohammad Syafei (Pendiri Lembaga Pendidikan Kayu Tanam).
Sementara untuk wilayah Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku belum terbentuk BPUPK seperti di Jawa dan Sumatera. Menurut A.B Kusuma, pemerintah Jepang di Indonesia Timur yang dikuasai oleh Armada ke-II Angkatan Laut (Kaigun) menganggap bahwa penduduk di Indonesia Timur belum “matang" untuk merdeka
Selanjutnya dari dua BPUPK yang sudah terbentuk seperti tersebut di atas, baru BPUPK wilayah Jawa dan Madura yang sempat bersidang sebanyak dua kali (29 Mei -- 1 Juni 1945 dan 10 -- 17 Juli 1945), sedangkan BPUPK wilayah Sumatera belum sempat bersidang.
Dari sidang BPUPK wilayah Jawa dan Madura inilah usulan Pancasila dilahirkan, yaitu pada sidang BPUPK pertama pada 29 Mei -- 1 Juni 1945. Sidang dipimpin oleh Ketua dr. K.R.T Radjiman Wediodiningrat dan dua orang Wakil Ketua yaitu Itjibangase Yosio dan Raden Pandji Soeroso serta diikuti 60 orang anggota.
Adapun agenda sidang hanya satu yaitu mendengarkan usulan rumusan dasar negara Indonesia merdeka. Sidang BPUPK diselenggarakan di Gedung Chuo Sangi in (dewan atau badan pertimbangan pusat pada saat pendudukan Jepang di wilayah Indonesia) di Jalan Pejambon No. 6 Jakarta yang sekarang menjadi bagian dari Kementerian Luar Negeri.
Penyempurnaan berikutnya soal nama tokoh-tokoh yang mengusulkan dasar negara Indonesia merdeka di sidang BPUPK pertama. Narasi yang ada selama ini, termasuk yang terdapat di media-media online, ada tiga tokoh yang mengusulkan rumusan dasar negara Indonesia pada sidang BPUPK pertama pada 29 Mei 1945 dan 31 Mei 1945, yaitu Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Dengan penyebutan tiga tokoh tersebut, seolah-olah hanya ketiga orang itu yang berbicara selama 4 hari sidang.
Padahal, merujuk pada naskah autentik Risalah Sidang BPUPK yang terdapat dalam buku A.B Kusuma, diketahui bahwa ternyata selama 4 hari sidang, terdapat 32 orang anggota BPUPK yang berbicara, yaitu 11 orang pada tanggal 29 Mei, 10 orang pada tanggal 30 Mei, dan 6 orang pada tanggal 31 Mei, serta 5 orang pada tanggal 1 Juni 1945.
Mohammad Yamin sendiri berbicara pada 29 Mei 1945 dan tidak menyampaikan tentang usulan dasar negara sebagaimana tertulis dalam informasi hoaks di atas. Pada saat itu Yamin lebih banyak membahas bahan-bahan pembentukan negara, penyusunan UUD, dan bagaimana menjalankan isi hukum dasar negara. Oleh karena itu, narasi bahwa Mohammad Yamin mengusulkan sila-sila Pancasila pada 29 Mei 1945 adalah tidak benar.
Demikian pula Soepomo yang berpidato pada 31 Mei 1945. Dalam pidatonya di hadapan Sidang BPUPK pertama, Soepomo tidak mengusulkan dasar negara sebagaimana diminta Ketua Sidang, KRT Radjiman. Soepomo lebih banyak menyampaikan gagasan dan semangat untuk membentuk negara integralistik. Menurut Soepomo, bentuk negara yang paling sesuai untuk rakyat Indonesia adalah yang mewujudkan persatuan antara negara dan seluruh rakyatnya (negara integralistik).
Barulah pada hari terakhir sidang, 1 Juni 1945, Soekarno berpidato selama 1 jam menyampaikan rumusan dasar negara Indonesia secara komprehensif. Soekarno menyampaikan usulan rumusan dasar negara sesuai apa yang dikehendaki Ketua Sidang BPUPK. Menurut Soekarno, apa yang dikehendaki Ketua Sidang adalah Philosofische grondslag (dasar filosofi) dan Weltanschauung (pandangan dunia: pandangan bangsa Indonesia tentang diri dan kedudukannya dalam lingkungan masyarakat) dari negara Indonesia
Dasar filosofi dan pandangan dunia itu akan menjadi dasar filsafat, pemikiran, jiwa, dan hasrat yang sedalam-dalamnya, serta yang terutama fondasi di mana negara Indonesia akan didirikan. Oleh karena itu, Soekarno mengusulkan (1) Dasar Pertama adalah Kebangsaan, (2) Dasar kedua adalah Internationalisme, (3) Dasar ketiga adalah mufakat dan demokrasi, (4) Dasar keempat adalah Kesejahteraan Sosial, (5) Dasar kelima adalah Ketuhanan.
Bukan Panca Dharma
Dalam pidatonya tersebut, sejak awal Soekarno sudah menamakan gagasannya tentang lima dasar untuk negara Indonesia Merdeka sebagai Pancasila. Jadi, tidak benar bahwa Soekarno mengusulkan dasar negara dengan sebutan Panca Dharma, kemudian dengan anjuran para ahli bahasa, barulah rumusan dasar negara dinamakan Pancasila.
Coba simak saja pernyataan Soekarno dalam pidato 1 Juni 1945 “Saudara-saudara! “Dasar-dasar Negara” telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar”. Pernyataan ini tegas memperlihatkan bahwa Soekarno tidak pernah mengusulkan dasar negara dengan nama Panca Dharma.
Selanjutnya disampaikan oleh Soekarno “Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai panca-indera. Apa lagi yang lima bilangannya? Pendawa pun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip; kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan, lima pula bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi – saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa namanya ialah Panca Sila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi”.
Pidato Soekarno selama 1 jam dan usulannya mengenai rumusan dasar negara yang disebut Pancasila secara aklamasi diterima oleh sidang BPUPK. Pada 1 Juni 1945 itu pula, Ketua Sidang BPUPK dr. Radjiman Wediodiningrat kemudian membentuk Panitia Kecil yang terdiri atas delapan orang dan diketuai oleh Soekarno. Enam orang dari golongan kebangsaan (Soekarno, Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, Otto Iskandardinata, MS Kartohadikoesoemo dan Alexander A. Maramis) dan dua orang dari golongan religius (Ki Bagoes Hadikoesoemo dan K.H. Wahid Hasjim).
Tugas Panitia kecil yaitu merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar Negara berdasarkan pidato Ir. Sukarno 1 Juni 1945, dan menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk Proklamasi Kemerdekaan.
Namun karena kondisi keamanan saat itu, Panitia Delapan belum sempat bertemu untuk melaksanakan tugasnya. Memanfaatkan kehadiran 32 orang anggota BPUPK yang juga merangkap sebagai anggota Chuo Sangi In di Jakarta (18 -- 21 Agustus 1945), Soekarno berinisiatif mengundang 32 orang anggota BPUPK ditambah 15 orang anggota BPUPK yang bukan anggota Chuo Sangi In yang berada di Jakarta.
Dari 47 orang yang diundang, 38 orang hadir dalam pertemuan. Dari 38 orang yang hadir, kemudian dipilih sebanyak 9 orang untuk menjadi panitia kecil (informal) untuk membahas rumusan dasar negara dan pembukaan UUD.
Golongan kebangsaan dan religius
Memperhatikan dinamika Sidang BPUPK pertama yang mengelompok pada dua golongan besar yaitu golongan kebangsaan (mereka yang menginginkan Indonesia merdeka berdasarkan kebangsaan) dan golongan religius (mereka yang menginginkan Indonesia merdeka berdasarkan agama yaitu Islam), Soekarno kemudian memilih 5 orang mewakili golongan kebangsaan (Soekarno, Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, Achmad Soebardjo, dan Alexander A. Maramis) dan 4 orang mewakili golongan religius (K.H. Wahid Hasjim, H. Agoes Salim, K.H. Kahar Muzzakir, dan R. Abikoesno Tkokrosujoso).
Melalui pembahasan intensif selama sehari tersebut maka disepakati rumusan Pancasila sesuai dasar negara yang diusulkan Soekarno. Oleh Soekarno, rumusan tersebut disebut sebagai Mukadimmah, sedangkan oleh Mohammad Yamin disebut sebagai Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Rumusan ini kemudian disepakati untuk ditetapkan dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan yang akan dibentuk setelah BPUPK selesai menjalankan tugasnya.
Dalam perkembangannya, Panitia Persiapan Kemerdekaan (dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai) dibentuk pada 7 Agustus 1945 menggantikan BPUPK yang telah habis masa tugasnya pada 18 Juli 1945. Panitia ini kemudian melaksanakan sidangnya yang pertama pada 18 Agustus 1945, sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 (Panitia Kecil ini sendiri kemudian dikenal sebagai Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI).
Dua keputusan penting dihasilkan dalam sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, yaitu terpilihnya Soekarno sebagai Presiden RI dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden RI, dan disahkannya UUD NRI 1945, yang pada pada alinea keempat Pembukaan UUD NRI 1945 terdapat rumusan Pancasila seperti yang kita kenal sekarang ini yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, dan Mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Dari penjelasan tersebut, jelaslah bahwa untuk kali pertama Pancasila sebagai dasar negara diperkenalkan oleh Soekarno, salah seorang anggota BPUPK di hadapan Sidang BPUPK pada tanggal 1 Juni 1945.
Dari penjelasan di atas, kita juga dapat mengetahui bahwa sejak kelahirannya pada tanggal 1 Juni 1945, Pancasila mengalami perkembangan hingga menghasilkan naskah Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945 oleh Panitia Sembilan dan disepakati menjadi rumusan final pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI.
*) Aris Heru Utomo, Direktur Pengkajian Materi Pembinaan Ideologi Pancasila Badan Pembinaan Ideologi Pancasila
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
Salah satu informasi hoaks yang muncul setiap menjelang dan sesudah 1 Juni adalah mengenai nama tokoh-tokoh yang mengusulkan rumusan dasar negara Indonesia merdeka. Informasi ini beredar dari satu grup Whatsapp ke grup Whatsapp yang lain.
Dalam sebuah unggahan tanpa menyebutkan nama penulis yang berjudul “Tokoh yang Mengusulkan Rumusan Dasar Negara”, disebutkan bahwa sesungguhnya terdapat tiga tokoh yaitu Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno, yang mengutarakan usulan rumusan dasar negara Pancasila dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Dalam unggahan itu disebutkan bahwa dalam sidang BPUPKI 29 Mei 1945, Mohammad Yamin mengusulkan dasar negara Indonesia secara tertulis dan lisan. Usulan lisan mengenai dasar negara yang disampaikan Yamin adalah Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat
Adapun usulan tertulisnya adalah Ketuhanan yang Maha Esa, Kebangsaan Persatuan Indonesia, Rasa Iemanusiaan yang Adil dan Beradab, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sementara Soepomo pada 31 Mei 1945 menyampaikan bahwa Indonesia merdeka adalah negara yang dapat mempersatukan semua golongan dan paham perseorangan, serta mempersatukan diri dengan berbagai lapisan rakyat.
Oleh karena itu, usulan dasar negara menurut Soepomo adalah Persatuan (Unitarisme), Kekeluargaan, Keseimbangan lahir dan batin, Musyawarah, dan Keadilan rakyat.
Terakhir, dituliskan bahwa Soekarno pada 1 Juni 1945 memberikan usulan yang berbentuk Philosophische Grondslag atau Weltanschauung, yakni fundamen, filsafat, pikiran, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya.
Ditambahkan bahwa Soekarno mengusulkan dasar negara dengan sebutan Panca Dharma, kemudian dengan anjuran para ahli bahasa, rumusan dasar negara dinamakan Pancasila.
Adapun usulan dasar negara dari Soekarno adalah Kebangsaan Indonesia, International atau Perikemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan yang Maha Esa.
Dari unggahan seperti tersebut di atas, sepintas tidak ada yang keliru dalam penyebutan tiga tokoh sebagai pengusul rumusan dasar negara Indonesia merdeka yaitu Mohammad Yamin, Soepomo dan Sukarno. Apalagi selama ini dalam buku-buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang selama ini diajarkan di sekolah memang dituliskan nama ketiga tokoh tersebut sebagai perumus dasar negara Indonesia merdeka.
Namun sejalan dengan ditetapkannya Pendidikan Pancasila sebagai salah satu mata pelajaran wajib menggantikan PPKn sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) melakukan sejumlah penyempurnaan antara lain terkait historisitas Pancasila seperti yang terdapat dalam Buku Teks Utama Pendidikan Pancasila yang diluncurkan bersama oleh Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri dan Mendikbudristek Nadiem Makarim pada Agustus 2023.
Penyempurnaan
Penyempurnaan terkait historisitas Pancasila ini sesuai dengan salah satu pertimbangan Keputusan Presiden Nomor 24 tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila yang menyebutkan bahwa Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara Republik Indonesia harus diketahui asal usulnya oleh bangsa Indonesia dari waktu ke waktu dan dari generasi ke generasi sehingga kelestarian dan kelanggengan Pancasila senantiasa diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Hal ini juga sejalan dengan pesan Soekarno pada pidatonya pada 17 Agustus 1966 “Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah”.
Oleh karena itu, salah satu penyempurnaan yang dilakukan adalah mengenai salah kaprah penyebutan istilah BPUPKI, sebuah badan yang dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Chsa-kai dan dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia pada 1945. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia.
Seperti ditulis oleh A.B Kusuma dalam bukunya Lahirnya UUD 1945: Memuat Salinan Dokumen Otentik Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha-Oesaha Persiapan Kemerdekaan (2009), sebuah buku yang ditulis melalui penelitian selama 10 tahun lebih, pencantuman kata Indonesia dalam BPUPKI kurang tepat karena Badan ini dibentuk pada 29 April 1945 oleh Rikugun (Angkatan Darat Jepang) ke-16 yang berpusat di Jakarta dan wewenangnya hanya meliputi pulau Jawa dan Madura saja. Jadi alih-alih menyebut atau menuliskan BPUPKI, lebih tepat BPUPK.
A.B Kusuma kemudian menjelaskan bahwa selain BPUPK wilayah Jawa dan Madura yang diketuai oleh dr. K.R.T Radjiman Wediodiningra, pemerintahan militer Jepang yang diwakili komando Angkatan Darat Ke-25 yang berpusat di Bukittinggi, Sumatera, juga membentuk BPUPK wilayah Sumatera pada 25 Juli 1945. BPUPK wilayah Sumatera ini diketuai oleh Mohammad Syafei (Pendiri Lembaga Pendidikan Kayu Tanam).
Sementara untuk wilayah Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku belum terbentuk BPUPK seperti di Jawa dan Sumatera. Menurut A.B Kusuma, pemerintah Jepang di Indonesia Timur yang dikuasai oleh Armada ke-II Angkatan Laut (Kaigun) menganggap bahwa penduduk di Indonesia Timur belum “matang" untuk merdeka
Selanjutnya dari dua BPUPK yang sudah terbentuk seperti tersebut di atas, baru BPUPK wilayah Jawa dan Madura yang sempat bersidang sebanyak dua kali (29 Mei -- 1 Juni 1945 dan 10 -- 17 Juli 1945), sedangkan BPUPK wilayah Sumatera belum sempat bersidang.
Dari sidang BPUPK wilayah Jawa dan Madura inilah usulan Pancasila dilahirkan, yaitu pada sidang BPUPK pertama pada 29 Mei -- 1 Juni 1945. Sidang dipimpin oleh Ketua dr. K.R.T Radjiman Wediodiningrat dan dua orang Wakil Ketua yaitu Itjibangase Yosio dan Raden Pandji Soeroso serta diikuti 60 orang anggota.
Adapun agenda sidang hanya satu yaitu mendengarkan usulan rumusan dasar negara Indonesia merdeka. Sidang BPUPK diselenggarakan di Gedung Chuo Sangi in (dewan atau badan pertimbangan pusat pada saat pendudukan Jepang di wilayah Indonesia) di Jalan Pejambon No. 6 Jakarta yang sekarang menjadi bagian dari Kementerian Luar Negeri.
Penyempurnaan berikutnya soal nama tokoh-tokoh yang mengusulkan dasar negara Indonesia merdeka di sidang BPUPK pertama. Narasi yang ada selama ini, termasuk yang terdapat di media-media online, ada tiga tokoh yang mengusulkan rumusan dasar negara Indonesia pada sidang BPUPK pertama pada 29 Mei 1945 dan 31 Mei 1945, yaitu Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Dengan penyebutan tiga tokoh tersebut, seolah-olah hanya ketiga orang itu yang berbicara selama 4 hari sidang.
Padahal, merujuk pada naskah autentik Risalah Sidang BPUPK yang terdapat dalam buku A.B Kusuma, diketahui bahwa ternyata selama 4 hari sidang, terdapat 32 orang anggota BPUPK yang berbicara, yaitu 11 orang pada tanggal 29 Mei, 10 orang pada tanggal 30 Mei, dan 6 orang pada tanggal 31 Mei, serta 5 orang pada tanggal 1 Juni 1945.
Mohammad Yamin sendiri berbicara pada 29 Mei 1945 dan tidak menyampaikan tentang usulan dasar negara sebagaimana tertulis dalam informasi hoaks di atas. Pada saat itu Yamin lebih banyak membahas bahan-bahan pembentukan negara, penyusunan UUD, dan bagaimana menjalankan isi hukum dasar negara. Oleh karena itu, narasi bahwa Mohammad Yamin mengusulkan sila-sila Pancasila pada 29 Mei 1945 adalah tidak benar.
Demikian pula Soepomo yang berpidato pada 31 Mei 1945. Dalam pidatonya di hadapan Sidang BPUPK pertama, Soepomo tidak mengusulkan dasar negara sebagaimana diminta Ketua Sidang, KRT Radjiman. Soepomo lebih banyak menyampaikan gagasan dan semangat untuk membentuk negara integralistik. Menurut Soepomo, bentuk negara yang paling sesuai untuk rakyat Indonesia adalah yang mewujudkan persatuan antara negara dan seluruh rakyatnya (negara integralistik).
Barulah pada hari terakhir sidang, 1 Juni 1945, Soekarno berpidato selama 1 jam menyampaikan rumusan dasar negara Indonesia secara komprehensif. Soekarno menyampaikan usulan rumusan dasar negara sesuai apa yang dikehendaki Ketua Sidang BPUPK. Menurut Soekarno, apa yang dikehendaki Ketua Sidang adalah Philosofische grondslag (dasar filosofi) dan Weltanschauung (pandangan dunia: pandangan bangsa Indonesia tentang diri dan kedudukannya dalam lingkungan masyarakat) dari negara Indonesia
Dasar filosofi dan pandangan dunia itu akan menjadi dasar filsafat, pemikiran, jiwa, dan hasrat yang sedalam-dalamnya, serta yang terutama fondasi di mana negara Indonesia akan didirikan. Oleh karena itu, Soekarno mengusulkan (1) Dasar Pertama adalah Kebangsaan, (2) Dasar kedua adalah Internationalisme, (3) Dasar ketiga adalah mufakat dan demokrasi, (4) Dasar keempat adalah Kesejahteraan Sosial, (5) Dasar kelima adalah Ketuhanan.
Bukan Panca Dharma
Dalam pidatonya tersebut, sejak awal Soekarno sudah menamakan gagasannya tentang lima dasar untuk negara Indonesia Merdeka sebagai Pancasila. Jadi, tidak benar bahwa Soekarno mengusulkan dasar negara dengan sebutan Panca Dharma, kemudian dengan anjuran para ahli bahasa, barulah rumusan dasar negara dinamakan Pancasila.
Coba simak saja pernyataan Soekarno dalam pidato 1 Juni 1945 “Saudara-saudara! “Dasar-dasar Negara” telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar”. Pernyataan ini tegas memperlihatkan bahwa Soekarno tidak pernah mengusulkan dasar negara dengan nama Panca Dharma.
Selanjutnya disampaikan oleh Soekarno “Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai panca-indera. Apa lagi yang lima bilangannya? Pendawa pun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip; kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan, lima pula bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi – saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa namanya ialah Panca Sila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi”.
Pidato Soekarno selama 1 jam dan usulannya mengenai rumusan dasar negara yang disebut Pancasila secara aklamasi diterima oleh sidang BPUPK. Pada 1 Juni 1945 itu pula, Ketua Sidang BPUPK dr. Radjiman Wediodiningrat kemudian membentuk Panitia Kecil yang terdiri atas delapan orang dan diketuai oleh Soekarno. Enam orang dari golongan kebangsaan (Soekarno, Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, Otto Iskandardinata, MS Kartohadikoesoemo dan Alexander A. Maramis) dan dua orang dari golongan religius (Ki Bagoes Hadikoesoemo dan K.H. Wahid Hasjim).
Tugas Panitia kecil yaitu merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar Negara berdasarkan pidato Ir. Sukarno 1 Juni 1945, dan menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk Proklamasi Kemerdekaan.
Namun karena kondisi keamanan saat itu, Panitia Delapan belum sempat bertemu untuk melaksanakan tugasnya. Memanfaatkan kehadiran 32 orang anggota BPUPK yang juga merangkap sebagai anggota Chuo Sangi In di Jakarta (18 -- 21 Agustus 1945), Soekarno berinisiatif mengundang 32 orang anggota BPUPK ditambah 15 orang anggota BPUPK yang bukan anggota Chuo Sangi In yang berada di Jakarta.
Dari 47 orang yang diundang, 38 orang hadir dalam pertemuan. Dari 38 orang yang hadir, kemudian dipilih sebanyak 9 orang untuk menjadi panitia kecil (informal) untuk membahas rumusan dasar negara dan pembukaan UUD.
Golongan kebangsaan dan religius
Memperhatikan dinamika Sidang BPUPK pertama yang mengelompok pada dua golongan besar yaitu golongan kebangsaan (mereka yang menginginkan Indonesia merdeka berdasarkan kebangsaan) dan golongan religius (mereka yang menginginkan Indonesia merdeka berdasarkan agama yaitu Islam), Soekarno kemudian memilih 5 orang mewakili golongan kebangsaan (Soekarno, Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, Achmad Soebardjo, dan Alexander A. Maramis) dan 4 orang mewakili golongan religius (K.H. Wahid Hasjim, H. Agoes Salim, K.H. Kahar Muzzakir, dan R. Abikoesno Tkokrosujoso).
Melalui pembahasan intensif selama sehari tersebut maka disepakati rumusan Pancasila sesuai dasar negara yang diusulkan Soekarno. Oleh Soekarno, rumusan tersebut disebut sebagai Mukadimmah, sedangkan oleh Mohammad Yamin disebut sebagai Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Rumusan ini kemudian disepakati untuk ditetapkan dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan yang akan dibentuk setelah BPUPK selesai menjalankan tugasnya.
Dalam perkembangannya, Panitia Persiapan Kemerdekaan (dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai) dibentuk pada 7 Agustus 1945 menggantikan BPUPK yang telah habis masa tugasnya pada 18 Juli 1945. Panitia ini kemudian melaksanakan sidangnya yang pertama pada 18 Agustus 1945, sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 (Panitia Kecil ini sendiri kemudian dikenal sebagai Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI).
Dua keputusan penting dihasilkan dalam sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, yaitu terpilihnya Soekarno sebagai Presiden RI dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden RI, dan disahkannya UUD NRI 1945, yang pada pada alinea keempat Pembukaan UUD NRI 1945 terdapat rumusan Pancasila seperti yang kita kenal sekarang ini yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, dan Mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Dari penjelasan tersebut, jelaslah bahwa untuk kali pertama Pancasila sebagai dasar negara diperkenalkan oleh Soekarno, salah seorang anggota BPUPK di hadapan Sidang BPUPK pada tanggal 1 Juni 1945.
Dari penjelasan di atas, kita juga dapat mengetahui bahwa sejak kelahirannya pada tanggal 1 Juni 1945, Pancasila mengalami perkembangan hingga menghasilkan naskah Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945 oleh Panitia Sembilan dan disepakati menjadi rumusan final pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI.
*) Aris Heru Utomo, Direktur Pengkajian Materi Pembinaan Ideologi Pancasila Badan Pembinaan Ideologi Pancasila
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024