Menteri Luar Negeri Spanyol Jose Manuel Albares, Kamis (6/6), mengatakan bahwa Spanyol telah memutuskan untuk bergabung dalam kasus yang diajukan Afrika Selatan di Mahkamah Internasional (ICJ) soal tuduhan genosida oleh Israel.

"Kami mengambil keputusan ini sehubungan dengan berlanjutnya operasi militer di Gaza," kata Albares dalam konferensi pers mendadak.

"Kami juga mengamati dengan sangat prihatin perluasan konflik di kawasan itu," kata Albares.

Spanyol mengambil keputusan tersebut tidak hanya untuk "mengembalikan perdamaian ke Gaza dan Timur Tengah," namun juga karena komitmen pada hukum internasional, ujarnya.

"Kami berupaya mendukung pengadilan dalam penerapan tindakan pencegahan, khususnya soal penyelesaian operasi militer di Rafah agar perdamaian kembali, hambatan masuknya bantuan kemanusiaan yang harus diakhiri, serta penghancuran infrastruktur sipil yang harus dihentikan," katanya.

Dengan intervensi terhadap kasus tersebut di hadapan ICJ, kata Albares, "satu-satunya tujuan Spanyol adalah mengakhiri perang dan akhirnya mulai bergerak maju dalam penerapan solusi dua negara."

Penerapan solusi dua negara, ujarnya, "merupakan satu-satunya jaminan untuk mencapai perdamaian dan keamanan bagi warga Palestina, Israel dan seluruh kawasan."

Serangan yang terjadi beberapa hari terakhir menunjukkan bahwa tindakan pencegahan "sepenuhnya diabaikan dan sangat jauh dari pemenuhan," kata Albares.

Dia memastikan bahwa Spanyol "tidak memiliki standar ganda" dan memutuskan bergabung dalam kasus melawan Israel karena "alasan yang sama persis" seperti ketika Spanyol bergabung dengan alasan yang dirumuskan oleh Ukraina untuk menentang perang Rusia.

Namun, dia tidak berkomentar mengenai apakah Spanyol menganggap perang di Gaza sebagai "genosida". Dia menyerahkan wewenang pada ICJ untuk menyelesaikan masalah tersebut karena, menurutnya, pendapat pribadinya "tidak terlalu berarti."

Albares mengumumkan keputusan tersebut di tengah ketegangan penuh akibat ancaman Israel untuk menutup Konsulat Spanyol di Yerusalem dan setelah Madrid secara resmi mengakui Palestina sebagai sebuah negara --langkah yang diikuti oleh Irlandia, Norwegia, dan Slovenia.

Pada Senin (3/6), menlu Spanyol tersebut mengatakan konsulat negaranya di Yerusalem memiliki "status yang sangat khusus dan bersejarah" dan sudah ada "jauh sebelum negara Israel didirikan". Ia mendesak Israel untuk menghormati operasi konsulat negaranya.

Pengumumannya juga muncul setelah setidaknya 39 pengungsi Palestina tewas pada Kamis (6/6) dalam sebuah serangan udara Israel terhadap sebuah sekolah yang menampung ribuan pengungsi di kamp pengungsi Nuseirat, Jalur Gaza tengah, menurut otoritas Gaza.

Israel melanjutkan serangan mematikan di Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 meski ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera.

Hampir 36.600 warga Palestina tewas di Gaza, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 83 ribu lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.

Hampir delapan bulan setelah perang dilancarkan Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur akibat blokade yang melumpuhkan akses untuk makanan, air bersih, dan obat-obatan.

Israel di ICJ dituduh melakukan genosida.

Mahkamah itu melalui putusan terbarunya memerintahkan Israel segera menghentikan operasinya di bagian selatan Kota Rafah, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum diserbu pada 6 Mei.

Sumber: Anadolu

Pewarta: Cindy Frishanti Octavia

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024