Jakarta (Antara Babel) - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan
bahwa pelaksanaan eksekusi mati Mary Jane Fiesta Veloso masih menunggu
putusan pengadilan Filipina terkait kasus perdagangan manusia, dimana
terpidana kasus narkoba itu dimintai keterangan sebagai saksi.
"Karena ada kasus trafficking yang sedang dalam proses peradilan di Filipina. Ya menunggu hasilnya dulu kita lihat nanti," kata Menkumham saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, penyidikan kasus perdagangan manusia yang melibatkan Mary Jane didasarkan pada kerja sama bantuan hukum antara pemerintah Indonesia dan Filipina, sehingga proses hukumnya harus dihormati.
Meskipun hukum acara Filipina mengatur bahwa kesaksian Mary Jane diambil di negara tersebut, namun pemerintah Indonesia secara tegas menolak permintaan itu dan meminta supaya keterangan Mary diambil secara tertulis di bawah sumpah di wilayah yurisdiksi Indonesia.
"Kita kan sudah punya kekuatan hukum di sini, jadi tinggal menunggu proses hukum di Filipina," tutur Yasonna.
Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo meminta otoritas Filipina segera menyelesaikan proses hukum Mary Jane terkait kasus perdagangan manusia agar eksekusi mati segera dilaksanakan di Indonesia.
Menurut dia, kasus peredaran narkoba oleh Mary Jane sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah) sehingga tidak bisa dibiarkan terkatung-katung tanpa akhir.
Mary Jane Veloso ditangkap di Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta karena tertangkap tangan membawa 2,6 kilogram heroin pada April 2010.
Selanjutnya pada Oktober 2010, Mary Jane divonis mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta.
Saat akan menjalani eksekusi mati bersama delapan terpidana kasus narkoba di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, 29 April 2015, Mary Jane urung diekseskusi karena permintaan Presiden Filipina ketika itu Benigno Aquino.
Hal itu terjadi menyusul perkembangan bahwa seseorang telah menyerahkan diri di Filipina dan mengklaim Mary Jane hanya sebagai kurir narkoba.
Hal itu terjadi menyusul perkembangan bahwa seseorang telah menyerahkan diri di Filipina dan mengklaim Mary Jane hanya sebagai kurir narkoba.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016
"Karena ada kasus trafficking yang sedang dalam proses peradilan di Filipina. Ya menunggu hasilnya dulu kita lihat nanti," kata Menkumham saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, penyidikan kasus perdagangan manusia yang melibatkan Mary Jane didasarkan pada kerja sama bantuan hukum antara pemerintah Indonesia dan Filipina, sehingga proses hukumnya harus dihormati.
Meskipun hukum acara Filipina mengatur bahwa kesaksian Mary Jane diambil di negara tersebut, namun pemerintah Indonesia secara tegas menolak permintaan itu dan meminta supaya keterangan Mary diambil secara tertulis di bawah sumpah di wilayah yurisdiksi Indonesia.
"Kita kan sudah punya kekuatan hukum di sini, jadi tinggal menunggu proses hukum di Filipina," tutur Yasonna.
Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo meminta otoritas Filipina segera menyelesaikan proses hukum Mary Jane terkait kasus perdagangan manusia agar eksekusi mati segera dilaksanakan di Indonesia.
Menurut dia, kasus peredaran narkoba oleh Mary Jane sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah) sehingga tidak bisa dibiarkan terkatung-katung tanpa akhir.
Mary Jane Veloso ditangkap di Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta karena tertangkap tangan membawa 2,6 kilogram heroin pada April 2010.
Selanjutnya pada Oktober 2010, Mary Jane divonis mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta.
Saat akan menjalani eksekusi mati bersama delapan terpidana kasus narkoba di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, 29 April 2015, Mary Jane urung diekseskusi karena permintaan Presiden Filipina ketika itu Benigno Aquino.
Hal itu terjadi menyusul perkembangan bahwa seseorang telah menyerahkan diri di Filipina dan mengklaim Mary Jane hanya sebagai kurir narkoba.
Hal itu terjadi menyusul perkembangan bahwa seseorang telah menyerahkan diri di Filipina dan mengklaim Mary Jane hanya sebagai kurir narkoba.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016