Sejumlah kesenian tradisional seperti barongsai, wayang potehi, hingga angklung meramaikan perayaan festival kue bulan atau mooncake yang digelar oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pecinan Glodok di pusat perbelanjaan Gajah Mada Plaza, Jakarta, pada Sabtu (14/9).
Festival kue bulan merupakan agenda tahunan yang dirayakan masyarakat Tionghoa untuk menyambut datangnya bulan purnama pada tanggal 15 di bulan kedelapan dalam kalender lunar.
Perayaan festival kue bulan di Gajah Mada Plaza berlangsung selama dua hari pada 14-15 September, menghadirkan sejumlah kesenian khas Tionghoa dan Indonesia sebagai bukti keberagaman budaya masyarakat Jakarta.
Beberapa kesenian yang ditampilkan meliputi barongsai, tari tradisional, wayang potehi, tari naga (liongsai), guzheng, kungfu, parade lampion, penampilan lagu Mandarin, silat, angklung, hingga peragaan busana kebaya.
Tema tahun ini adalah "Purnama di Molenvliet", yang dipilih untuk menunjukkan eksistensi masyarakat dan budaya Tionghoa dalam pembangunan Jakarta sejak ratusan tahun lalu. Molenvliet merupakan nama lama dari Kanal Batang Hari di kawasan pecinan Jakarta yang dibangun oleh salah seorang kapten Tionghoa pada abad ke-17.
Kegiatan ini disambut positif oleh masyarakat, salah satunya Ai Siti, yang sengaja berkendara selama hampir satu jam dari rumahnya demi menyaksikan pertunjukan seni itu pada akhir pekan. Dia juga penasaran karena sebelumnya tidak pernah tahu tentang perayaan festival kue bulan.
"Kegiatan ini diharapkan bisa mendorong masyarakat untuk menjadi semakin inklusif. Terlebih lagi, kebudayaan Tionghoa bukanlah hal yang baru di Jakarta. Keberagaman budaya ini diharapkan bisa menjadi bagian dari keutuhan kita dan ketahanan nasional," kata perwakilan Pokdarwis Pecinan Glodok, Ng Andre Hutama.
"Saya sempat merekam beberapa pertunjukan barongsai dan liongsai kemudian mengunggahnya ke media sosial karena itu sangat menarik. Saya juga baru tahu tentang wayang potehi dari acara ini," ujarnya.
Wayang potehi dari Sanggar Budaya Rumah Cinwa ditampilkan dalam acara ini, sukses menarik perhatian penonton, khususnya dari kalangan anak-anak. Kesenian hasil akulturasi kebudayaan Tionghoa dan Jawa ini memang belum begitu dikenal publik meskipun sudah ada sejak ratusan tahun lalu di Indonesia.
Selain Ai Siti, banyak pengunjung datang bersama keluarga mereka. Festival kue bulan memang identik dengan aktivitas berkumpul bersama keluarga dan biasanya diisi dengan menyantap kue bulan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
Festival kue bulan merupakan agenda tahunan yang dirayakan masyarakat Tionghoa untuk menyambut datangnya bulan purnama pada tanggal 15 di bulan kedelapan dalam kalender lunar.
Perayaan festival kue bulan di Gajah Mada Plaza berlangsung selama dua hari pada 14-15 September, menghadirkan sejumlah kesenian khas Tionghoa dan Indonesia sebagai bukti keberagaman budaya masyarakat Jakarta.
Beberapa kesenian yang ditampilkan meliputi barongsai, tari tradisional, wayang potehi, tari naga (liongsai), guzheng, kungfu, parade lampion, penampilan lagu Mandarin, silat, angklung, hingga peragaan busana kebaya.
Tema tahun ini adalah "Purnama di Molenvliet", yang dipilih untuk menunjukkan eksistensi masyarakat dan budaya Tionghoa dalam pembangunan Jakarta sejak ratusan tahun lalu. Molenvliet merupakan nama lama dari Kanal Batang Hari di kawasan pecinan Jakarta yang dibangun oleh salah seorang kapten Tionghoa pada abad ke-17.
Kegiatan ini disambut positif oleh masyarakat, salah satunya Ai Siti, yang sengaja berkendara selama hampir satu jam dari rumahnya demi menyaksikan pertunjukan seni itu pada akhir pekan. Dia juga penasaran karena sebelumnya tidak pernah tahu tentang perayaan festival kue bulan.
"Kegiatan ini diharapkan bisa mendorong masyarakat untuk menjadi semakin inklusif. Terlebih lagi, kebudayaan Tionghoa bukanlah hal yang baru di Jakarta. Keberagaman budaya ini diharapkan bisa menjadi bagian dari keutuhan kita dan ketahanan nasional," kata perwakilan Pokdarwis Pecinan Glodok, Ng Andre Hutama.
"Saya sempat merekam beberapa pertunjukan barongsai dan liongsai kemudian mengunggahnya ke media sosial karena itu sangat menarik. Saya juga baru tahu tentang wayang potehi dari acara ini," ujarnya.
Wayang potehi dari Sanggar Budaya Rumah Cinwa ditampilkan dalam acara ini, sukses menarik perhatian penonton, khususnya dari kalangan anak-anak. Kesenian hasil akulturasi kebudayaan Tionghoa dan Jawa ini memang belum begitu dikenal publik meskipun sudah ada sejak ratusan tahun lalu di Indonesia.
Selain Ai Siti, banyak pengunjung datang bersama keluarga mereka. Festival kue bulan memang identik dengan aktivitas berkumpul bersama keluarga dan biasanya diisi dengan menyantap kue bulan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024