Jakarta (Antara Babel) - Psikiater Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Irmansyah mengatakan kecil kemungkinan Jessica Wongso, membunuh sahabatnya sendiri Wayan Mirna Salihin.

Hal ini didasarkannya pada hasil pemeriksaan psikologis Jessica, terdakwa atas kasus meninggalnya Mirna, yang dilakukan oleh psikiater forensik Natalia Widiasih Raharjanti.

"Agresivitas akibat kekesalan atas permasalahan yang menimpanya tidak terlalu berpotensi menyakiti orang lain. Kemungkinan akan tetap ada, tetapi menurut pengalaman saya, sangat kecil," ujar Irmansyah yang hadir sebagai saksi ahli dari pihak terdakwa, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis malam.

Adapun pada persidangan pada Kamis (18/8), saksi ahli dari JPU, Natalia Widiasih mengatakan saat dalam kondisi banyak masalah dan tekanan, Jessica cenderung bersikap agresif secara tiba-tiba terhadap diri sendiri maupun orang lain.

Natalia, pakar dari Universitas Indonesia, mendapatkan data itu dari Kepolisian New South Wales yang menyatakan kalau tekanan misalnya putus pacar atau terkait relasi, kecenderungan agresifitas itu muncul.

Irmansyah meyakini semua metode pemeriksaan yang telah dilakukan Natalia sudah benar dan komprehensif. Oleh karena itu dia pun meyakini bahwa Jessica tidak megalami gangguan jiwa yang berat, seperti apa yang diungkapkan Natalia.

Sementara itu, ketika ditanyakan potensi kekerasan setelah nasehat yang diberikan Mirna kepada Jessica pada tahun 2014 dalam pertemuan di Australia oleh tim pengacara terdakwa, dia mengatakan hal tersebut sangat kecil kemungkinannya.

Apalagi, Mirna dan Jessica sempat bertemu di Jakarta pada akhir tahun 2015 dalam jangka waktu yang cukup lama.

"Selain itu tidak ada kata-kata sakit hati. Penelitian dokter Natalia dan timnya juga mendapatkan hasil bahwa Jessica tidak memiliki masalah dengan Mirna," kata Irmansyah.

    

Ahli Informatika

Sebelum memeriksa Irmansyah, pada hari ini Kamis (15/9), persidangan kasus Mirna juga menghadirkan saksi ahli Rismon Hasiholan Sianipar, pakar teknologi informatika dari Universitas Mataram.

Rismon menuding CCTV yang ditampilkan saksi ahli dari JPU sebelumnya direkayasa.

"Kami menduga ada kegiatan tempering atau pemodifikasian ilegal dengan tujuan tak baik. Tempering adalah memberikan efek pencerahan pada pixel-pixel tertentu," tutur dia.

Salah satu adegan yang diduganya direkayasa adalah adegan saat jari telunjuk Jessica terlihat lebih panjang saat menjinjing tas.

Lalu dia mencurigai ada gerakan tubuh dalam satu frame, atau ada gerakan tangan dalam kecepatan 0,1 detik yang dinilai tidak masuk akal.

"Kami curiga ada ada pengeditan manual. Kalau satu detik ada 25 frame, sangat tidak masuk akal bergerak dalam waktu 0,1 detik," kata dia.

Wayan Mirna Salihin tewas pada Rabu, 6 Januari 2016 di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta. Korban diduga meregang nyawa akibat menenggak kopi es vietnam yang dipesan oleh temannya, terdakwa Jessica Kumala Wongso.

Pewarta: Michael Siahaan

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016