Palestina pada Rabu (16/10) mengecam pemisahan Gaza utara oleh militer Israel dari bagian lain wilayah Jalur Gaza sebagai "kejahatan perang."
Juru bicara presiden, Nabil Abu Rudeineh menyampaikan pernyataan itu saat serangan Israel di Gaza utara memasuki hari ke-12 secara berturut-turut, demikian laporan kantor berita Palestina, WAFA.

Abu Rudeineh mengecam rencana Israel untuk mengisolasi Gaza utara sebagai tindakan yang "tidak dapat diterima dan patut dikecam."

Dia menegaskan bahwa tindakan itu tidak akan membangun keamanan atau stabilitas bagi kawasan, dan bahwa "satu-satunya solusi adalah mewujudkan negara Palestina yang merdeka berdasarkan perbatasan 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya."

Abu Rudeineh juga mengkritik operasi militer Israel yang melibatkan serangan tanpa henti di Gaza, sehingga memaksa ratusan ribu warga untuk mengungsi, dan penghancuran sebagian besar kamp pengungsi Jabalia.

Pejabat Palestina itu menekankan bahwa tindakan tersebut merupakan "kejahatan perang menurut hukum internasional."

Pernyataan itu juga mengecam upaya untuk mengenyahkan Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA),, serta menuduh Israel berusaha melikuidasi masalah pengungsi Palestina.

Selain itu, Abu Rudeineh menyalahkan Amerika Serikat karena melumpuhkan Dewan Keamanan PBB, dengan mengutip dukungan finansial dan militer Washington yang terus-menerus terhadap Israel sebagai pemicu "kekejaman" yang dilakukan terhadap warga Palestina.

Tentara Israel melancarkan operasi militer di Gaza utara pada 6 Oktober di tengah pengepungan ketat di wilayah tersebut, dengan alasan bahwa serangan itu bertujuan mencegah Hamas membangkitkan kembali kekuatannya di daerah tersebut.

Warga Palestina membantah klaim Israel, dengan mengatakan bahwa serangan mematikan itu bertujuan memaksa mereka untuk meninggalkan daerah tersebut secara permanen.

Sejak itu, lebih dari 342 orang tewas di tengah kehancuran besar di seluruh wilayah tersebut, menurut pihak berwenang Palestina. Ini menandai operasi darat ketiga yang dilakukan oleh militer Israel di kamp Jabalia sejak dimulainya genosida yang sedang berlangsung di Gaza pada 7 Oktober 2023.

Israel telah meluncurkan serangan brutal di Gaza menyusul serangan lintas batas kelompok perlawanan Hamas ke wilayah Israel tahun lalu.

Serangan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 42.400 orang, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, serta melukai lebih dari 99.000 lainnya.

Konflik ini telah menyebar ke Lebanon, di mana Israel meluncurkan serangan mematikan di seluruh negara tersebut, menewaskan lebih dari 1.500 orang dan melukai lebih dari 4.500 lainnya sejak 23 September.

Meskipun ada peringatan internasional bahwa Timur Tengah berada di ambang perang regional di tengah serangan Israel yang tanpa henti terhadap Gaza dan Lebanon, Tel Aviv memperluas konflik dengan melancarkan serangan darat ke Lebanon selatan pada 1 Oktober.

Sumber: Anadolu 

Pewarta: Primayanti

Editor : Bima Agustian


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024