Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) akan menghadirkan 15 ahli dalam sidang pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada tahun 2015-2022 yang menyeret Harvey Moeis sebagai terdakwa.

Saat ditemui usai persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, JPU Kejagung Zulkipli menyebutkan seluruh saksi yang akan dihadirkan pada Kamis (26/10) berasal dari semua disiplin keilmuan untuk membuktikan dakwaan jaksa dalam kasus tersebut

"Termasuk bukan hanya dari ahli keuangan negara, ahli hukum pidana. Ada juga ahli hukum pertambangan hingga ahli kehutanan dan lingkungan, karena ini terkait dengan perhitungan sekitar kerugian keuangan negara," ucap Zulkipli.

Kendati demikian, JPU belum mau memerinci secara detail siapa saja ahli yang akan dihadirkan dalam pemeriksaan.

Namun, terkait kerugian keuangan negara yang disebabkan oleh kerugian lingkungan, JPU mengungkapkan terdapat kemungkinan pemanggilan dua atau tiga ahli dari Institut Pertanian Bogor (IPB).

Berdasarkan dakwaan JPU, kerugian keuangan negara akibat kasus dugaan korupsi pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp300 triliun, berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei 2024.

Baca juga: JPU Kejagung dalami kesaksian Sandra Dewi soal 88 tas mewah tersita

Baca juga: Sandra Dewi akui terima Rp3,15 miliar dari "money changer" Helena Lim

Baca juga: Sandra Dewi sebut 88 tas mewah miliknya tak ada yang dibelikan suami

Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.

Kasus dugaan korupsi timah antara lain menyeret Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta selaku Direktur Utama PT RBT, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sebagai terdakwa.

Dalam kasus tersebut, Harvey didakwa menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sementara Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun dari kasus yang merugikan keuangan negara Rp300 triliun itu.

Keduanya juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari dana yang diterima. Dengan demikian, Harvey dan Suparta terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sementara itu, Reza tidak menerima aliran dana dari kasus dugaan korupsi tersebut. Namun karena terlibat serta mengetahui dan menyetujui semua perbuatan korupsi itu, Reza didakwakan pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Pewarta: Agatha Olivia Victoria

Editor : Bima Agustian


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024