Jakarta (Antara Babel) - Anggota Komisi I DPR Sukamta menolak rencana pelonggaran aturan soal penempatan data center agar Indonesia bisa lebih kompetitif di dunia internasional.
Menurut dia di Jakarta, Kamis, Pemerintah seharusnya memiliki sikap yang lebih tegas dalam upaya menguatkan industri telematika di Indonesia.
"Dalam PP PSTE pasal 17 Ayat 2 menyebutkan Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik wajib menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia untuk kepentingan penegakan hukum, perlindungan, dan penegakan kedaulatan negara terhadap data warga negaranya," kata Sukamta.
Menurut dia, pasar data center di Indonesia sangat kompetitif dan saat ini cukup banyak tersedia SDM anak negeri yang profesional dan lebih murah ketimbang negara tetangga.
Untuk itu, dengan mengadakan data center di Indonesia, perusahaan digital dapat lebih meningkatkan layanan mereka dari segi kecepatan dan kestabilan akses karena dapat mengurangi hops route.
Karena itu menurut dia, sebagian perusahaan data center di Singapura mulai mengalihkan data centernya ke Indonesia selain dengan pertimbangan ekonomis juga dianggap aman.
"Alasan kedua, terkait keuntungan secara ekonomi, penempatan data center di Indonesia akan memberikan kontribusi ekonomi," ujarnya.
Dia menjelaskan, mengacu data Lembaga Riset Telematika Sharing Vision, kebutuhan data center di Indonesia diperkirakan mendekati 150.000 meter persegi (raised floor) dengan nilai bisnis Rp4 triliun.
Menurut dia, pengguna internet di Indonesia hingga tahun 2015 mencapai 72 juta orang yang sebagian besar aktif menggunakan media sosial.
"Perlu penerapan dan penegakan aturan dan hukum yang ketat, sehingga Google, Facebook, WhatsApp, Yahoo, YouTube, dll dapat berkontribusi secara ekonomi, karena jelas mereka membuka space iklan.
Dia mencoba membandingkan saat kita mengirim pesan singkat (SMS) dengan operator tanah air saja bisa kena PPN yang masuk ke kas negara.
Politikus PKS itu menjelaskan alasan lainnya terkait dengan cyber security, keamanan informasi, dan monitoring konten.
Menurut dia, apabila data center ada di luar negeri maka berpeluang lebih besar data milik kita bisa dicuplik kapan dan dimanapun.
Sukamta mengatakan, di Tahun 2015, Pengadilan di Eropa memutuskan perjanjian Safe Harbor tidak berlaku sehingga pemain seperti Facebook atau Twitter harus menjaga data pelanggan di Eropa tidak disalahgunakan dan keluar dari negaranya tanpa izin.
Menurut dia, penting bagi pemerintah menyampaikan data perusahaan asing yang belum memiliki data center di Indonesia dan apa kendalanya, apakah karena biaya mahal atau birokrasi perijinan yang ribet.
Sukamta meyakini, dengan pengguna internet yang tumbuh pesat di Indonesia, perusahaan asing tidak akan keberatan memiliki data center di Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016
Menurut dia di Jakarta, Kamis, Pemerintah seharusnya memiliki sikap yang lebih tegas dalam upaya menguatkan industri telematika di Indonesia.
"Dalam PP PSTE pasal 17 Ayat 2 menyebutkan Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik wajib menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia untuk kepentingan penegakan hukum, perlindungan, dan penegakan kedaulatan negara terhadap data warga negaranya," kata Sukamta.
Menurut dia, pasar data center di Indonesia sangat kompetitif dan saat ini cukup banyak tersedia SDM anak negeri yang profesional dan lebih murah ketimbang negara tetangga.
Untuk itu, dengan mengadakan data center di Indonesia, perusahaan digital dapat lebih meningkatkan layanan mereka dari segi kecepatan dan kestabilan akses karena dapat mengurangi hops route.
Karena itu menurut dia, sebagian perusahaan data center di Singapura mulai mengalihkan data centernya ke Indonesia selain dengan pertimbangan ekonomis juga dianggap aman.
"Alasan kedua, terkait keuntungan secara ekonomi, penempatan data center di Indonesia akan memberikan kontribusi ekonomi," ujarnya.
Dia menjelaskan, mengacu data Lembaga Riset Telematika Sharing Vision, kebutuhan data center di Indonesia diperkirakan mendekati 150.000 meter persegi (raised floor) dengan nilai bisnis Rp4 triliun.
Menurut dia, pengguna internet di Indonesia hingga tahun 2015 mencapai 72 juta orang yang sebagian besar aktif menggunakan media sosial.
"Perlu penerapan dan penegakan aturan dan hukum yang ketat, sehingga Google, Facebook, WhatsApp, Yahoo, YouTube, dll dapat berkontribusi secara ekonomi, karena jelas mereka membuka space iklan.
Dia mencoba membandingkan saat kita mengirim pesan singkat (SMS) dengan operator tanah air saja bisa kena PPN yang masuk ke kas negara.
Politikus PKS itu menjelaskan alasan lainnya terkait dengan cyber security, keamanan informasi, dan monitoring konten.
Menurut dia, apabila data center ada di luar negeri maka berpeluang lebih besar data milik kita bisa dicuplik kapan dan dimanapun.
Sukamta mengatakan, di Tahun 2015, Pengadilan di Eropa memutuskan perjanjian Safe Harbor tidak berlaku sehingga pemain seperti Facebook atau Twitter harus menjaga data pelanggan di Eropa tidak disalahgunakan dan keluar dari negaranya tanpa izin.
Menurut dia, penting bagi pemerintah menyampaikan data perusahaan asing yang belum memiliki data center di Indonesia dan apa kendalanya, apakah karena biaya mahal atau birokrasi perijinan yang ribet.
Sukamta meyakini, dengan pengguna internet yang tumbuh pesat di Indonesia, perusahaan asing tidak akan keberatan memiliki data center di Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016