Bangka Belitung merupakan salah satu wilayah utama penghasil timah dunia, namun praktik penambangan ilegal yang tidak diawasi dengan baik menjadi celah untuk korupsi. Beberapa pejabat di Kementerian ESDM dan pengusaha swasta diduga berkolusi untuk mengubah rencana kerja tanpa dasar yang kuat, meningkatkan produksi timah secara tidak sah, dan menggelapkan hasilnya.
 
Akibat korupsi timah tersebut negara mengalami kerugian di antaranya, kemahalan harga sewa smelter (Rp2,285 triliun), pembayaran biji timah ilegal (Rp26,649 triliun), dan kerusakan lingkungan (Rp271,069 triliun). Hasil tersebut merupakan total kerugian yang ditanggung oleh negara yang dijelaskan oleh Kejaksaan Agung.

Deputi Bidang Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Agustina Arumsari merinci besaran kerugian negara tersebut. Pihaknya turut melibatkan sejumlah ahli dalam penghitungan itu.

"Kami mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti yang kemudian sampai pada kesimpulan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp300,003 triliun," kata Agustina dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2024) lalu.
 
Untuk penghitungannya, Kejaksaan Agung melakukan metode penghitungan kerugian yang melibatkan 6 orang ahli di dalam proses penghitungannya. Salah satunya adalah pakar forensik lingkungan yang hadir di Kejaksaan Agung yakni profesor Bambang Hero Saharjo : 29-5-2024. Metode yang dilakukan Kejaksaan Agung ialah melakukan pemetaan dan komparasi lokasi tambang timah itu ada di mana saja tambang timah ilegalnya. Mulai dari Bangka, Belitung, dan Belitung Timur.

​​​​​​Kemudian, dilakukan perbandingan dengan menggunakan citra satelit yang kemudian diperbandingkan luas dengan tambang timah itu bertambah, berapa banyak di setiap tahunnya dimulai dari 2015 sampai 2022. Hitungan nilai kerusakan lingkungan yaitu kerugian ekologis (Rp183,7 triliun), ekonomi lingkungan (Rp74,4 triliun), biaya pemulihan lingkungan (Rp12,1 triliun). Hitungan tersebut merujuk pada permen LHK nomor 7/2014. Dan hal-hal tersebut bersumber dari Kejaksaan Agung.
 
Kejaksaan Agung mendata ada lebih 170,363 hektare luas galian PT Timah, setara dua setengah kali luas kota Jakarta. Namun, di Bangka Belitung (Babel) sendiri hanya sekitar 88.000 hektare yang mengantongi izin usaha pertambangan, dan sisanya ilegal.

Dari pihak wartawan yang mendatangi Desa Sukamandi kabupaten Belitung Timur untuk menelusuri dampak penambangan ilegal tersebut, mewawancarai salah satu warga yang ada di sana yang bernama pak Yudi amsomi, beliau merupakan nelayan Desa Sukamandi kabupaten Belitung Timur. Nelayan yang berupaya melakukan penghijauan hutan guna mengatasi akibat kerugian tambang timah dengan menanam bibit mangrove. 

Selain ke Belitung, pihak wartawan mendatangi pulau Bangka, salah satu tempat penambangan timah tersebut di sepanjang daerah aliran sungai kecamatan Belinyu. Yang di mana terdapat belasan kapal penyedot berjejer mengeruk timah, dan pertambangan ini terjadi bertahun-tahun. Dan sedimentasi pasir putih pun di bibir hutan bakau.
 
Pemandangan serupa akibat dari tambang timah ialah tersaji di pantai lebar kelurahan Air Jukung. Akibat pertambangan laut beberapa tahun terakhir pantai wisata yang dulunya biru jernih kini berubah keruh. Dan terkontaminasi limbah solar dan tambang. Kerusakan lingkungan, penambang ilegal ini merusak hutan, mencemarkan air, dan mengganggu ekosistem, berdampak pula pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
 
Korupsi dari tambang timah ilegal senilai Rp300 triliun rupiah merugikan perekonomian dan masyarakat secara luas, berikut kerugian yang dialami:
 
1. Kehilangan Pendapatan Negara
Negara kehilangan potensi pajak dan royalti yang seharusnya mendanai layanan publik, menyebabkan pembangunan daerah terhambat.
2. Kerusakan lingkungan
​​​​​​​Penambangan ilegal ini merusak hutan, mencemari air, dan mengganggu ekosistem, berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
3. Mengancam Mata Pencaharian
Lahan dan air tercemar, merugikan petani dan nelayan setempat yang bergantung pada sumber daya alam.
4. Ekonomi Daerah Tidak Berkelanjutan
​​​​​​​Keuntungan tambang ilegal dinikmati segelintir pihak, sementara masyarakat lokal mendapat pekerjaan tidak stabil dan dampak lingkungan jangka panjang.

Korupsi tambang timah ilegal ini sangat berdampak terhadap perekonomian masyarakat di Bangka Belitung. Dari nelayan hingga pelaku UMKM merasa terkena dampaknya.

Salah seorang ketua kelompok nelayan, Cecep mengatakan bahwasanya nelayan juga terkena dampak dari korupsi tambang timah ilegal tersebut.

""Kalau daya beli masyarakat kurang maka penghasilan para nelayan pun kurang sedangkan bahan bakar masih tinggi", ujarnya.

Salah seorang pelaku UMKM, Obi Ardi juga mengatakan UMKM pun sangat berdampak sekali akibat korupsi tambang timah ilegal tersebut.

"Terutama dari omset, karena masyarakat bergantung kepada pekerjaan tersebut dan jika masyarakat ingin tetap bekerja namun terhalang karena adanya razia", ucapnya.
 
Masyarakat berharap agar pemerintah dapat menuntaskan masalah kasus tambang timah ilegal tersebut, agar masyarakat pun mendapatkan kejelasan mengenai pekerjaan yang akan dilakukan oleh masyarakat.

*) penulis adalah Riesty Eksani, mahasiswa Universitas Bangka Belitung 
 

Pewarta: Riesty Eksani *)

Editor : Bima Agustian


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024