Sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah berhasil mendorong kemajuan di Indonesia melalui upaya transisi hijau.
"Memasuki abad ke-21, Indonesia belum termasuk dalam 'Negara Industri Baru'. Namun, pada 2024, menurut Bank Dunia, Indonesia 'dengan cepat muncul sebagai negara maju, dengan PDB lebih dari 1 triliun dolar AS (sekitar Rp15,6 kuadriliun)'," kata Ekonom Bank Dunia Profesor John Ure dalam jurnal Open Access Government pada 8 November 2024.
Kemajuan tersebut dia tunjukkan melalui sebuah grafik peningkatan yang memperlihatkan adanya pertumbuhan PDB cukup signifikan sejak 2020 seiring pulihnya ekonomi dari pandemi COVID-19.
Pertumbuhan yang cukup signifikan tersebut, jelas dia, biasanya menimbulkan banyak tantangan bagi negara-negara berkembang.
Hal itu terutama berlaku ketika ekonomi bergantung pada industri ekstraktif untuk ekspor dan pasokan listrik domestik, karena fluktuasi harga gas dan minyak global dapat mengganggu anggaran nasional.
Dia menyebut dua perusahaan BUMN di bidang pertambangan, petrokimia, dan energi yaitu Pertamina dan Mind ID menjadi dua perusahaan yang memperoleh keuntungan besar karena melonjaknya permintaan pasca-COVID.
Hingga 2023, laba masing-masing BUMN adalah sebesar Rp14 triliun dan Rp7 triliun, yang merupakan penyumbang dividen BUMN terbesar kedua dan kelima bagi perekonomian Indonesia, jelas dia.
John mengutip pernyataan Direktur Utama Pertamina saat itu, Nicke Widyawati, yang mengatakan meningkatnya penekanan pada efisiensi operasional menjadi faktor penting dalam menghasilkan rekor laba sebesar 1,25 miliar dolar AS (sekitar Rp19,5 triliun) bagi perusahaan.
Dia juga mengutip beberapa sumber terkait yang menyebut optimalisasi biaya keseluruhan sejak 2021 dan seterusnya telah berkontribusi terhadap penghematan hingga 3,273 miliar dolar AS (sekitar Rp51,2 triliun).
Indonesia, menurutnya, juga harus beralih ke ekonomi hijau dengan menggunakan keuntungan dari kedua BUMN untuk berinvestasi dalam energi terbarukan dan meningkatkan lapangan kerja lokal serta menarik investasi modal.
Karena Indonesia memiliki kekayaan bahan bakar fosil dan mineral, seperti nikel, emas dan aluminium, Indonesia, katanya, menghadapi tantangan untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil, sehingga menambang bahan bakar fosil tersebut sembari menyeimbangkan manfaat ekonominya; misalnya memasok baterai untuk kendaraan listrik sambil memulihkan sumber daya alamnya.
Menurutnya Indonesia dapat menjadi pemimpin dalam bidang ini di antara negara-negara ekonomi berkembang.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
"Memasuki abad ke-21, Indonesia belum termasuk dalam 'Negara Industri Baru'. Namun, pada 2024, menurut Bank Dunia, Indonesia 'dengan cepat muncul sebagai negara maju, dengan PDB lebih dari 1 triliun dolar AS (sekitar Rp15,6 kuadriliun)'," kata Ekonom Bank Dunia Profesor John Ure dalam jurnal Open Access Government pada 8 November 2024.
Kemajuan tersebut dia tunjukkan melalui sebuah grafik peningkatan yang memperlihatkan adanya pertumbuhan PDB cukup signifikan sejak 2020 seiring pulihnya ekonomi dari pandemi COVID-19.
Pertumbuhan yang cukup signifikan tersebut, jelas dia, biasanya menimbulkan banyak tantangan bagi negara-negara berkembang.
Hal itu terutama berlaku ketika ekonomi bergantung pada industri ekstraktif untuk ekspor dan pasokan listrik domestik, karena fluktuasi harga gas dan minyak global dapat mengganggu anggaran nasional.
Dia menyebut dua perusahaan BUMN di bidang pertambangan, petrokimia, dan energi yaitu Pertamina dan Mind ID menjadi dua perusahaan yang memperoleh keuntungan besar karena melonjaknya permintaan pasca-COVID.
Hingga 2023, laba masing-masing BUMN adalah sebesar Rp14 triliun dan Rp7 triliun, yang merupakan penyumbang dividen BUMN terbesar kedua dan kelima bagi perekonomian Indonesia, jelas dia.
John mengutip pernyataan Direktur Utama Pertamina saat itu, Nicke Widyawati, yang mengatakan meningkatnya penekanan pada efisiensi operasional menjadi faktor penting dalam menghasilkan rekor laba sebesar 1,25 miliar dolar AS (sekitar Rp19,5 triliun) bagi perusahaan.
Dia juga mengutip beberapa sumber terkait yang menyebut optimalisasi biaya keseluruhan sejak 2021 dan seterusnya telah berkontribusi terhadap penghematan hingga 3,273 miliar dolar AS (sekitar Rp51,2 triliun).
Indonesia, menurutnya, juga harus beralih ke ekonomi hijau dengan menggunakan keuntungan dari kedua BUMN untuk berinvestasi dalam energi terbarukan dan meningkatkan lapangan kerja lokal serta menarik investasi modal.
Karena Indonesia memiliki kekayaan bahan bakar fosil dan mineral, seperti nikel, emas dan aluminium, Indonesia, katanya, menghadapi tantangan untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil, sehingga menambang bahan bakar fosil tersebut sembari menyeimbangkan manfaat ekonominya; misalnya memasok baterai untuk kendaraan listrik sambil memulihkan sumber daya alamnya.
Menurutnya Indonesia dapat menjadi pemimpin dalam bidang ini di antara negara-negara ekonomi berkembang.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024