Esensi proklamasi kemerdekaan adalah membebaskan rakyat dari berbagai penderitaan, sedangkan induk dari penderitaan adalah penjajahan.

Indonesia secara politik dan fisik sudah bebas dari penjajahan. Tetapi bagaimanakah secara ekonomi, budaya, dan hukum?

Indonesia menjadi satu dari tiga negara di dunia, selain China dan India,  dinilai berhasil menghadapi krisis finansial di penghujung tahun lalu dan memiliki peningkatan indikator ekonomi makro yang sangat baik dibanding negara lainnya. Tapi, para pakar dan praktisi ekonomi nasional maupun internasional tetap menyuarakan keprihatinannya.

Almarhum Prof. Dr. Mubyarto, misalnya, dalam acara memperingati Kebangkitan Nasional, Jumat 20 Mei 2005 di Jakarta, dengan agak emosi menguraikan bahwa secara ekonomi Indonesia telah kembali terjajah oleh kapitalisme global yang lebih sadis di banding masa kolonial.

Sehari kemudian Prof. Mubyarto masuk rumah sakit dan akhirnya wafat tiga hari berikutnya.  Semoga arwah beliau memperoleh derajat dan kedudukan mulia di sisi Allah SWT. Amiin.

Pakar internasional,  seperti John Pilger, Brad Sampson dan Jeffrey Winters, menyebut Indonesia telah "dikapling-kapling" oleh kapitalisme global sejak 1967.  

John Perkins, seorang konsultan bisnis Amerika Serikat dalam bukunya "Confessions of economic Hit Man",  mengaku disewa oleh kekuatan kapitalisme global untuk merusak dan membuat ekonomi negara-negara berkembang termasuk Indonesia, menjadi terjajah dan sangat tergantung pada tuan besarnya, yaitu Kapitasilme Global.

Yang sangat mengejutkan, Jon Perkins memulai debutnya dari Indonesia, kata Ketua Umum Yayasan Al Washiyyah, Hidayat.

Di hari peringatan Proklamasi, patut direnungkan bagaimana keadaan bangsa dan rakyat  dalam memenuhi kebutuhan pokoknya.  Kebutuhan akan pangan, air bersih, bahan bakar, dan kebutuhan rumah tinggal.

Indonesia memiliki hamparan lahan pertanian yang luas, tapi petani beras, petani kedelai, petani jagung, petani gula, petani buah-buahan dan lain-lain masih tetap menderita.  

Warga busung lapar masih menjadi berita menarik di media massa, di sisi lain  produk-produk sejenis asal impor membanjiri pasar dalam negeri. Siapakah yang diuntungkan oleh keadaan ini? Sepertinya hanya segelintir importir dan pedagang saja.

Negeri Zamrud Khatulistiwa ini dianugerahi curah hujan yang mestinya cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduknya.  Tapi sebagian air itu mulai tidak bisa disimpan, bahkan beberapa daerah mengalami kekeringan.  Sementara  itu di daerah lainnya menjadi bencana banjir dan tanah longsor karena hutan-hutan telah banyak yang gundul.  

Di lain pihak kayu dari hutan tersebut, ternyata juga belum mampu memperbaiki kondisi perumahan rakyat.  Kalimantan yang dulu dikenal banyak memiliki rumah-rumah lamin dari kayu yang indah misalkan, sekarang hampir punah.

Memang banyak tumbuh rumah-rumah sederhana, bahkan rumah gedong mewah, tapi cobalah hitung berapa banyak rumah petak kontrakan kumuh di daerah-daerah perkotaan padat penduduk, juga rumah-rumah gubuk di pedesaan.

Demikian pula dengan kebutuhan akan bahan bakar minyak (BBM).  Indonesia adalah penghasil BBM dan sumber energi nonmigas lainnya. Tetapi karena migas telah" diijonkan "dalam bentuk kontrak dengan investor-investor asing, maka tak berdaya mengelola untuk sebaik-baik kebutuhan rakyat.

Di tengah gencarnya publikasi meningkatkan taraf hidup rakyat dan penggalakan terhadap pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), masih disaksikan kurangnya kesungguhan sebagian elit komponen bangsa untuk melakukan hal yang sama. Sudah menjadi ketentuan umum dari sebuah Negara modern, bahwa tujuaan kehidupan bernegara adalah mewujudkan masyarakat yang aman, adil makmur dan sejahtera.
 
Memakmurkan rakyat

Jika KKN dapat ditekan maka keadilan di ekonomi bisa ditegakkan, tekanan terberat terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan dapat dikurangi.  APBN Insya Allah akan menjadi tepat dan berdaya guna. Berbagai kebocoran anggaran dapat ditekan dan dioptimalkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Ekonomi biaya tinggi akan dapat ditekan sehingga daya saing produksi dalam negeri menjadi baik dan ekspor meningkat.

Dalam sejarahnya, Indonesia dikenal sebagai bangsa yang berwibawa, gagah berani dan cinta damai. Namun dalam lima tahun terakhir watak tersebut terusik oleh ulah negara jiran. Begitu juga dengan tumbuhnya terorisme domestik yang sangat merobek ketenangan dan keamanan negara. Islam mustahil memberi toleransi pada aksi terror, karena islam memiliki tabiat dasar ¿rahmatan lil ¿alamiin¿.

Bangsa  ini dituntut untuk lebih waspada, tegas dan bersatu melawan pihak mana pun yang ingin mengganggu stabilitas keamanan. Tanpa kekuatan SDM TNI yang tangguh, sistem alutsista yang modern dan bersatunya rakyat maka sulit membangun keamanan dan kewibawaan bangsa. Bisa jadi akan mengalami situasi yang menakutkan dan tidak aman.

Pendidikan nasional yang merupakan prasarana utama untuk mencerdaskan masyarakat sesuai cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 1945 (1364H). ternyata juga jauh tertinggal dari negara tetangga.  Malaysia pada  akhir 1960-an dan awal 1970-an banyak mengirim mahasiswa ke Indonesia, mengimpor guru, dosen serta dokter dari Indonesia, dalam tempo 20 tahun telah membalikkan keadaan.

Saat ini kualitas pendidikan tidak bisa bersaing dalam kancah globalisasi.  Perguruan-perguruan tinggi pun belum bisa masuk 10 besar Perguruan-perguruan tinggi Asia.  Bahkan menrut survei yang dilakukan oleh Business Week 2011, dari 77 perguruan tinggi Asia, Universitas Indonesia hanya masuk peringkat 63 dan Universitas Gajah Mada  di peringkat 68.  Sementara itu menurut Shanghai Jiao Tong University pada tahun 2005, belum satu pun perguruan tinggi Indonesia yang masuk 200 universitas top di Asia.

Lima tahun terakhir ini Indonesia mengalami berbagai musibah dan bencana yang bertubi-tubi tiada henti.  Sekalipun dengan kadar yang tidak sampai memusnahkan suatu kaum, hampir semua bentuk kemurkaan Allah Yang Maha Adil seperti dalam kisah-kisah sesuatu kaum yang menentang ajaran para Nabi di dalam Al Qur'an, telah menimpa bangsa Indonesia. Astaghfirullahalazhiim.

Mengapa berbagai musibah dan bencana ini belum kunjung berhenti?  Sebagai bangsa yang  mengaku beriman dan bertaqwa, kerap berdoa agar hal buruk tersebut dihentikan Allah Yang maha mengetahui dan memenuhi segala kebutuhan hamba-hambaNya? Namun mengapa doa-doa kita tidak dipedulikan oleh Allah SWT?

Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dalam At Targhib meriwayatkan kesaksian Aisyah r.a. tentang sebuah Hadist Qudsi yang patut diperhatikan, sebagai berikut:  "Suruhlah manusia berbuat baik dan cegahlah mereka dari kemungkaran, sebelum datang masa dimana kalian berdoa tetapi tidak Ku kabulkan, kalian meminta padaKu tetapi Aku tidak memberimu, dan kalian meminta tolong dariKu tetapi Aku tidak menolongmu".

Disebutkan pula dalam Durrul Mantsur, riwayat Tirmidzi dari Hudzaifah r.a. bahwa Nabi SAW bersabda sambil bersumpah, "Tetaplah kamu menyuruh manusia berbuat baik dan mencegah dari kemungkaran. Jika tidak, Allah akan menurunkan azab yang pedih kepadamu dan doamu tidak diterima oleh-Nya".

K.H. Mohamad Hidayat, SH, MH, selaku Ketua Umum Yayasan Al Washiyyah  mengajak untuk merenungkan semua itu. Pasca Idul Fitri, umat Muslim yang baru usai menjalankan ibadah puasa diharapkan seluruh ritual yang dijalankannya dapat membekas. Bisa membawa dan  memperbaiki kehidupan; rakyat masih juga gagal?  Mengapa usaha-usaha dalam menghentikan berbagai musibah dan bencana belum berhasil?  Dan menggapa doa-doa tersebut untuk itu tidak dikabulkan?

Tujuan memproklamasikan kemerdekaan, tujuan mendirikan Negara bukanlah keagungan, bukan ketersohoran, bukan untuk kepopuleran para penguasanya, melainkan demi keamanan, keadilan dan kesejahteraan umum rakyat.  

Untuk itu para elit nasional, para penguasa yang memperoleh titipan amanah kekuasaan dari Allah SWT, janganlah menempatkan dirinya, janganlah menjadikan didirinya sekedar sebagai tempat pujian dan tontonan, tetapi harus bisa menjadi tuntunan.  Harus bisa menjadi panutan, menjadi suri tauladan bagi rakyatnya. Sebab penguasa bukanlah artis, bukan selebritis.

Penguasa adalah pemimpin bagi rakyatnya. Pemerintah adalah pelayan bagi masyarakatnya. Pemimpin; harus dapat membawa rakyatnya mewujudkan kesejahteraan umum, mewujudkan keadilan, keamanan dan ketertiban umum.

Pewarta: Pewarta: Edy Supriatna Sjafei

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2013