Jakarta (ANTARA) -
Alasannya, dampak yang dihasilkan tak hanya berkaitan dengan kematian manusia dalam jumlah besar, bahkan risikonya bisa membawa dampak sosial dan ekonomi yang saling berhubungan erat.
EIDs adalah penyakit yang muncul dan menyerang pada suatu populasi untuk kali pertama, atau telah ada sebelumnya, tapi kembali meningkat dengan sangat cepat secara jumlah kasus baru maupun kemampuan menyebar ke berbagai daerah.
Situasi yang juga dikelompokkan dalam daftar EIDs adalah penyakit yang pernah terjadi di suatu daerah di masa lalu, kemudian terkendali, tapi kembali dilaporkan lagi dalam jumlah yang meningkat. Terkadang juga muncul penyakit lama dalam bentuk klinis baru, yang bisa jadi lebih parah atau fatal, disebut sebagai penyakit lama (re-emerging), contoh terbaru adalah Chikungunya di India.
Mayoritas penyakit emerging dan re-emerging asalnya adalah zoonotik, yang muncul dari hewan hingga menginfeksi manusia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menemukan sekitar 60 persen dari penyakit infeksi pada manusia. Sekitar 75 persen EIDs yang menyerang manusia dalam tiga dekade terakhir berasal dari hewan.
Dalam 30 tahun terakhir, telah muncul lebih dari 30 EIDs di dunia. Jumlah itu menambah daftar penyakit baru yang dilaporkan mencapai 335 penyakit sesuai riset ilmiah pada kurun 1940.
Sayangnya, Asia sering kali berperan sebagai episentrum pertumbuhan EIDs, di antaranya beberapa negara di kawasan Asia Tenggara yang berhubungan dengan Dataran Indo-Gangga, meliputi bagian paling utara dan timur India, seperti Pakistan dan Bangladesh.
Sektor lain yang juga menyokong pertumbuhan EIDs global ada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Mekong, sebagai sungai terpanjang ke-12 di dunia yang membentang dari Tibet, China, melintasi Yunnan, Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam.
Virus Nipah, demam berdarah Crimean-Congo, dan Avian Influenza (H5N1) merupakan contoh penyakit yang telah muncul baru-baru ini di kawasan Asia Tenggara. Sedangkan, penyakit infeksi yang berkembang di dunia sepanjang 2023 adalah Mpox atau cacar monyet, COVID-19, Polio, Legionellosis, Meningitis Meningokokus, West Nile Virus, Listeriosis, Crimean-Congo Haemorrhagic Fever (CCHF), penyakit Virus Hanta, A(H5N1), Demam Kuning, hingga peningkatan Kasus Respiratory Illness (Pneumonia).
Situasi Indonesia
Pakar Pulmonologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama menyebut faktor urbanisasi hingga penghancuran habitat asli merupakan salah satu pemicu zoonotik, sebab jarak hewan dan manusia menjadi kian dekat. Patogen sebagai biang infeksi berkembang pada ekologi baru dengan cara beradaptasi pada inang di luar hewan, termasuk manusia.
Demikian pula dengan perubahan iklim hingga perubahan ekosistem yang memicu mutasi genetik mikroba yang lebih resisten. Akibatnya, penyakit baru sulit untuk diprediksi namun bisa tumbuh signifikan, karena manusia mungkin hanya memiliki sedikit kekebalan terhadap penyakit ini atau tidak sama sekali.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI merangkum hasil deteksi EIDs di tanah air berdasarkan laporan penyelidikan epidemiologi hingga pekan ke-47 tahun 2023. Salah satunya adalah Mpox. Sejak kasus perdana diumumkan pada 20 Agustus 2022, Indonesia kembali melaporkan satu kasus konfirmasi pada 13 Oktober 2023.
Hingga pekan ke-47, Indonesia melaporkan penambahan delapan kasus konfirmasi Mpox, sehingga total kasus di Indonesia mencapai 59 kasus konfirmasi yang tersebar di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kepulauan Riau.
Kasus Mpox yang pada 23 Juli 2022 ditetapkan sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (PHEIC), sebenarnya telah dinyatakan berakhir pada 11 Mei 2023.
Penyakit menular yang umumnya dipicu hubungan seksual sesama pria itu dilaporkan memicu 91.878 kasus konfirmasi dengan 167 kematian di dunia. Tapi pada 18 November 2023, kembali dilaporkan beberapa penambahan kasus di dunia, dengan tiga negara penambahan kasus tertinggi adalah Amerika Serikat lebih dari 135 kasus, China 102 kasus, dan Jerman 49 kasus lebih.
Berikutnya adalah SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. Meski status pandemi resmi dicabut pada 4 Agustus 2023, nyatanya sampai dengan 25 November 2023 terdapat 6.814.248 kasus konfirmasi dengan 161.921 kematian dan 6.647.068 di antaranya sembuh yang tersebar di 514 kabupaten/kota di 34 provinsi. Lima provinsi yang melaporkan rata-rata kasus konfirmasi harian terbanyak pada pekan ke-47 tahun 2023 di antaranya adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, dan Banten.
Pada 5 Mei 2023, WHO telah mencabut status COVID-19 sebagai PHEIC. Total kasus konfirmasi COVID-19 di dunia sejak 31 Desember 2019 sampai 22 November 2023 berkisar 772.166.517 kasus konfirmasi dengan 6.981.263 kematian.
Lima negara yang melaporkan rata-rata kasus konfirmasi harian terbanyak pada pekan ke-47 2023, yaitu Iran, Republik Ceko, Armenia, Polandia, dan Lituania. Per 17 Agustus 2023, WHO menetapkan beberapa varian menjadi perhatian (VoI) yaitu XBB 1.5, XBB 1.16, dan EG.5
Penyakit menular lainnya juga terdeteksi adalah Avian Influenza (H5N1). Indonesia pernah melaporkan kasus tersebut pada 2005--2017 sebanyak 200 kasus dengan 168 kematian. Sejak 2018 belum ada pelaporan kasus baru pada manusia, baru pada pekan ke-34 tahun 2023, dilaporkan dua kasus suspek H5N1 di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, dengan hasil pemeriksaan laboratorium negatif.
Avian Influenza dilaporkan dari Kamboja pada pekan ke-47 2023 dimana terjadi tambahan dua kasus dengan satu kematian akibat H5N1. Pada 2023, telah dilaporkan sebanyak 12 kasus konfirmasi, terdiri atas enam kasus di Kamboja, empat kasus di Inggris, satu kasus di China, dan satu kasus di Chili dengan empat kematian di Kamboja. Sejak tahun 2003 hingga tahun 2023 telah dilaporkan sebanyak 882 kasus dengan 461 kasus kematian.
Pada 14 Maret 2023, Indonesia kembali melaporkan satu kasus tambahan Polio (tipe CVDPV2) melalui surveilans di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, serta ditemukan CVDPV2 pada tujuh anak sehat tanpa bergejala di lingkungan sekitar kasus. Kasus serupa juga ditemukan pada tiga pasien di Provinsi Aceh.
Situasi global hingga pekan ke-47 2023, tidak terdapat penambahan kasus polio. Total kasus Polio di 2023 sebanyak 381 kasus, terdiri atas 11 WPV1, 109 CVDPV, dan 261 CVDPV2. Namun pada pekan ini, terdapat sampel lingkungan positif CVDPV2 di Zimbabwe.
Indonesia juga perlu mewaspadai potensi MERS-CoV yang sempat terdeteksi pada pekan ke-45 tahun ini. Terdapat tambahan dua suspek MERS di Yogyakarta dan satu kasus di Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan hasil negatif MERS-CoV. Sampai saat ini, tidak ada kasus konfirmasi MERS-CoV di Indonesia.
Namun sejak dalam kurun 2013--2023, terdapat sedikitnya 584 kasus suspek MERS di Indonesia. Sebanyak 577 kasus dengan hasil laboratorium negatif dan tujuh kasus di antaranya tidak dapat diambil spesimennya.
Tidak terdapat laporan penambahan kasus konfirmasi MERS pada pekan ini secara global. Total kasus konfirmasi MERS di dunia sejak April 2012 hingga September 2023 sebanyak 2.608 kasus konfirmasi dengan 938 kematian. Sebagian besar kasus dilaporkan dari Arab Saudi sebanyak 2.199 kasus konfirmasi dengan 857 kematian.
Berikutnya adalah Virus West Nile yang disebarkan oleh nyamuk dengan gejala sakit kepala pegal-pegal hingga nyeri otot. Berdasarkan penelitian yang telah dipublikasikan oleh Myint pada 2014, kasus konfirmasi penyakit Virus West Nile pernah dilaporkan terjadi di Jawa Barat, pada 2004. Tapi sampai pekan ini belum ada pelaporan kasus.
Situasi Global Virus West Nile pada pekan ke-47 2023, terdapat penambahan empat kasus konfirmasi di Perancis. Sehingga total kasus penyakit virus West Nile yang dilaporkan di Eropa tahun ini mencapai 791 kasus dengan 66 kematian yang dilaporkan dari 12 negara Eropa.
Selain itu, dilaporkan juga penambahan satu kasus penyakit virus West Nile di Amerika Serikat sehingga total kasus penyakit virus West Nile di Amerika Serikat sebanyak 2.281 kasus.
Kemenkes pada pekan ke-40 tahun 2023 juga melaporkan satu kasus terbaru suspek Legionellosis di Kota Bandung, Jawa Barat, yang ditemukan melalui surveilans sentinel. Jenis penyakit pneumonia itu menambah daftar suspek di Indonesia yang hingga kini di angka 45 kasus, terdiri atas 23 kasus suspek di Jawa Barat dan 22 kasus suspek di Bali.
Terdapat beberapa negara yang melaporkan tambahan kasus Legionellosis pada pekan ke-47 2023, yaitu Australia sebanyak 14 kasus, Hong Kong tiga kasus, Singapura tiga kasus, dan Taiwan tujuh kasus. Selain itu, dilaporkan juga penambahan kasus pada pekan ke-46 di Amerika Serikat sebanyak 340 kasus, dan pada pekan ke-41 di Taiwan satu kasus.
Mitigasi
Walaupun sistem kesehatan masyarakat yang kuat menjadi syarat untuk menanggulangi kejadian luar biasa (KLB) EIDs di Indonesia, hal itu masih perlu diperkuat dengan kesiapsiagaan, surveilans, penilaian risiko, komunikasi resiko, fasilitas laboratorium dan kapasitas respons di daerah.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menyebut mitigasi EIDs di Indonesia diterapkan melalui tiga strategi, yakni menjamin ketersediaan obat di tanah air, deteksi dini melalui pengadaan alat diagnosa yang terafiliasi dengan jejaring laboratorium rumah sakit, dan terakhir vaksinasi.
Upaya penemuan kasus ditempuh melalui skrining secara masif terhadap pasien maupun kontak erat di wilayah kasus secara berkala Selain itu juga dilakukan pelaporan kasus melalui dukungan integrasi data pencatatan dan pelaporan melalui Aplikasi SatuSehat di telepon pintar. Terhadap temuan kasus ditindaklanjuti melalui investigasi kontak melalui pelibatan komunitas bersama jejaring fasilitas layanan kesehatan.
Khusus untuk penanggulangan Mpox, Kemenkes telah menyediakan total 1.008 botol obat Fecovirimat, beserta 4.500 vaksin Mpox. Begitu juga dengan SARS-CoV-2 melalui pengadaan vaksin COVID-19 produksi dalam negeri yang kini tersedia 4,1 juta dosis berikut kebutuhan obat yang juga sudah tersedia di Indonesia.
Hal yang sama pentingnya pula adalah ketersediaan vaksin Polio di tanah air yang dijamin pengadaannya oleh farmasi BUMN PT Bio Farma di Kota Bandung, Jawa Barat.
Kemenkes juga menjalin mitra di antara sektor kesehatan hewan, pertanian, kehutanan dan kesehatan di tingkat nasional, regional dan global dalam rangka memonitor perkembangan aktual EIDs di dunia.
Sejumlah pakar ilmu kesehatan telah mengingatkan bahwa beragam EIDs di dunia boleh jadi merupakan disease X yang berpotensi memicu pandemi di masa depan, jika situasinya tak terkendali dan luput dari pengawasan otoritas berwenang
Masyarakat dapat mengambil peran dalam menanggulangi EIDs melalui serangkaian upaya yang dianggap masih efektif hingga sekarang, mulai dari membiasakan hidup bersih dan sehat, konsisten dengan protokol kesehatan saat menghadapi ancaman, memanfaatkan peluang vaksinasi yang kini disediakan gratis oleh pemerintah, hingga hidup harmonis bersama lingkungan, termasuk hewan.
Berita Terkait
Pembiayaan pasien COVID-19 disamakan seperti penyakit lain mulai 2023
30 Desember 2022 13:32
Keleidoskop - Pelanggan program 'Electrifying Agriculture' PLN tumbuh 25 persen sepanjang 2023
5 Januari 2024 23:43
Pasang-surut dinamika sepak bola nasional selama 2023 (1)
30 Desember 2023 21:59
Deretan ponsel pintar "mid range" menarik hati yang meluncur di 2023
29 Desember 2023 21:03
Mengulang tahun gemilang Indonesia sebagai tuan rumah event olahraga
29 Desember 2023 15:36
Deretan figur publik yang menikah di tahun 2023
27 Desember 2023 13:16
Deretan film Tanah Air yang menghiasi festival film mancanegara
25 Desember 2023 09:20
Haji 2023 dan persiapan tahun depan yang masih menantang
17 Desember 2023 14:07