Jakarta (ANTARA) -
Pada penyelenggaraan ibadah haji 1444 Hijriah/2023 Masehi, Indonesia mendapat kuota dasar 221 ribu orang yang terdiri atas 203.320 orang haji reguler dan 17.680 orang haji khusus.
Kemudian Pemerintah Arab Saudi memberikan kuota tambahan kepada Indonesia sebanyak 8.000 orang yang terdiri atas 7.360 haji reguler dan 640 haji khusus.
Total ada 209.782 orang haji reguler asal Indonesia yang tiba di Arab Saudi. Sebanyak 103.809 orang (276 kloter) berangkat pada gelombang pertama (24 Mei-7 Juni 2023) dari Indonesia menuju Madinah. Sebanyak 105.973 orang (282 kloter), berangkat pada gelombang kedua (8-25 Juni 2023) dari Tanah Air menuju Jeddah.
Berdasarkan data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), hingga akhir masa operasional haji 2023 yang ditutup pada Agustus 2023, sebanyak 773 peserta haji (reguler dan khusus) wafat di Tanah Suci.
Dari 752 peserta haji reguler yang wafat, sebanyak 562 orang di antaranya berusia 65 tahun ke atas. Sebanyak 81 orang berusia 60-64 tahun, sedangkan 109 orang lainnya berusia di bawah 60 tahun.
Jamaah wafat paling tua berusia 98 tahun (dua orang) dan jamaah termuda yang wafat berusia 42 tahun (enam orang).
Penyelenggaraan Haji 2023 menjadi salah satu yang paling menantang. Pasalnya, sekitar 67 ribu peserta haji merupakan lanjut usia atau di atas 65 tahun. Banyaknya lansia pada musim haji tersebut imbas dari penerapan kebijakan Arab Saudi yang menerapkan batasan usia saat musim haji 1443 Hijriah/2022 Masehi.
Saat itu, Arab Saudi harus membatasi karena pandemi COVID-19 masih berlangsung dan jamaah dari kelompok usia tua amat rentan terpapar serta berpotensi membahayakan jiwanya.
Selain banyaknya lansia, jamaah haji juga dihadapkan pada tantangan cuaca panas. Saat itu, suhu di Tanah Suci bisa mencapai 40-48 derajat celcius. Tentu bagi masyarakat Indonesia yang hidup di area tropis, suhu setinggi itu dan kelembapan udara yang tipis amat menyiksa.
Kendati demikian, secara umum penyelenggaraan haji 1444 Hijriah/2023 Masehi berjalan dengan lancar.
Menyambut Haji 2024
Pascaberakhirnya operasional penyelenggaraan haji 1444 Hijriah/2023 Masehi, jajaran Kementerian Agama tidak bisa berleha-leha. Mereka harus kembali menyiapkan diri menyongsong penyelenggaraan haji 2024.
Kendati operasional haji baru akan dimulai pada Mei 2024, sejumlah kesiapan harus dikebut, agar pelaksanaan semakin matang dan catatan hasil dari evaluasi 2023 bisa diatasi.
Pada persiapan penyelenggaraan ibadah haji 1445 Hijriah/2024 Masehi, Indonesia mendapat kuota sebanyak 221.000 orang, terdiri atas 203.400 orang haji reguler dan 17.600 orang haji khusus.
Dalam perkembangan selanjutnya, Indonesia mendapat kuota tambahan sebesar 20.000 orang dari Pemerintah Arab Saudi. Kuota tersebut terbagi menjadi 18.400 haji reguler dan 1.600 haji khusus.
Kementerian Agama bersama Komisi VIII DPR RI lantas mengebut persiapan yang dimulai dari pembahasan biaya haji. Rapat kerja dilakukan beberapa kali, bahkan pembahasannya alot. Pro-kontra pembahasan biaya haji mewarnai rapat koordinasi yang dimulai sejak Oktober 2023.
Kementerian Agama awalnya mengusulkan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) sebesar Rp105 juta. Mereka berpendapat usulan tersebut hasil rasionalisasi karena kenaikan kurs dolar AS dan riyal.
Kemudian pada 27 November 2023, Komisi VIII DPR RI dan Kementerian Agama yang tergabung dalam panitia kerja (Panja) BPIH memutuskan biaya haji rerata sebesar Rp93,4 juta per orang.
Angka BPIH tersebut lantas terbagi menjadi biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) sebesar Rp56 juta (60 persen) dan nilai manfaat hasil kelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sebesar Rp37,3 juta (40 orang).
Usai penetapan Bipih ini, pro-kontra kembali muncul di masyarakat. Bahkan uniknya sebagian tokoh masyarakat belum bisa membedakan antara BPIH dan Bipih. Bipih sendiri berarti biaya yang harus ditanggung oleh para calon peserta haji.
Para peserta ibadah haji hanya perlu membayar Rp56 juta. Bahkan Kementerian Agama memberikan keringanan berupa pembayaran secara dicicil sejak ditetapkannya BPIH.
Langkah ini menjadi terobosan karena sebelum-sebelumnya para calon peserta haji harus melunasi Bipih secara sekaligus dalam rentang waktu yang telah ditentukan.
Di samping pembahasan BPIH, Kementerian Agama juga mulai melaksanakan seleksi petugas haji untuk slot Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Kelompok Terbang (Kloter) dan PPIH Arab Saudi.
Selain itu, lelang dengan maskapai nasional dan Arab Saudi mulai berproses. Sementara jajaran Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag telah berangkat untuk mempersiapkan akomodasi dan transportasi di Arab Saudi.
Tajuk "Haji Ramah Lansia" sepertinya akan kembali menjadi prioritas Kemenag untuk musim haji tahun depan. Jumlah calon peserta haji lansia diperkirakan akan lebih dari 40 ribu orang.
Masih banyaknya jumlah jamaah Lansia, kembali membuat Kementerian Agama harus menyiapkan penyelenggaraan haji yang lebih baik agar jumlah peserta haji yang wafat bisa ditekan.
Istitha'ah kesehatan
Ibadah haji adalah ibadah fisik karena membutuhkan kehadiran secara fisik di tempat dan waktu yang telah ditetapkan. Selain itu, ibadah haji juga membutuhkan fisik yang prima karena pelaksanaan ibadahnya cukup berat dan dalam cuaca yang cukup ekstrem, yang sangat berbeda dengan cuaca di Indonesia
Haji merupakan ibadah yang mensyaratkan adanya kemampuan (istitha'ah) dalam pelaksanaannya. Istitha'ah adalah kemampuan jamaah haji secara jasmaniah, ruhaniah, pembekalan, dan keamanan untuk menunaikan ibadah haji tanpa menelantarkan kewajiban terhadap keluarga.
Di antara istitha'ah yang harus terpenuhi adalah kesehatannya. Karenanya, pemeriksaan kesehatan perlu diperketat sebelum calon peserta haji melunasi pembayaran biaya haji.
Masyarakat umum selama ini hanya tahu bahwa pemeriksaan kesehatan dilakukan menjelang keberangkatan jamaah calon haji di asrama haji embarkasi.
Kementerian Agama kini menyiapkan skema baru pada proses penyelenggaraan ibadah haji 2024. Jika sebelumnya calon peserta haji melakukan tes kesehatan setelah pembayaran Bipih, maka tahun depan diberlakukan pemeriksaan kesehatan terlebih untuk persyaratan pelunasan.
Pemeriksaan akan dilakukan dalam dua tahap, tujuannya agar rentang pemeriksaan tahap satu dan tahap kedua bisa dimanfaatkan oleh calon peserta haji untuk menjaga dan memulihkan kesehatannya.
Apabila peserta dianggap tidak memenuhi syarat kesehatan, maka mereka bisa berangkat tahun berikutnya. Namun apabila proses pemeriksaan kesehatan menentukan seorang peserta yang sudah tidak memungkinkan berangkat lagi, seperti ada komorbida berat, maka ada skema pelimpahan porsi.
Ketentuan mengatur bahwa pelimpahan bisa diberikan kepada ahli waris yang ada pertalian sedarah.
Patut untuk ditunggu sejauh mana implementasi kebijakan yang digulirkan Kementerian Agama dalam menyelenggarakan perjalanan ibadah haji yang proporsional dan nyaman.
Tentunya, kenyamanan dan kemudahan layanan harus menjadi prioritas agar pelaksanaan ibadah haji terus membaik.