Jakarta (Antara Babel) - Tim Kuasa Hukum Bupati Sabu Raijua NTT, Marthen Dira Tome, tersangka korupsi dana pendidikan luar sekolah (PLS) Dinas Pendidikan NTT tahun anggaran 2007, akan mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Rabu (16/11).

"Sebenarnya sudah didaftarkan kemarin (Senin, 14/11) soal penetapan tersangka kemudian kan ada peristiwa penangkapan dan penahanan jadi kami akan merevisi sehingga pokok praperadilan yang akan kami daftarkan adalah penangkapan tidak sah, penahanan tidak sah, dan penetapan tersangka tidak sah," kata Yohanis D Hiri, Kuasa Hukum, Marthen Dira Tome di Gedung KPK, Jakarta, Selasa.

Lebih lanjut, pihaknya menyatakan keberatan atas penetapan tersangka atas kliennya tersebut.

"Karena kasus ini sudah panjang ceritanya sehingga sampai Mei 2016 kami mengajukan praperadilan. Putusan praperadilan di PN Jaksel memenangkan kami," katanya.

Berdasarkan putusan itu, kata dia, memerintahkan KPK untuk memberhentikan kasus ini dengan mengembalikan berkas kepada Kejaksaan Tinggi sehingga harus dihentikan dan juga menyatakan bahwa semua keputusan pada termohon dianggap tidak sah.

"Itu sampai dengan Mei 2016. Kemudian tiba-tiba pada Oktober lalu kami mendapatkan informasi lewat surat panggilan kepada saksi-saksi untuk diperiksa pertanggal 10,11, dan 12 Oktober di Kupang. Di dalam surat itu, sudah dicantumkan bahwa tersangkanya Marthen Dira Tome," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo memberikan alasan terkait penangkapan Bupati Sabu Raijua NTT, Marthen Dira Tome oleh petugas KPK pada Senin (14/11) malam di Jakarta atas dugaan tindak pidana korupsi dana pendidikan luar sekolah (PLS) Dinas Pendidikan NTT tahun anggaran 2007.

"Jadi gini, Bupati Sabu Raijua itu setelah ditetapkan sebagai tersangka yang pertama dulu dan kemudian ada putusan praperadilan (18 Mei 2016 di PN Jakarta Selatan) kami kalah memang kemudian perintah praperadilan itu dilaksanakan kemudian kami keluarkan surat perintah penyidikan yang kedua," kata Agus.

Saat dikeluarkan surat perintah penyidikan kedua, kata Agus, teman-teman dari penyidik KPK menghadapi hambatan di lapangan.

"Jadi, misalnya saksi yang akan didatangkan, kemudian tidak boleh didatangkan oleh pihak yang sedang bermasalah ini, ada pengerahan massa. Oleh karena itu, banyak (hambatan) dihadapi teman-teman yang sekarang masih ada di NTT," tuturnya.

Kemudian, kata Agus, pada Senin (14/11) memang pihaknya melakukan pembicaraan dengan penyidik terkait langkah-langkah terbaik soal penahanan Bupati Sabu Raijua itu.

"Yang terbaiknya seperti apa supaya tidak menghilangkan barang bukti, tidak melakukan hal-hal yang kami tidak inginkan, kebetulan beliau ada di Jakarta ya sudah kami kan setelah penyidikan kan boleh dilakukan penahanan," ucap Agus.

Kasus korupsi dana PLS ini sendiri merupakan hasil koordinasi dan supervisi KPK dengan Kejaksaan Tinggi NTT. Penyerahan kasus ini dilakukan pada Oktober 2014 dan pemeriksaan terakhir saksi dilakukan pada 31 Maret 2016.

Marthen Dira Tome saat kasus itu terjadi menjabat sebagai Kepala Subdinas PLS Provinsi NTT dan pejabat pembuat komitmen.

PLS merupakan dana dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT pada 2007 yang diambil dari dana APBN. Pada 2007 ada dana yang disebut dekonsentrasi APBN sebesar Rp77,6 miliar yang terdiri atas program pendidikan formal dan informal, program Pendidikan Anak Usia Dasar (PAUD), program pengembangan budaya baca dan program manajemen pengembangan pendidikan.

Namun nilai kerugian negara masih dihitung.

Terhadap Marthen, KPK menyangkakan pasal 2 ayat (1) subsider pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1.

Pasal tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, maupun setiap orang yang penyalahgunaan kewenangan karena jabatan yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara.
   
Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016