Jakarta (Antara Babel) - Dalam tiga pekan terakhir Presiden Joko Widodo secara intensif melakukan pertemuan dengan berbagai elemen bangsa dan juga mengunjungi serta bertatap muka dengan para prajurit TNI dan korps Kepolisian.

Menjalin komunikasi dengan berbagai pihak merupakan salah satu upaya yang efektif untuk menjelaskan bagaimana pemerintah merespon sejumlah isu yang berpotensi mendorong pemahaman yang salah dari masyarakat.

Banyaknya saluran informasi yang dapat diakses oleh masyarakat membuat berita atau kabar apapun dengan kualitas yang beragam sampai di tangan warga apa adanya.

Dalam sebuah kesempatan Presiden menyampaikan pentingnya masyarakat menyaring kabar-kabar yang didapat dari kanal media sosial.

Ia mengatakan, bila masyarakat melihat informasi di media sosial pada satu bulan belakangan ini banyak unggahan yang sifatnya saling menghujat, isinya saling mengejek, isinya saling memaki, isinya banyak fitnah, isinya adu domba dan provokasi.

Menurut Presiden, hal tersebut yang harus diperbaiki karena tindakan-tindakan tidak terpuji itu bukan merupakan karakter bangsa Indonesia yang sesungguhnya.

Tindakan tersebut ditegaskan Presiden bukan merupakan tata nilai bangsa Indonesia dan Umat Islam di Tanah Air.

"Kita tidak mau kita rusak, infiltrasi masuk, kita jadi bangsa yang suka saling hujat, memaki, memfitnah, mengadu domba, bangsa kita punya budi pekerti yang baik, punya sopan santun yang baik akhlakul karimah yang baik," katanya.

Namun terjadi yang sebaliknya di media sosial saat ini sehingga Presiden mengingatkan agar masyarakat mulai waspada.

Kunjungan dan pertemuan Presiden dengan berbagai elemen dalam tiga pekan terakhir tak hanya sekadar membuka komunikasi politik dengan berbagai unsur masyarakat namun juga memberikan pemahaman bahwa anggota TNI dan Kepolisian merupakan salah satu unsur yang penting bersama masyarakat.

Saat bertemu dengan pengurus sejumlah organisasi Islam dan organisasi kemasyarakatan, Kepala Negara juga memberikan penegasan atas penanganan masalah yang menjadi kepedulian sejumlah kalangan.

Di sisi lain, dalam sebuah kesempatan lainnya, Presiden Joko Widodo juga menyampaikam kemajemukan dan keberagaman merupakan salah satu hal positif yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sehingga harus dijaga.

Menurutnya, sistem ketatanegaraan Indonesia menghargai dan menjamin kemajemukan dan kebhinekaan.

"Sistem kenegaraan, ketatanegaraan kita menghargai menjamin kemajemukan dan kebhinekaan itu dan tugas kita menjaga," katanya.

Mantan Gubernur DKI itu mengatakan Indonesia dianugerahi keberagaman dan kemajemukan termasuk dalam hal suku yang jumlahnya lebih dari 700, bahasa daerah 340, seni, dan budaya yang seluruhnya berbeda-beda.

Bahkan tarian daerah yang bila dikumpulkan bisa mencapai lebih dari 4.000 ragam.

Sebagai Presiden sekaligus Kepala Negara ia mengajak semua pihak untuk menjaga agar prinsip-prinsip dalam Pancasila tetap utuh.

Menurut dia, bangsa Indonesia patut menyukuri memiliki pemimpin hebat dan besar yakni Ir Soekarno yang telah mewariskan ideologi Pancasila sebagai kekuatan dan alat pemersatu bangsa yang beragam.

Ia mencontohkan seperti halnya demonstrasi 4 November 2016, umat yang datang berdemo sejatinya memiliki niat yang baik dengan kesungguhan di samping konstitusi juga memperbolehkan untuk menyampaikan aspirasi dan pendapat melalui unjuk rasa.

Namun tetap harus ada aturan yang ditaati dan diikuti termasuk untuk tidak berlaku anarkis.

"Oleh sebab itu, pada kesempatan baik ini saya perlu ingatkan kita semuanya mengenai kebersamaan kita sebagai bangsa, jangan sampai ada yang ingin merusak kebersamaan ini, jangan sampai ada yang ingin memecah-belah kita," katanya.

    
Negara aman

Dalam komunikasi politik yang dilakukan Presiden, setidaknya ada sejumlah hal yang hendak disampaikan oleh kepala negara.

Ketika sebagai Panglima Tertinggi, saat mengunjungi semua unsur TNI dan Kepolisian, Presiden ingin memberikan pesan bahwa aparat keamanan tetap solid dan siap menjalankan fungsinya sesuai undang-undang.

Ia mengatakan safari kunjungan ke markas dan satuan-satuan prajurit TNI dan Polri dalam sepekan ini untuk memastikan loyalitas kepada negara.

"Dalam ketatanegaraan kita, saya ingin memastikan semuanya loyal pada negara, setia pada Pancasila, pada UUD, pada Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada kebhinekaan kita," kata Presiden.

Presiden mengatakan, dengan pertemuan langsung tersebut, dirinya bisa merasakan kesiapan semua prajurit TNI dan Polri dalam menjaga keutuhan NKRI.

Sementara itu pesan lain yang hendak disampaikan Presiden adalah negara dalam keadaaan aman dan pemerintah bisa menyelesaikan masalah-masalah yang ada.

"Saya datang ke markas-markas di TNI dan Polri ini untuk memberikan rasa tenteram bagi masyarakat. Karena pasukan semuanya pada posisi siap mengamankan negara. Jadi justru menentramkan. Negara aman, sangat aman," katanya.

Presiden juga mengingatkan agar para pasukan selalu mewaspadai segala ancaman yang dapat memecah-belah bangsa.

Ia meminta anggota TNI dan Polri berdiri tegak di atas semua golongan, mengatasi kepentingan pribadi dan kelompok dan jangan pernah mundur dari ancaman mereka yang ingin memecah belah bangsa, mengadu domba bangsa.

Sejumlah kalangan menilai isu yang berkembang akhir-akhir ini terkait dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama hendaknya terus diproses dalam koridor hukum dan tak beranjak menjadi ranah politik.

Namun demikian proses hukum harus dijalankan dengan langkah-langkah yang tepat dan proporsional sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.

Sejumlah masalah tersebut jangan sampai kemudian merembet menjadi ranah politik dan kemudian justru menghambat kerja pemerintah dalam melaksanakan programnya.

Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf menegaskan ada pemikiran melakukan pemakzulan atau impeachment terhadap Pemerintahan Presiden Joko Widodo karena kasus terlalu berlebihan.

"Baik kudeta maupun 'impeachment' itu sangat buruk untuk sebuah negara, 'harga' yang harus dibayar terlalu mahal," katanya dalam sebuah acara di Jakarta baru-baru ini.

Dalam konteks pemakzulan di luar jalur formal, menurut dia, itu sudah pasti ditolak oleh masyarakat karena mereka paham hal tersebut akan memicu ketidakstabilan politik, dan akan merembet ke aspek lainnya.

Pada konsolidasi yang dilakukan Presiden Joko Widodo dengan PBNU, Muhammadiyah, MUI, TNI dan Polri, ia mengatakan semuanya menolak hal yang dapat menimbulkan ketidakstabilan tersebut.

"Jadi biarkan lah proses hukum itu berjalan. Jangan sampai dinamika itu dipolitisasi dan jadi ancaman kepada Presiden," ujar dia.

Menurut dia, Presiden tidak bisa memutuskan seorang menjadi tersangka, dan bila dilakukan itu sudah berada di luar batas ruang hukum. Masyarakat boleh saja menekan, tapi tidak boleh mengancam, dan pemakzulan terkait kasus ini juga berlebihan.

Komunikasi politik yang dilakukan Presiden hendaknya juga bisa diterjemahkan dengan baik oleh para menteri dan pembantu Presiden  lainnya.

Namun lebih dari itu, dukungan masyarakat terhadap pemerintah tak akan surut bila dalam perjalanannya pemerintah mampu mewujudkan program-program yang dijanjikannya dan memastikan rakyatnya dapat hidup dengan baik, aman dan sejahtera.

Pewarta: Panca Hari Prabowo

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016