Pangkalpinang (Antara Babel) - Diterbitkannya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.577/Menhlk/Setjen/PLA.2/7/2016 tentang Penetapan Taman Hutan Raya (Tahura) Gunung Menumbing membawa konsekuensi berat bagi Pemerintah Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Di sisi lain, terbitnya keputusan tersebut diyakini akan membawa dampak positif bagi pembangunan kepariwisataan, namun di sisi lain beban dalam menjaga Hutan Menumbing tetap menjadi kawasan konservasi semakin berat.

Menurut Kepala Dinas Perhubungan Pariwisata Kebudayaan dan Informatika Kabupaten Bangka Barat, Rozali tanpa adanya perubahan status tersebut wisata di Menumbing tidak akan berkembang karena selalu terbentur regulasi.

Sebagai contoh kasus, sudah tiga tahun lalu pemkab mengajukan ke PT PLN (Persero) agar kastil yang berada di puncak Menumbing bisa dialiri listrik, namun jaringan hingga saat ini belum bisa terealisasi karena PLN tidak berani membangun jaringan terkait status kawasan.

Macetnya rencana perluasan areal parkir di puncak, gedung pertemuan dan pertunjukan serta yang lainnya juga belum bisa dilaksanakan karena benturan status tersebut.

Pemerintah daerah sudah lama merencanakan pengembangan lokasi wisata Menumbing, namun belum bisa berjalan dengan baik karena semuanya terbentur status lahan.

Melalui perubah fungsi hutan menjadi Tahura, diyakini pemerintah tidak hanya akan berdampak positif terhadap mengembangkan objek di puncak bukit, namun mulai dari kaki gunung bisa dimanfaatkan untuk menunjang perkembangan pariwisata.

Di kaki gunung bisa dibangun agrowisata, pusat penelitian flora dan fauna, taman bermain, lintas alam, bumi perkemahan, dan berbagai lokasi kegiatan lain yang berhubungan dengan alam dan sejarah.

Perubahan status menjadi kunci pengembangan pariwisata lokasi tersebut dan tentunya akan memudahkan pemkab dalam melakukan pengawasan hutan karena dengan adanya perubahan status maka seluruh kawasan konservasi tersebut sepenuhnya dikelola daerah.

Namun perlu disadari, seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat harus tetap memperhatikan keutuhan zona-zona inti yang ada di dalamnya.

Berdasarkan penelitian dan pendataan satwa yang berada di hutan konservasi Gunung Menumbing Muntok yang dilaksanakan bersama Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan berhasil mengumpulkan data penting yang bisa menjadi dasar untuk melindungi dan melestarikan spesies lokal.

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bangka Barat mengungkapkan, meskipun baru sebatas gambaran awal jenis spesies satwa yang ada di Gunung Menumbing namun diharapkan kegiatan ini terus berlanjut untuk memberikan perlindungan jenis binatang yang masih ada dan masuk dalam kategori dilindungi.

Dalam penelitian itu, tim berhasil menemukan sebanyak 94 jenis burung, 14 jenis binatang amphibi, 25 jenis binatang melata atau reptil dan 11 jenis binatang mamalia.

Pada dasarnya binatang yang ada di lokasi itu saat ini terancam habitatnya karena berbagai aktivitas yang ada seperti penambangan, pembalakan dan pengambilan satwa satwa liar, ini perlu dicegah untuk menjaga populasi keanekaragaman satwa yang ada.

Keberadaan berbagai jenis fauna ini penting karena menjadi penciri provinsi dan habitatnya perlu diketahui masyarakat agar bisa dijaga bersama.

Pemkab akan terus memberikan sosialisasi mengenai keanekaragaman dan konservasi fauna kepada masyarakat karena merekalah yang setiap hari berinteraksi dengan binatang itu dan diharapkan bisa menjaga kelestariannya.

Dari berbagai jenis binatang yang ditemui di kawasan hutan konservasi Gunung Menumbing antara lain, untuk jenis mamalia ditemukan kubung, mentilin, kancil, kijang, tikus tanah, tupai terbang, babi hutan, kucing, hutan, monyet ekor panjang, lutung dan kelelawar.

Untuk jenis binatang amphibi terdiri dari empat family, yaitu bufonidae, dicroglossidae, ranidae dan rachoporidae, sementara untuk jenis reptil terdapat sembilan family terdiri dari agamidae, colubridae, crotalidae, elaphidae, varanidae, trionychidae, scincidae, phytonidae dan geckonidae.

Selain itu, tim juga menemukan 94 jenis burung seperti kuntul kecil, elang, puyuh, pelatuk, punai dan lainnya yang masih ada meskipun populasinya sudah sangat berkurang dibanding beberapa tahun lalu.

Adanya kegiatan itu akan ditindaklanjuti dengan melakukan perlindungan terhadap keberadaan hutan konservasi Gunung Menumbing yang bisa digunakan sebagai pengawetan keanekaragaman hewan, tumbuhan dan ekosistemnya.

"Untuk kegiatan ini kami jadikan Gunung Menumbing sebagai objek penelitian karena gunung itu sudah ditetapkan sebagai hutan konservasi dan menjadi salah satu objek wisata yang sedang dikembangkan," kata dia.

Pentingnya Hutan Menumbing sebagai kawasan konservasi menjadi tugas berat pemerintah, untuk itu Dinas Kehutanan Kabupaten Bangka Barat mengusulkan dibentuk UPT Tahura Menumbing.

Penetapan fungsi Menumbing sebagai Tahura juga ditindaklanjuti dengan sosialiasi blok pemanfaatan dengan menggandeng IPB sebagai pelaksana konsultasi publik.

Penataan blok pemanfaatan meliputi, blok rehabilitas, reboisasi, pemanfaatan oleh masyarakat dan lainnya terus digencarkan agar tidak terjadi kesalahan dalam pengelolaan sehingga kelestarian hutan tetap terjaga.

Dengan adanya kelembagaan berupa UPT Tahura Menumbing ke depan diharapkan tetap ada penjagaan dan pengawasan kawasan konservasi di hutan tersebut.

Melalui UPT tersebut, nantinya akan dilakukan kegiatan pengamanan berupa patroli, penyediaan polisi hutan dan mempermudah koordinasi dengan BKSDA sehingga tidak ada pembiaran keamanan dan pengawasan hutan konservasi.

Patut ditunggu kiprah UPT Tahura Menumbing yang saat ini format perencanaannya sudah ditangani di Bagian Organisasi Pemkab Bangka Barat sebagai keseriusan pemerintah dalam pengamanan dan perlindungan Hutan Konservasi Menumbing yang saat ini berfungsi sebagai Hutan Taman Raya Menumbing yang memiliki luas 3.333,2 hektare.

Pewarta: Donatus Dasapurna Putranta

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016