Banyuwangi (Antara Babel) - Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, beberapa waktu lalu mendapatkan "Harmony Award" atau Anugerah Kerukunan Umat Beragama dari Kementerian Agama (Kemenag) karena dinilai mampu mewujudkan kerukunan antarumat beragama dan mampu mengelola perbedaan dengan bijak.

Sejumlah wilayah di kabupaten berjuluk "Sunrise van Java" yang berada di ujung timur Pulau Jawa itu memang memiliki keragaman umat beragama, namun masyarakatnya hidup rukun dan damai. Bahkan satu sama lain saling mendukung dalam kegiatan keagamaan mereka.

Salah satunya adalah Desa Sumbergondo, Kecamatan Glenmore, termasuk desa-desa sekitarnya. Sudah turun temurun masyarakat Muslim, Hindu, dan Kristen di daerah bertanah pertanian subur dan pasokan air melimpah itu hidup rukun dalam perbedaan iman.

Warga Desa Sumbergondo sebanyak 10.250-an jiwa dengan komposisi 62,75 persen Islam, 0,875 persen Kristen dan selebihnya adalah Hindu.

"Kami mengimplementasikan ajaran Islam rahmatan lil'alamin. Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Makanya sejak dulu di sini tidak ada masalah apalagi konflik antarumat beragama," kata Kepala Desa Sumbergondo Norman kepada Antara, suatu siang.

Bukan hanya pengakuan sepihak dari kalangan mayoritas atas kerukunan itu. Bahkan, sejumlah tokoh Hindu, hampir serempak mengatakan bahwa mereka hidup nyaman di tengah masyarakat mayoritas Muslim.

"Kami rukun-rukun saja dengan para tetangga di sini. Tidak ada masalah," kata Mangku Katijan, tokoh agama Hindu yang juga pemimpin di Pura Sari Mulyo, Sumbergondo.

Ia mengaku tinggal di Sumbergondo sejak tahun 1964 setelah pindah dari tanah kelahirannya di Genteng, Banyuwangi. Dia bersyukur hingga kini tidak pernah menemukan persoalan dalam hubungan sosial masyarakat yang berbeda keyakinan.

Meskipun baru diangkat menjadi mangku (pemimpin umat) pada tahun 2000, ia mengaku sudah merasakan kebersamaan masyarakat Sumbergondo sejak lama.

Sementara Mangku Suparman yang memimpin umat Hindu di Dusun Wonoasih, Desa Bumiharjo, yang bersebelahan dengan Sumbergondo, mengaku ikut merasakan ajaran Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.

"Iya saya tahu juga mengenai ajaran itu dari saudara Muslim. Kami rukun-rukun saja dan saling membantu. Saya juga mengamalkan ajaran agama saya untuk memelihara alam, termasuk semua makhluk. Banyak juga saudara Muslim yang sakit datang berobat ke saya, ya saya layani," katanya.

Supriati, istri Suparman menimpali bahwa tidak ada gunanya berebut saling mengaku paling benar dalam hal beragama, karena yang dirugikan adalah umat itu sendiri.

Ia mengaku bersyukur hidup di daerah yang kerukunan umat beragamanya tetap terjaga dan tidak terpengaruh oleh situasi di tempat-tempat lain yang sesama umat beragama saja menunjukkan saling permusuhan.

"Kami orang desa. Biarlah kalau di tempat lain ada masalah, seperti di Jakarta yang sedang ramai-ramai (terkait pilkada)," katanya.

Menurut Supriati, saking rukunnya, masyarakat di daerahnya juga saling mengingat tetangganya yang beragama lain saat mereka merayakan hari besar keagamaan.

"Kalau hari raya Islam, yang memberi jajan dan nasi ke rumah saya ratusan. Kami senang-senang saja, demikian juga sebaliknya," kata perempuan yang mengaku pernah mengenyam SMP di lembaga pendidikan Kristen itu.

Suparman dan Supriati bertekad untuk terus melestarikan kehidupan rukun di daerahnya sampai kapanpun agar Indonesia terus menjadi negara yang besar dan damai.

Kepala Desa Sumbergondo Norman menambahkan bahwa salah satu bentuk mewujudkan Islam sebagai rahmat itu adalah ketika Hari Idul Adha, dimana seluruh tokoh umat Muslim di berbagai RW dan RT, memastikan bahwa seluruh warga, baik Muslim maupun nonmuslim harus mendapatkan bagian daging kurban.

Hal itu sudah menjadi kesepakatan tidak tertulis. Jangan sampai ada daerah yang kekurangan daging, apalagi sampai ada umat lain yang tidak kebagian. Ketua RT/RW yang kelebihan daging akan menghubungi RT/RW yang lain yang masih kurang, sehingga terjalin kebersamaan.

Selain berdampak pada kehidupan yang damai antarumat, harmoni di Desa Sumbergondo juga berdampak pada rendahnya kejadian kriminal di daerah itu. Selama beberapa tahun ini, Sumbergondo aman dari tindakan kriminal, termasuk pencurian.

Sementara Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan kerukunan antarumat beragama adalah fondasi dan modal utama untuk membangun daerah menjadi lebih baik. Konflik hanya akan menguras energi masyarakat yang tidak akan menghasilkan perubahan positif.

"Sudah banyak contoh daerah atau negara yang hancur karena konflik antarumat beragama maupun antaretnis. Ngeri dampaknya. Dengan masyarakat yang rukun, kita bersama-sama melangkah ke arah yang lebih baik," ujarnya.

Anas mengatakan, Harmony Award adalah pelecut untuk terus mempertahankan kerukunan umat. "Tentu award ini bukan puncak atau akhir perjalanan dalam menjaga kerukunan, tapi merupakan mata rantai dari ikhtiar tak pernah putus untuk mewujudkan masyarakat yang senantiasa rukun dalam perbedaan. Terima kasih kepada Bapak Menteri Agama yang terus mendorong dan mengapresiasi daerah dalam mewujudkan kerukunan umat," katanya.

Menurut Anas, kerukunan umat beragama lahir dari pemahaman bahwa perbedaan adalah keniscayaan dan rahmat. Pemahaman tersebut kemudian membuahkan sikap saling menghormati dalam keragaman.

Di Banyuwangi, secara berkala Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) menggelar pertemuan. Dalam pertemuan tersebut, para tokoh dan umat melakukan kegiatan-kegiatan positif secara bersama-sama, seperti terlibat dalam program pembangunan daerah, ikut menyosialisasikan program pendidikan dan kesehatan, dan menyampaikan aspirasi serta kritik yang bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pembangunan.

Bupati Anas sendiri secara berkala juga menyampaikan kinerja pembangunan kepada para tokoh agama untuk meminta masukan agar programnya semakin baik.

Pihaknya mengaku meminta tolong kepada para pemuka agama untuk menyampaikan kepada umat melalui ceramah atau khutbah tentang berbagai hal, seperti program beasiswa, arah pembangunan, sampai imbauan untuk mengantisipasi demam berdarah.

Selain itu di Banyuwangi juga rutin digelar dialog antarpemuda lintas agama lewat kemah bersama yang diberi nama Formula 1 (Forum Pemuda Lintas Agama Bersatu). Para pemuka agama juga dilibatkan, misalnya dalam program penguatan belajar dan aspek religi siswa yang mengajak lembaga dari beragam agama, mulai NU, Muhammadiyah, Pasraman Hindu, pemuka Kristen, Katolik, Buddha sesuai agama masing-masing siswa.

Pewarta: Masuki M Astro

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017