Jakarta (ANTARA) -
Ada yang baru datang, keluar ruang sidang, ada pula yang tengah menunggu giliran sembari duduk di tempat yang disediakan. Bahkan ada di antara mereka yang berada di emperan PN Jaksel.
Gedung PN Jaksel siang itu seolah menjadi saksi bisu masyarakat yang ingin mencari keadilan, dengan berharap hakim bisa memutuskan perkara yang sedang mereka perjuangkan dengan bijak dan sesuai harapan.
Sama dengan masyarakat yang berperkara pada umumnya, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, pun pantang letih mengajukan berbagai praperadilan perkara korupsi di Indonesia yang dirasa mengganjal dan butuh perhatian lebih.
Seperti perkara yang saat ini sedang menjerat mantan Ketua KPK Firli Bahuri terkait dugaan pemerasan kepada mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka pemerasan oleh Polda Metro Jaya pada Rabu 22 November 2023 atau sekitar 5 bulan lalu, namun hingga saat ini yang bersangkutan belum juga ditahan aparat hukum.
Oleh karena itu, MAKI mencurigai kasus tersebut telah dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan atau SP3 oleh Polda Metro Jaya. Kasus itu dinilai Boyamin telah mangkrak karena tidak ada perkembangan signifikan.
Bisa jadi karena terlalu lama tidak ada perkembangan berarti, Boyamin mencoba melihat dari dalam dirinya.
"Mungkin kita harus berkorban. Kalau orang Jawa, kita harus memberikan ‘tumbal',” kata Boyamin beberapa waktu lalu saat berbincang dengan ANTARA.
"Tumbal" itu berupa, menurut Boyamin, ia akan membubarkan MAKI ketika kasus pemerasan atau korupsi mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri sampai disidangkan di pengadilan.
Praperadilan
Pada awal Maret lalu MAKI, Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI), serta Kerukunan Masyarakat Abdi Keadilan Indonesia (Kemaki) mengajukan gugatan praperadilan kasus tersebut di PN Jaksel.
Dalam gugatannya, ketiga organisasi itu bersepakat untuk menggugat Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya, Kepala Kepolisian RI, dan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, terkait belum ditahannya mantan Ketua KPK Firli Bahuri.
Waktu itu Koordiantor MAKI Boyamin mengatakan bahwa gugatan yang dilayangkannya tersebut merupakan bentuk kekecewaan terhadap institusi yang menangani kasus tersebut karena sudah lebih dari 4 bulan yang bersangkutan belum juga ditahan.
Padahal, Firli Bahuri, selain sudah ditetapkan sebagai tersangka, juga telah dipanggil dua kali oleh penyidik namun tidak datang, dan Kepolisian juga tidak menerbitkan surat perintah "membawa paksa". Perlakuan itu, menurut Boyamin, akan berbeda jika yang berperkara masyarakat biasa.
Boyamin juga menunjukkan bukti bahwa dirinya pernah dibawa paksa karena tidak memenuhi panggilan penyidik dua kali, padahal statusnya saat itu masih menjadi saksi. Surat tersebut juga dilampirkan sebagai salah satu bukti pada sidang praperadilan kasus Firli Bahuri.
Menurut Boyamin, diajukannya gugatan praperadilan kasus Firli Bahuri merupakan bentuk kekecewaan terhadap instansi yang menangani karena kasus tersebut juga belum menunjukkan titik terang apakah akan dilanjutkan atau SP3.
Pada saat putusan praperadilan yang dibacakan oleh Hakim Tunggal PN Jaksel Sri Rejeki Marshinta di Jakarta, pada 5 April lalu, gugatan dari penggugat ditolak secara keseluruhan.
Hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa kasus dugaan suap yang dilakukan oleh mantan Ketua KPK Firli Bahuri masih berlangsung di Polda Metro Jaya dengan dibuktikan sejumlah alat bukti yang disampaikan pada saat persidangan.
Selain itu, para penggugat juga tidak dapat membuktikan bahwa kasus mantan Ketua KPK tersebut telah dihentikan oleh penyidik, sehingga apa yang disampaikan masih prematur.
"Tidak adanya satu bukti apa pun dari pemohon dalam penghentian karena penyidikan masih berlanjut dan pemohon tidak dapat membuktikan dalilnya,” kata Hakim Tunggal Sri ketika membacakan putusan.
Kasus tidak mandek
Polda Metro Jaya memastikan kasus yang menjerat mantan petinggi KPK dan Kepolisian itu akan berlanjut dan tidak ada penghentian atau SP3. Kasus itu juga berjalan sesuai dengan tahapan yang ada.
Hal itu bukan hanya disampaikan sekali atau dua kali oleh Polda Metro Jaya, namun setiap pejabat tinggi lembaga tersebut dikonfirmasi selalu menyatakan hal yang senada dan meyakinkan tidak ada SP3.
Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Metro Jaya Kombes Pol. Ade Safri Simanjutak kepada media sebelumnya menegaskan bahwa kasus Firli Bahuri akan diselesaikan secara profesional, transparan, akuntabel, hingga tuntas. Namun, dia belum bersedia mengungkapkan perkembangan kasus tersebut secara gamblang.
Begitu juga apa yang diungkapkan oleh Kapolda Metro Jaya Irjen Pol. Karyoto yang memastikan penyelesaian kasus dugaan pemerasan oleh Firli Bahuri terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Persidangan perkara SYL sendiri saat ini masih berlangsung.
Karyoto menyebutkan, pihaknya masih berupaya untuk melengkapi berkas perkara tersebut ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.
"Saya pastikan akan selesaikan, kita sudah di fase terakhir. Perkara itu jalannya dengan berkas, berkasnya ini memang sedang ada di kita dan dalam waktu yang tidak lama akan kita selesaikan,” kata Irjen Karyoto pada akhir Ramadhan lalu.
Polda Metro Jaya telah menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) pada 22 November 2023). Kasus itu terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya sekitar tahun 2022 -- 2023.
Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP.
Kasus Firli Bahuri memang sempat memanaskan pemberitaan di semua media massa dari awal dugaan pemerasan hingga penetapannya sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya.
Selain itu, kasus tersebut juga menjadi sorotan publik karena yang bersangkutan pada saat ditetapkan tersangka merupakan ketua lembaga antirasuah di negeri ini, yaitu KPK, yang baru saja mendapatkan masa perpanjangan masa tugas setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Masa jabatan pimpinan KPK sebelum adanya putusan MK yaitu 4 tahun, tapi dengan adanya putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 berlaku juga bagi pimpinan KPK saat ini, demikian tercantum dalam pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 68/PUU-XXI/2023.
Namun alangkah terkejutnya publik setelah “kado” perpanjangan masa tugas bagi pimpinan KPK, malah diikuti dengan dugaan Ketua KPK Firli Bahuri terlibat skandal korupsi, yang sampai saat ini perjalanan kasusnya belum juga dilimpahkan ke pengadilan.
Oleh karena itu, publik berharap aparat hukum membuktikan keseriusannya untuk menyelesaikan perkara besar ini, agar kepercayaan masyarakat kepada Polri maupun KPK menguat kembali.