Sungailiat (Antara Babel) - Organisasi Emas Diving Club (EDC) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menolak rencana pengangkatan bangkai kapal perang Jepang, Ashigara, di perairan Muntok, Kabupaten Bangka Barat oleh salah satu perusahaan swasta.
Ketua Harian EDC Syarli Nopriansyah di Sungailiat, Jumat, mengatakan pengangkatan itu akan menghilangkan aset yang sangat berharga karena bangkai kapal itu sudah menjadi situs sejarah.
"Kami bersama Badan Arkeologi Jambi melakukan survei di lapangan sekaligus menjaga cagar budaya itu," ujarnya.
Menurut Syarli, kapal Ashigara tenggelam saat terlibat peperangan dengan tentara sekutu pada 8 Juni 1945.
"Sejak 1945 bangkai kapal itu sudah ada di perairan Muntok, jadi aneh saja jika kini muncul alasan bahwa pengangkatan harus dilakukan karena dianggap mengganggu jalur pelayaran, karena selama ini tidak ada masalah di jalur itu," jelasnya.
Kalau sampai bangkai kapal itu diangkat, menurut dia Indonesia akan mendapat protes dari Jepang atau dunia internasional karena itu merupakan situs sejarah.
Lebih jauh ia mengatakan kondisi kapal itu sendiri masih bagus dan juga layak jika dijadikan sebagai kawasan wisata menyelam. Ia meyakini banyak para penyelam dari seluruh Indonesia dan bahkan dari luar negeri yang akan datang untuk melihat bangkai kapal tersebut.
Sebelum karam kapal perang itu berlayar dari Batavia hendak ke Singapura. Panjang kapal itu sendiri mencapai 200 meter.
"Saya ketahui penyiapan dokumen kapal tersebut untuk cagar budaya bersama Badan Arkeologi Jambi memang belum final, namun sedang dalam proses," katanya.
Dia juga memastikan pihaknya selalu memantau kawasan perairan itu dan sama sekali tidak ada gangguan terhadap aktivitas pelayaran.
"Jadi tidak ada alasan bangkai kapal itu harus diangkat," tegas Syarli Nopriansyah.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017
Ketua Harian EDC Syarli Nopriansyah di Sungailiat, Jumat, mengatakan pengangkatan itu akan menghilangkan aset yang sangat berharga karena bangkai kapal itu sudah menjadi situs sejarah.
"Kami bersama Badan Arkeologi Jambi melakukan survei di lapangan sekaligus menjaga cagar budaya itu," ujarnya.
Menurut Syarli, kapal Ashigara tenggelam saat terlibat peperangan dengan tentara sekutu pada 8 Juni 1945.
"Sejak 1945 bangkai kapal itu sudah ada di perairan Muntok, jadi aneh saja jika kini muncul alasan bahwa pengangkatan harus dilakukan karena dianggap mengganggu jalur pelayaran, karena selama ini tidak ada masalah di jalur itu," jelasnya.
Kalau sampai bangkai kapal itu diangkat, menurut dia Indonesia akan mendapat protes dari Jepang atau dunia internasional karena itu merupakan situs sejarah.
Lebih jauh ia mengatakan kondisi kapal itu sendiri masih bagus dan juga layak jika dijadikan sebagai kawasan wisata menyelam. Ia meyakini banyak para penyelam dari seluruh Indonesia dan bahkan dari luar negeri yang akan datang untuk melihat bangkai kapal tersebut.
Sebelum karam kapal perang itu berlayar dari Batavia hendak ke Singapura. Panjang kapal itu sendiri mencapai 200 meter.
"Saya ketahui penyiapan dokumen kapal tersebut untuk cagar budaya bersama Badan Arkeologi Jambi memang belum final, namun sedang dalam proses," katanya.
Dia juga memastikan pihaknya selalu memantau kawasan perairan itu dan sama sekali tidak ada gangguan terhadap aktivitas pelayaran.
"Jadi tidak ada alasan bangkai kapal itu harus diangkat," tegas Syarli Nopriansyah.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017