Manila, Filipina (Antara Babel) - Indonesia akan membangun rumah sakit di
atas tanah seluas 4.000 meter persegi sebagai bentuk bantuan kesehatan
jangka panjang untuk kelompok masyarakat terpinggirkan Rohingya di
Myanmar, kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Jumat malam di Manila.
"Indonesia sudah menyelesaikan asistensi jangka pendek dalam bentuk bantuan humanitarian (kemanusiaan) darurat. Kini kami mengalihkan bantuan tersebut untuk proyek jangka panjang dan jangka menengah di berbagai bidang seperti kesehatan," kata Retno saat menemui sejumlah wartawan satu hari menjelang KTT ASEAN di Manila.
Menurut Retno, hampir semua persiapan pembangunan rumah sakit sudah selesai, dari perizinan, desain konstruksi, maupun dana. "Kami hanya tinggal mengurus beberapa izin, dan akan segera membangun rumah sakit tersebut."
Sebelumnya, Jumat siang, Retno telah bertemu dengan Wakil Menteri Luar Negeri Myanmar Kyaw Tin, untuk membicarakan soal itu.
Sedangkan pagi ini, Presiden Joko Widodo yang tiba di Manila Jumat siang kemarin, akan menggelar pertemuan bilateral untuk pertama kalinya dengan Menteri Luar Negeri Myanmar Aung San Suu Kyi di sela-sela KTT ASEAN.
Masyarakat muslim Rohingya di negara bagian Rakhine adalah kelompok minoritas yang sering mendapat perlakuan diskriminatif dari pemerintahan dan juga masyarakat Myanmar karena dianggap bukan bagian dari identitas bangsa ini. Setidaknya ada 1,1 juta warga Rohingya yang tidak mendapatkan status kewarganegaraan.
Pada 2012, kekerasan meledak di Rakhine saat kelompok radikal Buddha menyerang minoritas Rohingya sehingga menewaskan lebih dari 100 orang. Dampak selanjutnya, ratusan ribu orang melarikan diri dan terpaksa tinggal di pusat penampungan.
Lima tahun sejak kerusuhan itu, lebih dari 125.000 Rohingya masih tinggal di tempat penampungan dengan kondisi yang memprihatinkan. Mereka tidak diperbolehkan pulang ke rumah asal mereka di Rakhine.
Kondisi itulah yang membuat Indonesia mulai memberikan bantuan kemanusiaan darurat berjangka pendek yang kini mulai dialihkan ke dalam bantuan jangka menengah dan jangka panjang.
"Selain bidang kesehatan, bantuan jangka panjang dan menengah itu juga akan mencakup bidang pendidikan, pembangunan kapasitas manusia dan pemberdayaan ekonomi," kata Retno.
Mengenai akar persoalan status kewarganegaraan Rohingya, Retno, saat bertemu dengan wakil Menlu Kyaw Tin, mengaku sudah mendesak Myanmar untuk segera melaksanakan rekomendasi tim panel PBB yang meminta pemerintah segera melakukan registrasi dan verifikasi.
"Persoalan kewarganegaraan ini adalah hal penting yang ingin diketahui oleh publik internasional. Saya sudah menyampaikan hal ini kepada wakil mentri Kyaw Tin siang tadi," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017
"Indonesia sudah menyelesaikan asistensi jangka pendek dalam bentuk bantuan humanitarian (kemanusiaan) darurat. Kini kami mengalihkan bantuan tersebut untuk proyek jangka panjang dan jangka menengah di berbagai bidang seperti kesehatan," kata Retno saat menemui sejumlah wartawan satu hari menjelang KTT ASEAN di Manila.
Menurut Retno, hampir semua persiapan pembangunan rumah sakit sudah selesai, dari perizinan, desain konstruksi, maupun dana. "Kami hanya tinggal mengurus beberapa izin, dan akan segera membangun rumah sakit tersebut."
Sebelumnya, Jumat siang, Retno telah bertemu dengan Wakil Menteri Luar Negeri Myanmar Kyaw Tin, untuk membicarakan soal itu.
Sedangkan pagi ini, Presiden Joko Widodo yang tiba di Manila Jumat siang kemarin, akan menggelar pertemuan bilateral untuk pertama kalinya dengan Menteri Luar Negeri Myanmar Aung San Suu Kyi di sela-sela KTT ASEAN.
Masyarakat muslim Rohingya di negara bagian Rakhine adalah kelompok minoritas yang sering mendapat perlakuan diskriminatif dari pemerintahan dan juga masyarakat Myanmar karena dianggap bukan bagian dari identitas bangsa ini. Setidaknya ada 1,1 juta warga Rohingya yang tidak mendapatkan status kewarganegaraan.
Pada 2012, kekerasan meledak di Rakhine saat kelompok radikal Buddha menyerang minoritas Rohingya sehingga menewaskan lebih dari 100 orang. Dampak selanjutnya, ratusan ribu orang melarikan diri dan terpaksa tinggal di pusat penampungan.
Lima tahun sejak kerusuhan itu, lebih dari 125.000 Rohingya masih tinggal di tempat penampungan dengan kondisi yang memprihatinkan. Mereka tidak diperbolehkan pulang ke rumah asal mereka di Rakhine.
Kondisi itulah yang membuat Indonesia mulai memberikan bantuan kemanusiaan darurat berjangka pendek yang kini mulai dialihkan ke dalam bantuan jangka menengah dan jangka panjang.
"Selain bidang kesehatan, bantuan jangka panjang dan menengah itu juga akan mencakup bidang pendidikan, pembangunan kapasitas manusia dan pemberdayaan ekonomi," kata Retno.
Mengenai akar persoalan status kewarganegaraan Rohingya, Retno, saat bertemu dengan wakil Menlu Kyaw Tin, mengaku sudah mendesak Myanmar untuk segera melaksanakan rekomendasi tim panel PBB yang meminta pemerintah segera melakukan registrasi dan verifikasi.
"Persoalan kewarganegaraan ini adalah hal penting yang ingin diketahui oleh publik internasional. Saya sudah menyampaikan hal ini kepada wakil mentri Kyaw Tin siang tadi," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017