Jakarta (Antara Babel) - KPK sedang menyusun konsep untuk merevisi Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) agar korupsi sektor swasta juga diatur dalam UU tersebut.

"Korupsi sektor swasta ingin dimasukkan ke UU Pemberantasan Tipikor, kita sedang men-draf dan mau diberikan ke pemerintah, kalau pemerintah setuju," kata Ketua KPK Agus Rahardjo seusai memberikan ceramah di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jakarta, Selasa.

Namun konsep revisi UU tersebut masih sedang dikerjakan dan baru akan diserahkan ke pemerintah beberapa bulan ke depan.

"Mungkin 2-3 bulan lagi diserahkan, sebenarnya UU itu akan bagus sekali, akan membentuk karakter bangsa," kata Agus menambahkan.

Dalam UU Pemberantasan Tipikor saat ini baru diatur korupsi antara penyelenggara negara dan pihak swasta, tapi korupsi yang murni dilakukan pihak swasta dengan swasta lainnya belum diatur dalam UU tersebut.

Dalam pasal 20 UU Pemberantasan Tipikor pun baru mengatur bahwa dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidananya dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya.

Agus pun mencontohkan sejumlah kasus korupsi yang dapat terjadi antara swasta dengan swasta.

"Ada pedagang ikan, supaya ikannya laku maka dia mengontak tukang masak di hotel tapi ternyata kualitas ikannya tidak sesuai dengan yang diinginkan. Tapi tukang masak itu menyampaikan ke majikannya supaya memesan ke pedagang ikan itu saja, dalam perjalanannya tukang masak ikan mendapat sesuatu dari pedagang ikan, itu artinya suap. Sekecil apapun bisa masuk ke ranah UU Korupsi sektor swasta," kata Agus menjelaskan saat berbicara di hadapan pada ustaz dan ustazah di PBNU.

Menurut Agus, korupsi sektor swasta juga perlu disosialisasikan secara masif oleh para tokoh agama.

"Sebagai da'i harus dipersiapkan juga kalau kita nanti punya UU korupsi di sektor swasta, jadi yang namanya korupsi bukan hanya merugikan negara tapi suap sama-sama swasta bisa kena. Ini yang perlu disosialiasikan secara masif, kalau tidak, kena bisa banyak sekali yang kena seperti praktik di tadi," ungkap Agus.

Meski demikian, Agus mengakui bahwa masih ada tantangan budaya di Indonesia yaitu kebiasaan memberikan sesuatu dalam relasi persaudaraan.

"Sumbangan yang sangat besar seperti ke pesantren juga harus transparan dilaporkan asal usulnya. Pelaporan akan menjadi cara yang jauh lebih baik dari pada misalnya seperti yang terjadi di Klaten saat KPK mengusut korupsi yang dilakukan Mas Anas Urbaningrum, aset pondok pesantrenya disita KPK, jadi kalau terima sumbangan besar harus transparan dan bisa dipertanggungjawabkan dengan baik," jelas Agus.

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017