Jakarta (Antara Babel) - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan pihaknya belum menerima konfirmasi mengenai dugaan ada warga negara Indonesia (WNI) yang tewas saat terjadi operasi militer di Kota Marawi, Filipina.

"Saya belum dapat konfirmasi (mengenai kematian WNI) karena kami juga belum mendapat konfirmasi dari otoritas Filipina," kata Menlu Retno Marsudi di Jakarta, Selasa.

Sebelumnya Pemerintah Indonesia menerima informasi mengenai dugaan ada beberapa warga asing, termasuk WNI, yang terbunuh selama operasi militer yang berlangsung di Kota Marawi pada 25 Mei.

Kementerian Luar Negeri RI juga menerima informasi tentang penemuan satu paspor Indonesia, namun Menlu Retno tidak dapat menyebutkan identitas pemilik paspor tersebut.

Paspor tersebut sekarang dipegang pihak militer Filipina (Armed Forces of the Philippines/AFP) untuk diselidiki lebih lanjut.

Pihak Kemlu RI terus berkomunikasi secara intensif dengan otoritas setempat di Filipina dan perwakilan RI di kota Davao dan Manila untuk memantau perkembangan di Marawi.

Selain itu, Pemerintah Indonesia juga sebenarnya telah mengirim satu tim untuk membantu evakuasi WNI dari Marawi menyusul baku tembak antara tentara Filipina dan kelompok bersenjata di Marawi.

Namun, upaya evakuasi tersebut belum memungkinkan untuk dilaksanakan karena pemerintah Filipina masih memberlakukan situasi gawat darurat militer dan operasi militer di Marawi.

Sebanyak 16 WNI sekarang berada di wilayah Filipina selatan. Enam WNI berada di Municipality Sultan Naga Dimaporo, Provinsi Lanao del Norte, sementara 10 WNI lainnya yang adalah jamaah tabligh berada di Marawi, Provinsi Lanao del Sur.

"Kami telah berkomunikasi dengan 16 WNI tersebut. Mereka meminta untuk dievakuasi," ujar Menlu Retno.

Namun, dia menambahkan, keamanan dan keselamatan para WNI tersebut adalah prioritas utama sehingga pemerintah Indonesia tidak dapat melaksanakan evakuasi tanpa ada kerja sama dan dukungan dari otoritas di Filipina.

Pihak Kepolisian RI terus berkoordinasi dengan kepolisian setempat di Filipina untuk membantu mengawasi dan memastikan keselamatan para WNI di Marawi.

Pihak KJRI Davao juga terus menjalin komunikasi dengan Kepolisian Provinsi Lanao del Sur di Marawi  untuk memberikan perlindungan bagi WNI.

Pada Selasa Malam (23/5), Presiden Filipina Rodrigo Duterte memberlakukan darurat militer di Mindanao menyusul baku tembak antara tentara Filipina dengan kelompok bersenjata di Kota Marawi.

Dilaporkan oleh media lokal Filipina, baku tembak terjadi ketika polisi dan tentara bergerak untuk melaksanakan perintah penahanan seorang pemimpin kelompok Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon.

Kelompok Maute kemudian menyerbu Kota Marawi sebagai bentuk respon atas rencana penahanan tersebut.

Pewarta: Yuni Arisandy

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017