Bogor (Antara Babel) - Konferensi Asia Afrika di Bandung, 18-24 April
1955, menjadi bukti kekuatan Indonesia karena mampu menghadirkan 29
negara untuk merumuskan perdamaian dunia, kata Kepala Sub Bagian Tata
Usaha Museum Konferensi Asia Afrika, Depi Nopiandi.
"KAA 1955 merupakan tonggak sejarah yang penting bagi negara Asia dan Afrika. Tercatat setelah konferensi ini diselenggarakan, salah satu dampak positifnya, 36 negara menyatakan melepaskan diri dari penjajahan," katanya di Bogor, Kamis.
Sejarah KAA dipaparkan dalam sosialisasi sejarah dan nilai-nilai Konferensi Asia Afrika 1955 serta perkembangannya dalam program "community outsearch" dari Kementerian Luar Negeri bagi pelajar se-Bogor, Jawa Barat.
Ketua Yayasan Satya Citra Indonesia, Ace Sumanta, mengungkapkan setahun sebelum Konferensi Asia Afrika, Bogor memiliki peran penting terkait dengan sejarah dunia tersebut.
"Sebelum Konferensi Asia Afrika, Bogor menjadi tempat pertemuan para petinggi negara yang menginisiasi penyelenggaraan KAA 1955," katanya.
Dia mengatakan ada dua kali pertemuan membahas persiapan KAA, diawali pertemuan terkait dengan undangan dari Perdana Menteri Srilanka tentang isu perang Asia, seperti Vietnam yang berdampak ke negara-negara di Asia lainnya.
Setelah pertemuan awal di Puncak, Bogor, dilanjutkan pertemuan tidak resmi di Colombo, 28 April 1954, yang disponsori oleh lima negara, India, Indonesia, Srilanka, Pakistan, dan Burma.
"Setelah pertemuan di Colombo, kembali dilanjutkan pertemuan di Istana Bogor, 29 Desember 1954, membahas siapa yang akan diundang, di mana pelaksanaannya, dan apa saja yang akan dibahas dalam KAA tersebut," kata Ace.
Peran penting Bogor dalam perjalanan sejarah KAA 1955, lanjut Ace, menjadi nilai sejarah yang harus terus diingat oleh generasi muda Bogor.
Konferensi Asia Afrika telah menghasilkan satu gagasan menciptakan perdamaian, kerja sama, dan mengedepankan toleransi yang dikenal dengan Das Sila Bandung.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor, Fahrudin, mengatakan penyelenggaraan KAA 1955 bukti kekuatan Indonesia yang baru merdeka 10 tahun.
Indonesia berhasil mengumpulkan 29 negara di dunia untuk berkonferensi di Bandung.
"Gagasan KAA diawali dari konverensi di Bogor, menyikapi situasi di dunia saat itu. Dalam rangka mewujudkan dunia yang lebih sejahtera, aman, dan nyaman," katanya.
Ia mengatakan generasi saat ini merasa nikmatnya aman, nyaman, dan luasnya dunia, di mana orang bisa menginjakkan kaki ke wilayah manapun di belahan bumi. Hal itu berkat perjuangan pendahulu bangsa.
Menurut dia, menghargai jasa pahlawan, antara lain dengan mempelajari sepak terjangnya dan membaca sejarahnya.
Sosialisasi yang dilakukan Museum KAA dan Yayasan Satya Citra Indonesia yang difasilitasi Korem 061/Suryakancana merupakan salah satu terobosan dalam mendorong literasi sejarah bagi generasi muda.
"Intinya bagaimana mengenal para pemimpin terdahulu agar bisa mencontoh perjuangan terdahulu untuk mewujudkan Indonesia lebih sejahtera, dari Indonesia untuk dunia," kata Fahrudin.
Fahrudin menambahkan tugas generasi muda saat ini adalah mempersiapkan kemandirian diri dan memberikan manfaat bagi orang banyak.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017
"KAA 1955 merupakan tonggak sejarah yang penting bagi negara Asia dan Afrika. Tercatat setelah konferensi ini diselenggarakan, salah satu dampak positifnya, 36 negara menyatakan melepaskan diri dari penjajahan," katanya di Bogor, Kamis.
Sejarah KAA dipaparkan dalam sosialisasi sejarah dan nilai-nilai Konferensi Asia Afrika 1955 serta perkembangannya dalam program "community outsearch" dari Kementerian Luar Negeri bagi pelajar se-Bogor, Jawa Barat.
Ketua Yayasan Satya Citra Indonesia, Ace Sumanta, mengungkapkan setahun sebelum Konferensi Asia Afrika, Bogor memiliki peran penting terkait dengan sejarah dunia tersebut.
"Sebelum Konferensi Asia Afrika, Bogor menjadi tempat pertemuan para petinggi negara yang menginisiasi penyelenggaraan KAA 1955," katanya.
Dia mengatakan ada dua kali pertemuan membahas persiapan KAA, diawali pertemuan terkait dengan undangan dari Perdana Menteri Srilanka tentang isu perang Asia, seperti Vietnam yang berdampak ke negara-negara di Asia lainnya.
Setelah pertemuan awal di Puncak, Bogor, dilanjutkan pertemuan tidak resmi di Colombo, 28 April 1954, yang disponsori oleh lima negara, India, Indonesia, Srilanka, Pakistan, dan Burma.
"Setelah pertemuan di Colombo, kembali dilanjutkan pertemuan di Istana Bogor, 29 Desember 1954, membahas siapa yang akan diundang, di mana pelaksanaannya, dan apa saja yang akan dibahas dalam KAA tersebut," kata Ace.
Peran penting Bogor dalam perjalanan sejarah KAA 1955, lanjut Ace, menjadi nilai sejarah yang harus terus diingat oleh generasi muda Bogor.
Konferensi Asia Afrika telah menghasilkan satu gagasan menciptakan perdamaian, kerja sama, dan mengedepankan toleransi yang dikenal dengan Das Sila Bandung.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor, Fahrudin, mengatakan penyelenggaraan KAA 1955 bukti kekuatan Indonesia yang baru merdeka 10 tahun.
Indonesia berhasil mengumpulkan 29 negara di dunia untuk berkonferensi di Bandung.
"Gagasan KAA diawali dari konverensi di Bogor, menyikapi situasi di dunia saat itu. Dalam rangka mewujudkan dunia yang lebih sejahtera, aman, dan nyaman," katanya.
Ia mengatakan generasi saat ini merasa nikmatnya aman, nyaman, dan luasnya dunia, di mana orang bisa menginjakkan kaki ke wilayah manapun di belahan bumi. Hal itu berkat perjuangan pendahulu bangsa.
Menurut dia, menghargai jasa pahlawan, antara lain dengan mempelajari sepak terjangnya dan membaca sejarahnya.
Sosialisasi yang dilakukan Museum KAA dan Yayasan Satya Citra Indonesia yang difasilitasi Korem 061/Suryakancana merupakan salah satu terobosan dalam mendorong literasi sejarah bagi generasi muda.
"Intinya bagaimana mengenal para pemimpin terdahulu agar bisa mencontoh perjuangan terdahulu untuk mewujudkan Indonesia lebih sejahtera, dari Indonesia untuk dunia," kata Fahrudin.
Fahrudin menambahkan tugas generasi muda saat ini adalah mempersiapkan kemandirian diri dan memberikan manfaat bagi orang banyak.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017