Jakarta (Antara Babel) - Wakil Direktur Perhimpunan Advokasi Kebijakan dan HAK Asasi Manusia (PAK HAM) Papua, Uten Sutendy menilai perlunya pendekatan kultural secara dialog dengan kelompok bersenjata di Papua.

"Paradigma saat ini adalah melakukan rekonsiliasi ke arah pendekatan kultural, bukan represif. Atau pendekatan sosial kultural," katanya kepada Antara di Jakarta, Jumat (10/11) malam.

Disebutkan, jika pendekatan kultural dapat dilakukan khususnya oleh pemerintah maka akan membumi sebagai sebuah kekuatan yang luar biasa hingga persoalan tersebut dapat diselesaikan dengan baik.

Hal senada dikatakan oleh Yislam Alwini, Ketua Pendiri PAK HAM Papua, untuk penyelesaian dengan kelompok bersenjata itu, harus memahami karakter masyarakat di wilayah tersebut.

"Hal ini mengingat psikologis masyarakat dalam suasana kekecewaan. Karenanya pendekatan persuasif harus dilakukan," ujarnya.

Seperti diketahui, kata dia, karakter suku di Papua adalah berperang, maka harus dilakukan pendekatan tersendiri. "Jangan sampai seseorang sakit kepala tapi dikasih obat cacing," katanya.

Direktur PAK HAM Papua, Matius Murib mengimbau untuk menghentikan kekerasan di Papua dan menghormati HAM karena penyelesaian dengan cara angkat senjata bukan zamannya lagi.

Ia menyebutkan kekerasan yang terjadi di Papua menimbulkan kerugian baik dari anggota Brimob maupun  masyarakat sipil. "Kita hentikan tindak angkat senjata itu, kita lakukan pendekatan dialog dan negosiasi dengan kelompok bersenjata," katanya.

Karena itu, pihaknya terus mendorong dimaksimalkannya kerja tim negosiasi yang beranggotakan tokoh agama, masyarakat dan sebagainya. "Saya nilai saat ini kinerjanya belum maksimal hingga harus ditingkatkan dan dievaluasi," kata Matius.

Terkait pemberitaan adanya masyarakat yang disandera oleh kelompok bersenjata, menurut dia sebenarnya mereka tidak disandera karena mereka memang tinggal di sana. "Saat hendak dievakuasi khawatir menjadi korban kekerasan, namun warga menolaknya," katanya.

Ia sependapat dengan pernyataan sebelumnya bagi warga setempat perang merupakan sesuatu budaya yang berlangsung turun temurun. "Karena itu uneg-uneg masyarakat harus dipikirkan. Jika dialog tidak dikedepankan maka persoalan di Papua tidak akan selesai," katanya.

Utamanya, tambah Matius, harus ada ruang terbuka agar suara masyarakat didengar. "Karena itu tolak kekerasan di Papua," katanya.

Pewarta: Riza Fahriza

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017