Bangka Barat  (Antaranews Babel) - DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menggencarkan program "Natak Kampung" untuk menyerap aspirasi warga di daerah itu.

"Ini sudah menjadi kewajiban DPRD sebagai wakil rakyat untuk menyerap langsung aspirasi masyarakat DI daerah," kata Anggota Komisi I DPRD Kepulauan Babel, Adet Mastur yang mengkoordinir Natak Kampung di Desa Kacung, Kamis.

Selama kunjungan ini Anggota Komisi I DPRD Kepulauan Babel banyak menerima keluhan masyarakat terkait persoalan izin Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit PT Bukit Permai Lestari dan penyaluran CSR perusahaan tersebut kepada warga desa itu.

Adet menjelaskan, CSR akan segera dipelajari tim. Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga menganggarkan program "1 Desa 100 Juta" sehingga dana tersebut dapat dimanfaatkan oleh desa untuk pembuatan website yang di dalamnya terdapat konten terkait potensi desa yang bisa diketahui masyarakat.

"Adanya bantuan tersebut diharapkan agar desa menganggarkan pembuatan website yang di dalamnya terdapat konten terkait potensi desa, sehingga mudah diketahui masyarakat luas," ujarnya.

Anggota Komisi I DPRD Kepulauan Babel, Masnah menambahkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Plasma, perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan sawit yang luasnya 25 hektar ke atas wajib menyiapkan lahan plasma untuk masyarakat. Bahkan setiap perusahaan perkebunan sawit wajib menyiapkan 20 persen lahan plasma untuk masyarakat sekitar perusahaan.

"Selama ini memang tidak ada aturan batasannya kapan perkebunan swasta harus membangun kebun plasma bagi masyarakat sekitarnya, sehingga perusahaan tak juga bisa disalahkan karena belum membangun perkebunan kelapa sawit. Selain itu aturan tidak menyebut jelas di mana letak atau lahan untuk kebun plasma apakah di dalam atau di luar HGU perusahaan," ujarnya.

Ia menjelaskan, dalam Permentan Nomor 26/2007 Pasal 11 ayat 1 diatur pembangunan kebun plasma yang diperuntukkan bagi masyarakat sekitar perusahaan adalah kewajiban bagi perusahaan yang memiliki IUP atau IUP-B seluas sedikitnya 20 persen atau dua puluh perseratus dari total luas areal kebun yang diusahakan perusahaan.

Kemudian, Menteri Kehutanan juga sudah mengeluarkan keputusan Nomor P.17/Menhut-II/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.33/Menhut-Ii/2010 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi.

"Dalam aturan tersebut jelas bahwa tidak akan memberikan Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPKH) kepada PBS yang tidak menyediakan plasma minimal 20 persen kepada masyarakat," ujarnya.

Pewarta: Elza Elvia

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018