Jakarta (Antaranews Babel) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya meminta pengelolaan hutan adat dilakukan secara profesional dan berkelanjutan dengan berbasis kearifan lokal dan mengikuti fungsi hutan.
Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis, Siti mengatakan pengakuan dan pengelolaan hutan adat harus dilakukan secara profesional dan berkelanjutan dengan berbasis kearifan lokal Sehingga diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan yang berkeadilan.
Dirinya juga meminta pengelolaan hutan adat dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, mulai dari perencanaan awal, hingga pemantauan dan evaluasinya. Aspek kearifan lokal dan pengetahuan tradisional, merupakan hal penting, sebagai penyeimbang dari arus globalisasi dan modernisasi yang terkadang tidak sesuai dengan kondisi geografis, budaya, maupun sosial dari komunitas Masyarakat Hukum Adat.
"Disinilah perlunya Negara hadir untuk memberikan perlindungan bagi Masyarakat Hukum Adat," lanjutnya.
Proses berbagi pengalaman dan pembelajaran baik keberhasilan ataupun kegagalan pengelolaan hutan adat juga sangat membantu dalam memastikan keberhasilan pengelolaan hutan adat ke depan. Khusus untuk pengelolaan hutan adat dalam kawasan konservasi, harus dilakukan dengan memperhatikan tujuan pengelolaan kawasan konservasi.
Ia mengatakan prinsip pengelolaan hutan adat adalah tidak merubah fungsi hutan.
Selain mempertahankan fungsi hutan, terdapat kewajiban pemangku hutan untuk menjalankan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari, memulihkan dan meningkatkan fungsi hutan. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 32 Tahun 2015 tentang Hutan Hak.
Selanjutnya, pemangku hutan adat diharuskan melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap hutannya, antara lain perlindungan dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Ia mengatakan sosialisasi dan interaksi secara terus-menerus oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dilakukan. Kemudian pembinaan atau aktivitas lebih lanjut setelah penetapan Hutan Adat itu, misalnya soal tata batas, Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK), serta Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Setiap masyarakat hukum adat memiliki karakternya sendiri-sendiri, sehingga dimensi pembinaannya juga dilakukan secara khusus.
"Saya tahu persis yang di Kajang beda dengan yang di Bukit Dua Belas, itu caranya pemerintah pusat dalam hal ini KLHK melihat Bukit Dua Belas dengan melihat Kajang itu berbeda sekali karena saya sudah datang sendiri, juga yang di Sijunjung, saya sudah datang sendiri, ini berbeda-beda".
Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Dr. Rinekso Soekmadi mengatakan bahwa sejumlah hal patut menjadi perhatian bersama untuk meminimalisasi timbulnya permasalahan di kemudian hari. Dinamika atau perubahan situasi politik, sosial dan ekonomi yang terus terjadi dengan meningkatnya permintaan sumberdaya alam atau hutan dari pelaku di luar masyarakat perlu diantisipasi agar tidak memanen melampaui kapasitas kearifan lokal.
"Penyebaran informasi global, melalui berbagai media populer (cetak, elektronik, sosial) serta bertambahnya populasi di dalam masyarakat juga perlu mendapat perhatian," lanjut Rinekso.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018
Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis, Siti mengatakan pengakuan dan pengelolaan hutan adat harus dilakukan secara profesional dan berkelanjutan dengan berbasis kearifan lokal Sehingga diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan yang berkeadilan.
Dirinya juga meminta pengelolaan hutan adat dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, mulai dari perencanaan awal, hingga pemantauan dan evaluasinya. Aspek kearifan lokal dan pengetahuan tradisional, merupakan hal penting, sebagai penyeimbang dari arus globalisasi dan modernisasi yang terkadang tidak sesuai dengan kondisi geografis, budaya, maupun sosial dari komunitas Masyarakat Hukum Adat.
"Disinilah perlunya Negara hadir untuk memberikan perlindungan bagi Masyarakat Hukum Adat," lanjutnya.
Proses berbagi pengalaman dan pembelajaran baik keberhasilan ataupun kegagalan pengelolaan hutan adat juga sangat membantu dalam memastikan keberhasilan pengelolaan hutan adat ke depan. Khusus untuk pengelolaan hutan adat dalam kawasan konservasi, harus dilakukan dengan memperhatikan tujuan pengelolaan kawasan konservasi.
Ia mengatakan prinsip pengelolaan hutan adat adalah tidak merubah fungsi hutan.
Selain mempertahankan fungsi hutan, terdapat kewajiban pemangku hutan untuk menjalankan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari, memulihkan dan meningkatkan fungsi hutan. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 32 Tahun 2015 tentang Hutan Hak.
Selanjutnya, pemangku hutan adat diharuskan melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap hutannya, antara lain perlindungan dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Ia mengatakan sosialisasi dan interaksi secara terus-menerus oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dilakukan. Kemudian pembinaan atau aktivitas lebih lanjut setelah penetapan Hutan Adat itu, misalnya soal tata batas, Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK), serta Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Setiap masyarakat hukum adat memiliki karakternya sendiri-sendiri, sehingga dimensi pembinaannya juga dilakukan secara khusus.
"Saya tahu persis yang di Kajang beda dengan yang di Bukit Dua Belas, itu caranya pemerintah pusat dalam hal ini KLHK melihat Bukit Dua Belas dengan melihat Kajang itu berbeda sekali karena saya sudah datang sendiri, juga yang di Sijunjung, saya sudah datang sendiri, ini berbeda-beda".
Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Dr. Rinekso Soekmadi mengatakan bahwa sejumlah hal patut menjadi perhatian bersama untuk meminimalisasi timbulnya permasalahan di kemudian hari. Dinamika atau perubahan situasi politik, sosial dan ekonomi yang terus terjadi dengan meningkatnya permintaan sumberdaya alam atau hutan dari pelaku di luar masyarakat perlu diantisipasi agar tidak memanen melampaui kapasitas kearifan lokal.
"Penyebaran informasi global, melalui berbagai media populer (cetak, elektronik, sosial) serta bertambahnya populasi di dalam masyarakat juga perlu mendapat perhatian," lanjut Rinekso.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018