Jakarta (Antaranews Babel) - Menteri Perhubungan Budi karya Sumadi menegaskan rencana moratorium perekrutan pengemudi taksi daring oleh perusahaan aplikasi bukan mengorbankan, tetapi merupakan upaya untuk melindungi pengemudi taksi daring itu sendiri.
"Bukan mengorbankan, ini justru menolong pengemudi. Ini saya jelaskan moratorium bukan mengorbankan pengemudi. Sekarang begini, dalam satu tempat ada 100 orang, normalnya 10 orang itu pengemudi, mereka mendapatkan 10, nah sekarang yang 10 ini menjadi 50, berarti cuma dapat jatah dua," kata Budi usai Rapat Kerja dengan Komisi V DPR/MPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa.
Untuk itu, lanjut dia, masyarakat perlu memahami bahwa moratorium adalah upaya agar pengemudi mendapatkan penghasilan yang lebih baik.
"Justru moratoirum ini membantu pengemudi mendapatkan pesanan, justru mereka dirugikan aplikato. Tingkat keberhasilan aplikator adalah jumlahnya, tidak melihat sopir dapat penghasilan berapa," katanya.
Budi mengatakan pihaknya akan menguji coba moratorium dalam waktu satu bulan, apabila ada aplikator yang tidak memenuhi peraturan tersebut, maka akan dikenakan sanksi.
Dia mengatakan untuk kuota sendiri ditentukan per wilayah oleh Pemerintah Daerah masing-masing, di antaranya Jabodetabek 36.510 kendaraan, Jawa Barat: 15.418 kendaraan, Jawa Tengah 4.935 kendaraan
Jawa Timur 4.445 kendaraan, Aceh 748 kendaraan dan.
Kemudian, Sumatera Barat: 400 kendaraan, Sumatera Utara: 3.500 kendaraan, Sumatera Selatan: 1.700 kendaraan, Lampung 8.000 kendaraan, Bali: 7.500 kendaraan, Sulawesi Utara: 997 kendaraan, Sulawesi Selatan: 7.000 kendaraan, Kalimantan Timur : 1.000 kendaraan, Yogyakarta: 400 kendaraan, Riau: 400 kendaraan atau total 91.953 kendaraan.
"Kita akan diskusikan dengan baik, di sini ada sopir yang sudah daftar, kita enggak ingin yang sudah daftar enggak ada," katanya.
Dalam kesempatan sama, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan apabila kuota tidak dibatasi serta tidak dilakukan moratorium, maka akan menyulitkan pengemudi pada akhirnya.
"Pembatasan itu 'kan untuk melindungi mereka juga dan taksi konvensional juga. Kalau enggka terkendali antarmereka sendiri bersaing. Biasanya sejam dapat dua, sekarang cuma dapat satu 'kan mereka juga sendiri yang dirugikan," katanya.
Selain itu, apabila tidak ada moratorium akan menyulitkan pembuatan "dashboard" oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika karena selama ini diketahui terdapat satu pengemudi dengan tiga aplikasi, Grab, Uber dan Go Car.
"Menurut saya untuk tahap awal sanksi sosial, kemarin Kominfo juga menyampaikan kalau enggak memenuhi persyaratan, bisa dimatikan aplikasinya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018
"Bukan mengorbankan, ini justru menolong pengemudi. Ini saya jelaskan moratorium bukan mengorbankan pengemudi. Sekarang begini, dalam satu tempat ada 100 orang, normalnya 10 orang itu pengemudi, mereka mendapatkan 10, nah sekarang yang 10 ini menjadi 50, berarti cuma dapat jatah dua," kata Budi usai Rapat Kerja dengan Komisi V DPR/MPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa.
Untuk itu, lanjut dia, masyarakat perlu memahami bahwa moratorium adalah upaya agar pengemudi mendapatkan penghasilan yang lebih baik.
"Justru moratoirum ini membantu pengemudi mendapatkan pesanan, justru mereka dirugikan aplikato. Tingkat keberhasilan aplikator adalah jumlahnya, tidak melihat sopir dapat penghasilan berapa," katanya.
Budi mengatakan pihaknya akan menguji coba moratorium dalam waktu satu bulan, apabila ada aplikator yang tidak memenuhi peraturan tersebut, maka akan dikenakan sanksi.
Dia mengatakan untuk kuota sendiri ditentukan per wilayah oleh Pemerintah Daerah masing-masing, di antaranya Jabodetabek 36.510 kendaraan, Jawa Barat: 15.418 kendaraan, Jawa Tengah 4.935 kendaraan
Jawa Timur 4.445 kendaraan, Aceh 748 kendaraan dan.
Kemudian, Sumatera Barat: 400 kendaraan, Sumatera Utara: 3.500 kendaraan, Sumatera Selatan: 1.700 kendaraan, Lampung 8.000 kendaraan, Bali: 7.500 kendaraan, Sulawesi Utara: 997 kendaraan, Sulawesi Selatan: 7.000 kendaraan, Kalimantan Timur : 1.000 kendaraan, Yogyakarta: 400 kendaraan, Riau: 400 kendaraan atau total 91.953 kendaraan.
"Kita akan diskusikan dengan baik, di sini ada sopir yang sudah daftar, kita enggak ingin yang sudah daftar enggak ada," katanya.
Dalam kesempatan sama, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan apabila kuota tidak dibatasi serta tidak dilakukan moratorium, maka akan menyulitkan pengemudi pada akhirnya.
"Pembatasan itu 'kan untuk melindungi mereka juga dan taksi konvensional juga. Kalau enggka terkendali antarmereka sendiri bersaing. Biasanya sejam dapat dua, sekarang cuma dapat satu 'kan mereka juga sendiri yang dirugikan," katanya.
Selain itu, apabila tidak ada moratorium akan menyulitkan pembuatan "dashboard" oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika karena selama ini diketahui terdapat satu pengemudi dengan tiga aplikasi, Grab, Uber dan Go Car.
"Menurut saya untuk tahap awal sanksi sosial, kemarin Kominfo juga menyampaikan kalau enggak memenuhi persyaratan, bisa dimatikan aplikasinya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018