Jakarta (Antaranews Babel) - Mantan narapidana teroris yang menjadi praktisi deradikalisasi Ali Fauzi Manzi mengatakan terorisme bukan sebuah produk instan yang lahir dari sebuah keputusan tunggal melainkan hasil dari proses panjang.
"Bukan sim salabim. Perlu proses panjang yang perlahan-lahan mendorong seseorang berkomitmen pada aksi kekerasan atas nama Tuhan," kata Ali dalam sebuah diskusi publik tentang deradikalisasi di Jakarta, Kamis.
Ali mengibaratkan terorisme sebagai sebuah penyakit yang sudah berkomplikasi. Terorisme tidak tunggal tetapi saling berkaitan.
Karena itu, penanganan terorisme tidak bisa melalui metode tunggal tetapi harus melibatkan banyak aspek, perspektif dan metodologi.
"Ibarat penyakit yang sudah komplikasi, perlu dokter spesialis dan kampanye pencegahan oleh mereka yang pernah mengalami penyakit ini. Saya salah satunya," kata salah satu pelaku Bom Bali itu.
Ali mengatakan aksi-aksi teror yang terjadi dalam waktu belakangan, seperti di Surabaya dan Riau, bukan sebuah rekayasa melainkan dilakukan oleh orang-orang yang mengaku mujahidin yang sedang berjihad.
Ali menjadi salah satu pembicara diskusi publik bertema "Memutus Mata Rantai Gerakan Terorisme, Mungkinkah?. Kegagalan dan Keberhasilan Deradikalisasi" yang diadakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Selain Ali, pembicara lainnya adalah Koordinator Tim Riset Program Prioritas Nasional Membangun Narasi Positif Kebangsaan LIPI Cahyo Pamungkas dan Direktur Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PSAD) Paramadina Ihsan Ali Fauzi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018
"Bukan sim salabim. Perlu proses panjang yang perlahan-lahan mendorong seseorang berkomitmen pada aksi kekerasan atas nama Tuhan," kata Ali dalam sebuah diskusi publik tentang deradikalisasi di Jakarta, Kamis.
Ali mengibaratkan terorisme sebagai sebuah penyakit yang sudah berkomplikasi. Terorisme tidak tunggal tetapi saling berkaitan.
Karena itu, penanganan terorisme tidak bisa melalui metode tunggal tetapi harus melibatkan banyak aspek, perspektif dan metodologi.
"Ibarat penyakit yang sudah komplikasi, perlu dokter spesialis dan kampanye pencegahan oleh mereka yang pernah mengalami penyakit ini. Saya salah satunya," kata salah satu pelaku Bom Bali itu.
Ali mengatakan aksi-aksi teror yang terjadi dalam waktu belakangan, seperti di Surabaya dan Riau, bukan sebuah rekayasa melainkan dilakukan oleh orang-orang yang mengaku mujahidin yang sedang berjihad.
Ali menjadi salah satu pembicara diskusi publik bertema "Memutus Mata Rantai Gerakan Terorisme, Mungkinkah?. Kegagalan dan Keberhasilan Deradikalisasi" yang diadakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Selain Ali, pembicara lainnya adalah Koordinator Tim Riset Program Prioritas Nasional Membangun Narasi Positif Kebangsaan LIPI Cahyo Pamungkas dan Direktur Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PSAD) Paramadina Ihsan Ali Fauzi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018