Jakarta (Antaranews Babel) - Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar menegaskan bahwa Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tidak pernah mengancam Presiden Jokowi ketika akan memilih sosok bakal calon wakil presiden (cawapres).
Muhaimin malah menyalahkan media karena telah membuat opini yang sebenarnya tidak terjadi.
"Kalimat 'mengancam' itu hanya judul yang dibuat medianya bukan isinya, kalau itu tidak ada, apa lagi yang dibahas," kata Muhaimin di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan hal yang sebenarnya adalah kalau bukan kader Nahdlatul Ulama (NU) yang dipilih sebagai cawapres maka organisasi itu tidak ikutan terkait dinamika kedepannya.
Menurut dia tidak pernah NU menjegal Mahfud MD terkait dinamika posisi cawapres pendamping Jokowi.
Muhaimin meminta agar polemik pemilihan calon wakil presiden pendamping Joko Widodo tidak dilanjutkan karena tidak terpilihnya Mahfud MD merupakan kesepakatan bersama antara partai politik pengusung dengan Joko Widodo.
"Yang sudah, ya sudahlah. Semua proses biasa, sekarang kita marilah saling memaafkan, saling menjaga persatuan untuk Indonesia lebih baik," katanya.
Menurut dia, pemilihan cawapres merupakan dinamika politik yang sering terjadi sehingga dirinya meminta agar polemik itu tidak diteruskan.
Dia menilai takdir Tuhan lebih berkuasa daripada apa pun usaha manusia, dan ketika ada dinamika maka wajar saja.
"Jangankan ketika Pilpres, pemilihan Ketua GP Ansor saja ramainya minta ampun, apalagi pilpres. Jadi wajar-wajar saja dinamika itu terjadi,"ujarnya.
Sebelumnya, Mahfud MD buka-bukaan terkait penyebab kegagalannya dia menjadi cawapres pendamping Jokowi. Hal itu dikatakannya dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang disiarkan TV One secara langsung pada Selasa (14/8) malam.
Mahfud MD mengatakan PBNU ikut andil mempengaruhi pilihan cawapres Jokowi, salah satunya PBNU mengeluarkan pernyataan bernada "ancaman" yang menyebut tidak akan mendukung jika cawapres Jokowi bukan berasal dari kalangan NU.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018
Muhaimin malah menyalahkan media karena telah membuat opini yang sebenarnya tidak terjadi.
"Kalimat 'mengancam' itu hanya judul yang dibuat medianya bukan isinya, kalau itu tidak ada, apa lagi yang dibahas," kata Muhaimin di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan hal yang sebenarnya adalah kalau bukan kader Nahdlatul Ulama (NU) yang dipilih sebagai cawapres maka organisasi itu tidak ikutan terkait dinamika kedepannya.
Menurut dia tidak pernah NU menjegal Mahfud MD terkait dinamika posisi cawapres pendamping Jokowi.
Muhaimin meminta agar polemik pemilihan calon wakil presiden pendamping Joko Widodo tidak dilanjutkan karena tidak terpilihnya Mahfud MD merupakan kesepakatan bersama antara partai politik pengusung dengan Joko Widodo.
"Yang sudah, ya sudahlah. Semua proses biasa, sekarang kita marilah saling memaafkan, saling menjaga persatuan untuk Indonesia lebih baik," katanya.
Menurut dia, pemilihan cawapres merupakan dinamika politik yang sering terjadi sehingga dirinya meminta agar polemik itu tidak diteruskan.
Dia menilai takdir Tuhan lebih berkuasa daripada apa pun usaha manusia, dan ketika ada dinamika maka wajar saja.
"Jangankan ketika Pilpres, pemilihan Ketua GP Ansor saja ramainya minta ampun, apalagi pilpres. Jadi wajar-wajar saja dinamika itu terjadi,"ujarnya.
Sebelumnya, Mahfud MD buka-bukaan terkait penyebab kegagalannya dia menjadi cawapres pendamping Jokowi. Hal itu dikatakannya dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang disiarkan TV One secara langsung pada Selasa (14/8) malam.
Mahfud MD mengatakan PBNU ikut andil mempengaruhi pilihan cawapres Jokowi, salah satunya PBNU mengeluarkan pernyataan bernada "ancaman" yang menyebut tidak akan mendukung jika cawapres Jokowi bukan berasal dari kalangan NU.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018