Pangkalpinang (Antaranews Babel) - Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) bersama Indonesia Clearing House (ICH) melalui surat edaran bersama (SEB) menyebutkan bahwa hasil verifikasi asal bijih timah yang dikeluarkan Surveyor Indonesia sebagai salah satu syarat ekspor, tidak berlaku lagi.

"Kami telah membuat surat edaran ke smelter," kata Customer Service Officer ICDX Megain Wijaya di Pangkalpinang, Kamis.

Ia mengatakan SEB tentang Perubahan Ketentuan Penerimaan Timah Murni Batangan mulai berlaku pada 16 Oktober 2018 dan ketentuan tersebut berdasarkan pada laporan Bareskrim Polri terkait dugaan tindak pidana menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batu bara yang bukan dari pemegang IUP, IUPK atau izin lainnya.

"Ada dua hal penting yang disorot dalam SEB tersebut yaitu penerimaan timah murni batangan di tempat penyimpanan yang ditunjuk, tidak dapat menggunakan surat keterangan asal bijih timah yang dikeluarkan oleh PT Surveyor Indonesia," ujarnya.

Selanjutnya, seluruh bukti simpan timah (BST) atau timah murni batangan yang dimiliki oleh anggota penjual timah dalam tempat penyimpanan yang telah memiliki Surat Keterangan Asal Bijih Timah (Hasil Verifikasi Asal Bijih Timah) yang dikeluarkan oleh PT Surveyor Indonesia, tidak dapat ditransaksikan," katanya.

Sekjen Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI), Jabin Sufianto mengaku baru mengetahui SEB tersebut melalui informasi dari para member AETI.

"Saya langsung minta kepada para wakil dan Ketua AETI untuk `meeting`-kan ini," ujarnya.

Ia mengapresiasi langkah ICDX, karena tidak mungkin membuat surat edaran jika basisnya tidak valid.

"Saya rasa SI sedang terlibat kasus, sehingga hasil verifikasinya tidak bisa diterima bursa. Jadi, untuk kenyamanan dan keberlangsungan ekspor, maka ICDX mengeluarkan surat edaran itu," katanya.

Menurut dia surat edaran tersebut, bukan serta merta menghentikan ekspor karena ekspor masih bisa dilakukan via verifikasi Sucofindo.

"Pengusaha mungkin akan pindah sementara ke Sucofindo. Pemerintah `kan menunjuk dua surveyor untuk timah. Masih ada Sucofindo yang bisa dipakai," katanya.

Berdasarkan data ICDX, setiap tahun volume transaksi perdagangan timah dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terus mengalami peningkatan. Pada 2014 volume transaksinya mencapai 11 ribu ton meningkat dibandingkan 2015 13 ribu ton.

Volume transaksi sempat melemah pada 2016 menjadi 12 ribu ton. Volume transaksi kembali melonjak diangka 15 ribu ton pada 2017. Sementara, volume transaksi hingga Juli 2018 sudah mencapai 7.692 ton.

Jika dikonversikan ke rupiah dari 2017 hingga pertengahan 2018, peningkatan nilai transaksi dan ekspor timah cukup tajam bahkan sudah tembus di angka Rp170 miliar.

Pewarta: Aprionis

Editor : Adhitya SM


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018