Jakarta, (Antara Babel) -  Membicarakan kabinet baru pasca-Pemilu Legislatif 2014 boleh jadi terlalu dini, namun menggantungkan harapan perbaikan ekonomi pada mereka yang kelak akan diusung sebagai calon pemimpin kabinet adalah impian yang tak pernah basi.

Sosok calon presiden (capres) memang mulai mengemuka pascapesta demokrasi untuk memilih wakil di parlemen yang sekaligus menyajikan tontonan program idealis mereka untuk mengubah tata perekonomian bangsa menjadi lebih baik.

Ekonomi kerakyatan kerap diusung sebagai daya tarik sebagai simbol betapa lelahnya masyarakat dalam beberapa tahun terakhir telah dipaksa masuk dalam pusaran ekonomi liberal dan mekanisme pasar bebas.

Pada dasarnya perekonomian Indonesia tetaplah prospektif jika ditakar dari program ekonomi yang disampaikan capres dari beberapa partai politik (parpol) yang sudah mendeklarasikan diri.

Mantan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah menilai pada dasarnya Pemilu 2014 menjadi peluang besar bagi rakyat Indonesia untuk mengembalikan perekonomian yang berbasis ekonomi kerakyatan.

"Pemilu 2014 ini merupakan momentum kuat untuk memperkuat perekonomian nasional kita yang berbasis ekonomi kerakyatan, dengan cara memilih pemimpin yang benar-benar memperhatikan rakyatnya. Hal ini penting dilakukan karena sekarang ini bangsa kita sangat ketergantungan dengan impor," ujar Burhanuddin Abdullah.

Ia sendiri terekam jejaknya sebagai pendukung implementasi ekonomi kerakyatan yang menurut dia sudah terbukti ampuh menyejahterakan perekonomian bangsa pada masa lampau.

Sebagai cerminan, pemerintah saat ini kerap tidak memiliki kapasitas politik untuk mengimplementasikan kebijakan. Akibatnya kebijakan hanya bergaung dalam seminar-seminar besar yang diselenggarakan.

"Dari sisi perbankan saja saat ini bank itu selalu disetir oleh pasar, jadinya keberpihakan untuk pertanian kecil," kata dia.

Sementara dari sisi ketokohan capres, ia menilai hanya Prabowo Subianto, Capres Partai Gerindra, yang berani membuat kontrak politik secara tertulis kepada masyarakat.

"Sejauh ini hanya Prabowo yang mau menyatakan janjinya secara tertulis, dan dia juga berjanji tidak akan impor," kata Burhanuddin.

    
Jokowi tidak miliki
Capres PDI Perjuangan Jowo Widodo dinilai tidak memiliki program ekonomi yang konkret namun karena lahir dan besar di lingkungan kelas menengah Jokowi dinilai sosok yang akan dengan mudah mengimplementasikan ekonomi kerakyatan yang prospektif.

Terlebih Jokowi selama ini belum membuktikan prestasi kerja yang luar biasa di Jakarta, namun ia sudah membuktikan diri sebagai pemimpin yang mau bekerja untuk rakyatnya.

Capres lain nyaris tidak memiliki program kerja yang lebih konkret dari sisi ekonomi dan dikhawatirkan justru hanya melanjutkan program ekonomi yang sudah ada tanpa mampu memperbaiki tatanan ekonomi bangsa menjadi lebih baik.

    
                            Tantangan Presiden
Carut-marutnya perekonomian bangsa dalam beberapa tahun terakhir disebabkan karena tingginya ketergantungan kepada asing tanpa mengoptimalkan kemandirian ekonomi.

Dosen Hubungan Internasional Bina Nusantara Donatus Klaudius Marut menyatakan persoalan utama yang harus diselesaikan dan menjadi negara yang diperhitungkan antara lain kebijakan ekonomi saat ini masih mengacu pada perjanjian Letter of Intens dengan lembaga International Monetary Foundation (IMF).

"Kebijakan ekonomi dari 1998 sampai saat ini masih merujuk perjanjian dengan IMF, padahal kita sudah putus dan seharusnya sudah tidak berlaku. Indonesia punya peluang untuk menentukan sendiri kebijakan ekonomi nasionalnya," katanya.

Menurut dia, presiden yang terpilih nanti harus mempelajari perjanjian-perjanjian bilateral maupun multilateral dengan negara lain atau lembaga dunia, supaya bisa menyusun kemandirian ekonomi.

Tantangan lain presiden Indonesia mendatang, kata Don, ketidaktegasan pemerintah yang menyebabkan sejumlah kebijakan tidak bisa berjalan dengan baik.

Untuk itu, kata Don, presiden mendatang harus mampu menggerakkan seluruh elemen pemerintahan agar dapat berjalan selaras.

Dalam kaitan dengan ekonomi misalnya, Don menyatakan, presiden harus mampu mengembalikan fungsi dan kerja menteri koordinator perekonomian agar mampu mengarahkan menteri-menteri teknis.

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan masa depan ekonomi Indonesia menunjukkan sisi-sisi yang tak menunjukkan keyakinan pertumbuhan yang lebih tinggi dari enam persen.

Namun JK berpendapat pada dasarnya Indonesia bisa tumbuh delapan hingga sembilan persen setiap tahun ssal kebijakan publik dikelola dengan baik.

Menurut dia, penghambat pertumbuhan ekonomi harus ditekan serendah mungkin oleh kabinet baru mendatang yakni korupsi, kelambatan menggambil keputusan, dan desentralisasi yang belum berjalan sempurna.

Jusuf Kalla berpendapat saat ini pun Indonesia sebenarnya bisa tumbuh delapan-sembilan persen karena sebenarnya tanpa melakukan apa-apa pun Indonesia sekarang bisa tumbuh 5 persen.

Ia menyarankan kabinet mendatang agar mampu menghidupkan iklim usaha yang kondusif, membesarkan pasar modal, membesarkan perusahaan, sehingga semakin besar pendapatan pajak pemerintah dan makin luas lapangan kerja.

"Tapi jangan sampai kapital mengontrol kebijakan pemerintah. Pasar modal dan Pasar Tanah Abang sama pentingnya," kata JK.

Di Indonesia sendiri sampai saat ini, kata dia, masih terjadi decoupling/pemisahan antara ekonomi dan politik.

"Jadi apa yang terjadi di bidang politik tidak selalu berpengaruh bagi ekonomi," katanya.

    
Prioritas Ekonomi
Tahun 2014 menjadi titik balik bagi Indonesia untuk berubah lebih baik atau lebih buruk di tangan pemerintahan yang baru.

Program ekonomi para capres yang telah disampaikan terasa sangat menjanjikan terlebih ketika ada yang sadar terhadap pentingnya menjaga stabilisasi harga terutama harga pangan dan memastikan kecukupan pasokannya.

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Firmanzah mengatakan prioritas pembangunan ekonomi pada intinya memusat pada kepastian arah pembangunan nasional yang tetap mengedepankan upaya menciptakan lapangan pekerjaan baru dan menekan sekecil mungkin angka pengangguran.

"Sementara pembangunan sejumlah proyek infrastruktur dan sektor riil harus terus dipercepat untuk meningkatkan daya saing nasional," katanya.

Menurut dia, saat ini Indonesia sudah memiliki kelengkapan kelembagaan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam memitigasi munculnya gejolak di pasar keuangan dunia.

Berjalan baiknya sejumlah mekanisme koordinasi seperti forum koordinasi stabilitas sistem keuangan dan komunikasi antar pimpinan lembaga negara, lanjut Firmanzah, telah memberikan andil yang sangat besar bagi pemantapan stabilitas ekonomi dan politik nasional.

"Semakin baiknya koordinasi Pusat-Daerah tercermin dari keberhasilan pengendalian inflasi serta hal-hal lainnya termasuk penanganan korban bencana alam yang akhir-akhir ini terjadi," ujarnya.

Namun ia mengingatkan program ekonomi yang diusung capres hendaknya bukan sekadar janji yang diobral sebab justru yang terpenting adalah implementasi dan pelaksanaan yang konsisten demi hasil kesejahteraan yang optimal.

Capres harus ingat bahwa kelak asa ratusan juta penduduk Indonesia menggantung di pundaknya

Pewarta: Oleh Hanni Sofia

Editor : Aprionis


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014