Pangkalpinang (Antaranews Babel) - Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara, Sofian Effendi menyebutkan aparatur sipil negara "terombang-ambing" selama tahun politik, karena dalam sistem politik Indonesia belum ada batas-batas yang jelas antara jabatan politik dengan karier.
"Netralitas ASN selama tahun politik menjadi isu penting, karena yang ditetapkan pejabat pembina aparatur sipil negara adalah pejabat politik," kata Sofian Effendi usai kegiatan sosialisasi netralitas ASN di Pangkalpinang, Jumat.
Ia mengatakan pejabat politik dipilih melalui pemilu seperti presiden, gubernur, wali kota, bupati termasuk menteri, camat, kepala desa dan mereka masih menentukan pejabat karier di pemerintahan.
"Jabatan politik dan karier ini harus dipisahkan, agar ASN tidak lagi terombang-ambing dalam menentukan pilihannya, karena mendapatkan ancaman dari kepala daerah atau pimpinannya," ujarnya.
Oleh karena itu, KASN terus berupaya melindungi ASN ini dari ancaman pejabat politik selama tahun politik ini. Negara ini tidak akan berjalan dengan baik jika ASN-nya terombang-ambing.
"Jika ASN-nya setiap tiga bulan ganti dan terus mendapatkan ancaman tentu akan menimbulkan masalah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat," katanya.
Tidak hanya itu, belum adanya batas-batas yang jelas antara jabatan politik dengan karier juga memicu jual beli jabatan.
Selain itu biaya untuk menjadi pejabat politik di Indonesia sangat mahal yang mencapai ratusan miliar rupiah.
"Saat ini sudah banyak kepala daerah terkena operasi tangkap tangan oleh KPK, karena jual beli jabatan," katanya.
Oleh karena itu, diharapkan ASN untuk selalu menjaga netralitas selama tahun politik ini.
"Kita berharap ASN pintar-pintar dan berkelit jika mendapatkan ancaman dari kepala daerahnya," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019
"Netralitas ASN selama tahun politik menjadi isu penting, karena yang ditetapkan pejabat pembina aparatur sipil negara adalah pejabat politik," kata Sofian Effendi usai kegiatan sosialisasi netralitas ASN di Pangkalpinang, Jumat.
Ia mengatakan pejabat politik dipilih melalui pemilu seperti presiden, gubernur, wali kota, bupati termasuk menteri, camat, kepala desa dan mereka masih menentukan pejabat karier di pemerintahan.
"Jabatan politik dan karier ini harus dipisahkan, agar ASN tidak lagi terombang-ambing dalam menentukan pilihannya, karena mendapatkan ancaman dari kepala daerah atau pimpinannya," ujarnya.
Oleh karena itu, KASN terus berupaya melindungi ASN ini dari ancaman pejabat politik selama tahun politik ini. Negara ini tidak akan berjalan dengan baik jika ASN-nya terombang-ambing.
"Jika ASN-nya setiap tiga bulan ganti dan terus mendapatkan ancaman tentu akan menimbulkan masalah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat," katanya.
Tidak hanya itu, belum adanya batas-batas yang jelas antara jabatan politik dengan karier juga memicu jual beli jabatan.
Selain itu biaya untuk menjadi pejabat politik di Indonesia sangat mahal yang mencapai ratusan miliar rupiah.
"Saat ini sudah banyak kepala daerah terkena operasi tangkap tangan oleh KPK, karena jual beli jabatan," katanya.
Oleh karena itu, diharapkan ASN untuk selalu menjaga netralitas selama tahun politik ini.
"Kita berharap ASN pintar-pintar dan berkelit jika mendapatkan ancaman dari kepala daerahnya," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019