Jakarta (ANTARA) - Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak keberatan yang diajukan oleh Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan dalam perkara dugaan tindak pidana pencucian uang dan dugaan korupsi.
"Menyatakan, mengadili, bahwa eksepsi Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan tidak dapat diterima. Menyatakan sah surat dakwaan penuntut umum," kata ketua majelis hakim Ni Made Sudani saat membacakan putusan sela di pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.
Adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, didakwa melakukan pencucian uang sejak 2005 hingga 2013 dengan nilai hingga sekitar Rp579,776 miliar.
Sedangkan dalam perkara korupsi, Wawan diduga melakukan korupsi pengadaan alat kedokteran RS Rujukan Banten pada APBD TA 2012 dan APBD-Perubahan 2012 dan pengadaan alkes kedokteran umum Puskesmas kota Tangerang Selatan TA 2012 yang merugikan keuangan negara hingga Rp94,317 miliar dan menguntungkan dirinya hingga Rp50,08 miliar.
"Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara ini. Menangguhkan biaya perkara sampai putusan terakhir," tambah hakim Made.
Menurut hakim, majelis hakim menilai surat dakwaan yang dibuat jaksa penuntut umum telah cermat, jelas dan lengkap menyebutkan locus delicti (tempat kejadian) dan tempus delicti (waktu kejadian).
"Semua delik yang didakwakakan telah dijelaskan secara cermat satu per satu dan disebutkan secara lengkap dan jelas cara tindak pidana dilakukan sehingga secara materiil dakwaan telah memenuhi," ungkap hakim.
Dalam nota keberatannya (eksepsi), penasihat hukum Wawan, Maqdir Ismail mengatakan KPK melakukan penyitaan aset Wawan secara sewenang-wenang karena KPK banyak melakukan penyitaan aset yang bukan milik Wawan dan masih dalam keadaan belum dibayar lunas.
Dampak dari penyitaan sejumlah aset yang belum lunas tersebut adalah Wawan terbebani dengan cicilan pelunasan yang bunga kreditnya semakin bertambah.
Wawan pun mendapat somasi dari PT Bank CIMB Niaga sebagai leasing mobil tersebut dengan tagihan yang melonjak dari semula Rp958.805.197 menjadi Rp3.838.693.320.
"Terhadap keberatan eksepsi terdakwa tidak relevan sebagai materi eksepsi karena masih memerlukan pembuktian lebih lanjut, menimbang bahwa surat dakwaan penuntut umum telah memenuhi pasal 143 KUHAP dan keberatan terdakwa sudah masuk dalam pembuktian maka menurut majelis tidak beralasan menurut hukum dan keberatan tidak dapat diterima," tambah hakim.