Jakarta (ANTARA) - Pengusaha yang juga pengamat intelijen Suhendra Hadikuntono berniat menjual beberapa perusahaannya yang beromzet ratusan miliar rupiah untuk membantu pemerintah mengatasi pandemi COVID-19.
"Prinsip saya, jika kita tidak dibutuhkan orang lain, sebenarnya kita sudah mati. Yang dibutuhkan saat ini bukan wacana, tapi aksi nyata berbuat bagi sesama," katanya, melalui pernyataan tertulisnya, di Jakarta, Senin malam.
Beberapa perusahaan yang akan dijualnya bergerak di berbagai bidang, meliputi perusahaan properti, pertambangan, dan "secure parking".
Perusahaan-perusahaan yang bernaung di bawah bendera Indo Sarana Group tersebut beroperasi di Jakarta dan sejumlah kota lainnya, seperti Bandung dan Cirebon (Jawa Barat), Pekalongan dan Semarang (Jawa Tengah), Surabaya (Jawa Timur), Yogyakarta dan sebagainya, dengan karyawan berjumlah ribuan orang.
Uang hasil penjualan perusahaan-perusahaan itu nantinya bukan untuk dirinya, melainkan akan digunakan sepenuhnya untuk membeli alat pelindung diri (APD) guna disumbangkan kepada rumah-rumah sakit yang membutuhkan untuk dipakai tenaga medis yang berada di garda terdepan dalam mengatasi penyebaran Corona.
"Kalau bicara dunia, tidak akan ada habisnya. Yang dibutuhkan saat ini adalah pengorbanan untuk mengatasi pandemi yang entah sampai kapan akan berlangsung. Apa yang bisa kita lakukan, sedikit-sedikit kita lakukan. Saat ini negara sedang memanggil kita semua," ungkapnya.
Mengenai rencana penjualan perusahaannya, Suhendra menegaskan semua proses "take over" perusahaan pasti dilakukan secara transparan dan tidak ada yang ditutup-tutupi sehingga pajaknya pun akan masuk ke kas negara.
"Demi bangsa dan negara ini, nyawa pun saya berikan," tandas CEO Hadiekuntono's Institute itu.
Selain pengusaha, Suhendra juga dikenal memiliki jaringan luas di berbagai kalangan, baik dalam maupun luar negeri, salah satunya Thailand yang memintanya menjadi juru damai konflik di Thailand Selatan.
Ia juga pernah menjadi Ketua Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Indonesia-Vietnam yang membebaskan 150 warga Vietnam yang sempat ditahan di Pulau Anambas gara-gara diduga melanggar perairan Indonesia.
Dengan pembebasan itu, Indonesia terhindar dari pengadilan Mahkamah Internasional.