Jakarta (Antara Babel) - Mantan Ketua Komisi VII DPR dari fraksi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana akan mengajukan banding terhadap vonis majelis hakim yang menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 1 tahun kurungan kepada dirinya.
"Ya terus terang saja harus kita lawan. Kita harus banding, langkah berikutnya biar Pak Eggi yang menyampaikan," kata Sutan seusai sidang pembacaan vonis di gedung pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Majelis hakim yang terdiri dari Artha Theresia, Casmaya, Syaiful Arif, Alexander Marwata dan Ugo menilai bahwa Sutan terbukti bersalah menerima suap senilai 140 ribu dolar AS dan gratifikasi berupa 200 ribu dolar AS dan 1 unit tanah dan bangunan seluas 1.194 meter persegi di kota Medan.
Menurut Sutan, ada sandiwara dalam proses persidangan tersebut.
"Ada sandiwara atau sinetron (di sini), jadi dari awal lebih bagus tidak usah dilanjutkan. Tapi kan (kita) dikasih angin segar (oleh hakim) waktu itu, dan praperadilan (katanya) akan dipertimbangkan, tapi satu pun tidak ada yang diungkapkan. Kemudian saksi ahli tidak ada, pledoinya sama sekali tidak dianggap. Hampir 70 persen saya dengar dan simak adalah 'copy paste' dari tuntutan dan dakwaan," tambah Sutan.
Atas putusan tersebut, jaksa penuntut umum KPK pun menyatakan pikir-pikir.
"Kami pikir-pikir karena ada pertimbangan penerimaan hadiah yang tidak terbukti yaitu penerimaan mobil Alphard, Rp50 juta dan pencabutan hak politik tidak dikabulkan, jadi itu yang kami pertimbangkan," kata jaksa Dody.
Padahal menurut Dody, mobil dan uang terbut dinilai terbukti merupakan gratifikasi untuk Sutan.
"Jadi ada perbedaan penafsiran majelis hakim dalam mempertimbangkan bukti-bukti, misalnya hakim mengatakan tidak ada bukti penerimaan Rp50 juta, padahal ada keterangan saksi yang menajadi bukti," ungkap jaksa Dody.
Keluarga Sutan yang ikut menghadiri persidangan yaitu istrinya Unung Rusyatie dan tiga anak serta menantunya pun tampak terpukul dengan vonis tersebut.
Unung yang mengenakan gamis hitam panjang dan kerudung hijau tua langsung menutup muka dan keluar ruang sidang segera setelah hakim selesai membacakan amar putusan, sedangkan anaknya tampak menangis seusai ketua majelis hakim Artha Theresia selesai membacakan putusan.
Pengacara Sutan, Eggi Sudjana mengatakan bahwa hakim pun banyak melakukan pelanggaran saat menjalani vonis.
"Kita pasti banding, apalagi hakim seharusnya mempertanyakan dulu bagaimana respon terdakwa tadi. Hakim melanggar hukum formil. Tunggu azab Allah kepada 5 orang hakim dan jaksa, kehidupannya akan seperti apa," kata Eggi Sudjana.
Dalam putusannya, hakim menilai Sutan terbukti sebagaimana dakwaan pertama yaitu menerima uang 140 ribu dolar AS (sekitar Rp1,6 miliar) dari mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Waryono Karno terkait pembahasan APBN-Perubahan tahun Anggaran 2013 pada Kementerian ESDM dalam rapat kerja Kementerian ESDM dengan Komisi VII.
Sumber uang berasal dari Rudi Rubiandini yang menyerahkan kepada stafnya agar diantar kepada mantan Sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno.
Waryono Karno menetapkan pembagian uang tersebut adalah 7.500 dolar AS masing-masing kepada 4 pimpinan Komisi VII, 2.500 dolar AS kepada 43 anggota Koomisi VII dan 2.500 dolar AS bagi Sekretariat Komisi VII. Uang kemudian dimasukkan ke dalam amplop putih dengan kode di bagian pojok kanan atas dengan huruf "A" artinya Anggota, "P" artinya Pimpinan dan "S" artinya Sekretariat.
Uang lalu diambil oleh staf Sutan bernama Iryanto Muchyi yang selanjutnya pergi ke gedung Nusantara DPR di Senayan dan menyerahkan paper bag kepada ajudan Sutan bernama Muhammad Iqbal. Saat Iqbal membawa paper bag ke ruang kerja Sutan, Sutan berkata, "Jangan di sini, nanti dilihat orang. Bawa ke mobil," sehingga Iqbal menelepon supir Sultan, Casmadi" dan memasukkan "paper bag" berisi amplop pecahan dolar AS itu ke mobil Alphard milik Sutan.
Sedangkan dakwaan kedua, majelis hakim hanya menilai ada dua jenis gratifikasi yang diterima oleh Sutan yaitu uang tunai 200 ribu dolar AS dari Rudi Rubiandini melalui mantan anggota Komisi VII Tri Yulianto pada 26 Juli 2013 dan menerima satu unit tanah dan bangunan di Jalan Kenanga Raya No 87 Tanjungsari kota Medan dari Saleh Abdul Malik selaku Komisaris PT SAM Mitra Mandiri melalui istrinya Unung Rusyatie.
"Terbukti bahwa terdakwa pada 26 Juli 2013 menerima uang 200 ribu dolar AS dari Rudi Rubiandini selaku Kepala SKK Migas melalui Tri Yulianto di toko buah All Fresh Jalan MT Haryono dan pada 5 Oktober 2013 menerima 1 unit tanah dan bangunan seluas 1.194 meter persegi di Jalan Kenanga Raya No 87 Tanjungsari kota Medan dari Saleh Abdul Malik selaku Komisaris PT SAM Mitra Mandiri melalui istrinya Unung Rusyatie," kata angota majelis hakim Ugo.
Sedangkan dua penerimaan lain yang didakwakan oleh jaksa yaitu penerimaan satu unit mobil Toyota Alphard 2.4 AT Tipe G warna hitam dari Dikretur PT Dara Trasindo Eltra Yan Achmad Suep dan Rp50 juta dari Menteri ESDM 2011-2014 Jero Wacik, dinyatakan tidak terbukti.
"Berkaitan dengan penerimaan 1 unit Toyota Alphard dari Yan Acmad Suep adlaah jual beli dan dibayar terdakwa senilai Rp900 juta sesuai dengan harga mobil, sehingga bukan merupakan hadiah atau perbuatan yang melanggar hukum. Berkaitan dengan menerima uang Rp50 juta dari Jero Wacik selaku Menteri ESDM melalui waryono Karno harus dinaytakan tidak terbukti secara hukum karena tidak cukup bukti secara hukum," tambah hakim Ugo.