Palembang (ANTARA) -
Ucapan tersebut meluncur dari mulut Sabar (46), sopir truk asal Jawa yang sehari-hari mengendalikan truk berukuran besar dan panjang di jalur lintas Sumatera.
Pria berkulit legam itu mengaku sudah terbiasa berjuang di kabin truk, bahkan harus rela tidak menikmati suasana istimewa bersama keluarga seperti pada Idul Fitri karena berada di tempat jauh demi mengawal truk yang menjadi tumpuan hidupnya.
Pun dengan Lebaran 2024. Idul Fitri ini bakal menjadi tahun ke-6 kalinya ia berlebaran di jalan Lintas Sumatera. Berdasar jadwal sebagai awak truk angkutan kebutuhan pokok, ia harus berada di jalur itu pada saat Lebaran nanti.
Yang pasti, Sabar bukan satu-satunya sopir yang tidak bisa berlebaran dengan berkumpul bersama keluarga. Banyak rekan seprofesinya harus siap dengan kondisi seperti itu karena alasan yang sama. Sebagai "pejuang keluarga", tugas memenuhi kebutuhan pokok masyarakat harus dituntaskan.
Mereka inilah yang memiliki jasa besar bagi masyarakat yang merayakan Lebaran. Muatan yang mereka angkut adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama pangan, BBM, dan sandang. Bagi sebagian besar warga di daerah, khususnya perkotaan, mereka sangat tergantung pada pasokan pangan dan kebutuhan pokok dari daerah lain, salah satunya diangkut para awak truk jalur lintas Sumatera.
Sabar hanya bisa terharu ketika melintasi jalanan lintas Sumatera pada saat Lebaran karena melihat lalu lalang jamaah yang hendak menuju lapangan dan masjid-masjid untuk menunaikan shalat Idul Fitri.
Terkadang ia menginjak rem kendaraan agar berhenti melaju hanya untuk menyaksikan bagaimana warga menunaikan shalat Idul Fitri.
Armada angkutan kebutuhan pokok memang mendapat dispensasi melintas di jalur mudik, sedangkan truk angkutan nonsembako dilarang beroperasi.
Pemandangan itu membawa Sabar membayangkan dirinya bersama keluarga merayakan Lebaran bersama-sama. Betapa bahagia bisa merayakan Lebaran bersama keluarga.
"Kerinduan berat biasanya sedikit terobati ketika melihat pemandangan masjid-masjid di pinggir jalan lintas Sumatera dipenuhi jamaah. Itulah salah satu kebahagiaan tersendiri di jalanan," katanya.
Pada awal-awal menjadi awak truk pembawa kebutuhan pokok masyarakat, biasanya hari ketiga Lebaran (H+3) baru bisa pulang ke rumah. Namun dalam beberapa tahun terakhir ia bisa kembali ke rumah berkumpul dengan keluarga bahkan hari kedua lebaran (H+2), berarti lebih cepat sehari.
Hal itu karena sudah terbantu dengan akses Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) sehingga perjalanan di jalur lintas Sumatera dilalui tidak memakan waktu seperti awal-awal ia menjadi sopir sekitar 11 tahun lalu.
Keberadaan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) dari Bakauheuni Provinsi Lampung hingga ke Palembang Sumatera Selatan jelas sangat mempercepat waktu tempuh.
Berlebaran di jalur lintas Sumatera juga memberikan pengalaman dan catatan yang tidak bisa ia lewatkan dari kenangannya.
Selain pemandangan jamaah shalat Id yang memberikan kebahagiaan, terdapat pula kegembiraan lainnya saat Lebaran di lintas Sumatera yakni banyaknya warung makan yang terkadang memberikan harga spesial saat Lebaran.
Ketika kumpul bareng dengan rekan seprofesi serta bersilaturahmi bersama rekanan di warung kopi, itu memberikan kehangatan tersendiri. Terlebih para pemilik warung juga biasanya memberikan makanan spesial Lebaran seperti ketupat dan opor ayam.
Jalanan yang lengang saat Lebaran dan sama sekali tidak ada kemacetan sedikit meringankan beban para sopir truk.
Khusus untuk sopir truk nonpangan, ceritanya beda. Bila truk pangan mendapat fasilitas khusus untuk bisa menembus di jalan lintas-- termasuk di Dermaga Pelabuhan Bakauheuni Lampung dan Merak Banten-- maka truk angkutan nonpangan tidaklah demikian.
Truk jenis ini biasanya tidak bisa melintas atau beroperasi pada H-7 hingga H+5 Lebaran pada setiap tahunnya. Pasalnya, jalur atau jalan diprioritaskan untuk lalu lintas mudik dan balik Lebaran.
Akibatnya, sopir truk nonpangan itu terkadang harus menginap di kota di mana mereka terakhir mengantar muatan sambil menunggu momen untuk kembali bisa melintas di jalan raya selepas masa Lebaran. Kondisi itu menjadi bagian dari pengaturan distribusi barang di mana mereka melakukan pengiriman sebelum pemberlakuan pembatasan operasional truk jenis itu.
"Kami rata-rata sudah tahu aturan di jalan saat momen Lebaran, termasuk penghentian operasi truk non-angkutan sembako yang biasanya pada H-7 hingga H+5. Kami sudah prediksi sehingga bisa dipastikan di mana posisi akhir saat Lebaran kita berada," kata Heri, sopir truk lintas Sumatera.
Pengamanan jalur
Kehadiran aparat kepolisian yang menggelar Operasi Ketupat Lebaran di jalur lintas Sumatera akan memberikan ketenangan bagi awak angkutan. Meningkatkan pengamanan lalu lintas memakai metode sosialisasi preemtif dan preventif agar masyarakat merasakan jaminan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas.
Polisi yang mendapat tugas pengamanan jalur lalu lintas mudik dan balik Lebaran juga dipastikan tidak bisa berlebaran bersama keluarga di rumah karena mereka harus siaga di jalur tempat tugas masing-masing.
Direktur Lalu Lintas Polda Sumatera Selatan Kombes M Pratama Adhyasastra menyebutkan telah memiliki prosedur tetap pengamanan musim mudik dan balik Lebaran. Selain melakukan pengamanan jalur, juga memberikan pelayanan kepada pemakai jalan. Bahkan terkadang menjalankan tugas pelayanan di luar kewajiban yang dimiliki anggota kepolisian. Namun hal itu harus dilakukan aparat kepolisian saat bertugas menjaga keamanan dan kenyamanan masyarakat.
Banyak kegiatan yang dilakukan jajaran kepolisian di momen arus mudik dan balik lebaran yakni mengedepankan kegiatan sosialisasi, penyuluhan melalui pemasangan spanduk, pembagian stiker, hingga sosialisasi melalui media cetak, elektronik, dan media sosial dalam upaya meningkatkan pengamanan lalu lintas.
Patroli dan penjagaan pada lokasi rawan macet dan rawan kecelakaan maupun pelanggaran juga ditingkatkan. Di samping itu juga menindak pelanggar lalu lintas.
Kapolda Sumsel Irjen Pol. Rachmat A. Wibowo menegaskan aparat di bidang lalu lintas dan angkutan jalan harus mampu mewujudkan dan memelihara keamanan, keselamatan, kelancaran, serta ketertiban berlalu lintas.
Meningkatkan kualitas keselamatan dan menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas, membangun budaya tertib berlalu lintas dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik.
Konsep pelaksanaannya secara preemtif 40 persen, preventif 40 persen, dan penegakan hukum 20 persen yakni ETLE statis atau ETLE mobile berikut teguran terhadap masyarakat yang melanggar lalu lintas dan cara bertindak.
Polda Sumsel juga menerjunkan personel di titik-titik lokasi kemacetan, pelanggaran, kecelakaan untuk meningkatkan ketertiban masyarakat berlalu lintas.