Jakarta (ANTARA) -
Permintaan maaf itu dinilai wajar diucapkan oleh Jokowi, sebab Sidang Tahunan MPR tahun ini merupakan edisi terakhir Jokowi hadir sebagai Presiden Republik Indonesia.
Selanjutnya, pada tahun-tahun berikutnya, mungkin hingga Jokowi bisa menyaksikan terwujudnya Indonesia Emas 2045, mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut akan duduk sejajar dengan mantan presiden dan wakil presiden lainnya.
Sementara itu, selain kehadiran Jokowi di Sidang Tahunan MPR dalam dua periode kepemimpinannya yang selalu memakai pakaian adat, tentu saja permintaan maaf Jokowi tersebut--yang turut mewakili Wakil Presiden Ma’ruf Amin--dapat dikenang rakyat untuk selamanya.
Peristiwa tersebut semakin lengkap untuk dikenang karena pada 17 Agustus 2024 tercipta sebuah momen penting, yakni peringatan HUT Ke-79 RI di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Memahami yang kecewa
Presiden Jokowi mengungkapkan sepuluh tahun kepemimpinannya, yakni periode 2014--2019 dan 2019--2024, masih jauh dari kata sempurna. Sepuluh tahun pun dinilai masih belum cukup untuk dapat mengurai semua permasalahan bangsa.
Jokowi kemudian menilai dirinya juga masih jauh dari kata istimewa, dan terdapat celah maupun kealpaan dalam dirinya saat mengambil setiap langkah untuk Indonesia.
Oleh sebab itu, ia menyampaikan suara hati nuraninya, yakni meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali.
Tentu penilaian Jokowi tersebut merupakan hal wajar yang dirasakan oleh seorang pemimpin tatkala berusaha memberikan yang terbaik, tetapi sadar akan adanya kekurangan.
Mantan Wali Kota Surakarta itu pun memahami bahwa hati masyarakat dipastikan ada yang kecewa. Kekecewaan tersebut dapat terjadi untuk setiap harapan yang belum bisa terwujud maupun setiap cita-cita yang belum dapat diwujudkan oleh Pemerintah. Oleh karena itu, permintaan maaf ketiga dan keempat diucapkan olehnya kepada masyarakat Indonesia.
Walaupun demikian, permintaan maaf tersebut disampaikan di tengah sejumlah prestasi yang dicatatkan oleh Jokowi.
Pertama, mewujudkan pembangunan yang Indonesia sentris, mulai dari pinggiran, desa, hingga daerah terluar dengan total telah terbangun 366.000 kilometer jalan desa, 1,9 juta meter jembatan desa, 2.700 kilometer jalan tol baru, 6.000 kilometer jalan nasional, 50 pelabuhan dan bandara baru, 43 bendungan baru, dan 1,1 juta hektare jaringan irigasi baru.
Pembangunan tersebut dapat menurunkan biaya logistik dari 24 menjadi 14 persen pada 2023 sehingga bisa meningkatkan daya saing dari sebelumnya peringkat 44 menjadi peringkat 27 pada tahun 2024.
Selain itu, tentu publik dapat mengingat daya tahan Indonesia di masa kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf dalam menghadapi pandemi COVID-19, perubahan iklim, hingga geopolitik dunia yang semakin memanas.
Kemudian, disetujui dan disahkannya sejumlah undang-undang, seperti UU IKN, UU Daerah Khusus Jakarta, UU Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Aparatur Sipil Negara, hingga UU Kesejahteraan Ibu dan Anak.
Disetujui dan disahkannya UU tersebut menunjukkan pemerintahan Jokowi dapat berkolaborasi, seperti dengan DPR RI guna menghadirkan regulasi atau produk hukum yang bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia
Alhasil, permintaan maaf Jokowi dan Ma'ruf menjadi bermakna di tengah prestasi selama dua periode kepemimpinannya.
Ramai direspons banyak kalangan
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Ari Setiadi mengatakan permintaan maaf Jokowi disampaikan dengan tulus dan dari lubuk hati yang terdalam. Bahkan, ia menilai permintaan maaf tersebut dapat dijadikan pembelajaran untuk seluruh anak bangsa.
Ketua DPR RI Puan Maharani bahkan mengapresiasi permintaan maaf tersebut dan sepakat bahwa tidak ada manusia yang sempurna.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar menilai permintaan maaf Jokowi sebagai kewajiban yang wajar dilakukan seorang pemimpin pada akhir masa jabatannya.
Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Syaiful Hidayat juga mengatakan permintaan maaf tersebut wajar dilakukan seorang pemimpin eksekutif, tetapi kebijakan-kebijakan yang telah dibuat harus dapat dipertanggungjawabkan.
Kemudian, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman berpendapat permintaan maaf Jokowi di Sidang Tahunan MPR menunjukkan sikap kenegarawanan.
Tentu mereka yang merespons tersebut dapat dikatakan sebagai orang-orang yang pernah bekerja sama dengan Jokowi selama masa pemerintahannya, entah hanya satu atau dua periode.
Lebih lanjut, akademisi pun turut berkomentar. Guru Besar Ilmu Politik Universitas Andalas Prof. Asrinaldi mengatakan permintaan maaf tersebut merupakan sebuah upaya terus terang dari Presiden terhadap janji-janji politik yang telah diucapkan, bahkan bisa disebut juga sebagai autokritik Jokowi atas kinerjanya selama ini.
Pakar ilmu politik Universitas Indonesia Cecep Hidayat menyebut permintaan maaf Jokowi merupakan hal manusiawi dalam konteks hubungan manusia. Akan tetapi, sebagai seorang kepala negara, permintaan maaf tersebut perlu dielaborasi lebih lanjut agar tidak menjadi sekadar formalitas.
Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, Wasisto Raharjo Jati, juga menyampaikan hal sama. Ia mengharapkan permintaan maaf tersebut ditindaklanjuti solusinya di tengah masa jabatan yang berakhir 2 bulan lagi, yakni 20 Oktober 2024.
Tentu saja, respons-respons tersebut--baik dari orang yang pernah bekerja sama hingga akademisi ataupun peneliti--perlu disikapi secara serius oleh Presiden Jokowi. Hal itu perlu, agar permintaan maaf tersebut menjadi lebih bermakna bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mungkin permintaan maaf saja cukup bagi sebagian rakyat, tetapi masih ada waktu 2 bulan untuk membuktikan bahwa Presiden Jokowi beserta jajarannya terus berusaha memberikan yang terbaik untuk rakyatnya.
Alhasil, bukan saja kelegaan yang dirasakan masyarakat saat Presiden meminta maaf di tengah beberapa hal yang belum optimal, tetapi rasa hormat dengan segala bentuk upaya yang dilakukan hingga jabatan presiden itu beralih kepada Prabowo Subianto.