Jakarta (Antara Babel) - Terpidana mati Mary Jane Fiesta Veloso menjadi salah satu bahan perbincangan penting dua kepala negara yakni Presiden RI Joko Widodo saat menerima kunjungan Presiden Filipina Rodrigo Roa Duterte di Jakarta pada 9 September lalu.
Pembicaraan kedua kepala negara dan pemerintahan itu menyedot perhatian publik, karena mereka sedang memimpin langsung perang terhadap narkoba di negaranya masing-masing.
Selama hampir dua tahun pemerintahan Jokowi, pemerintah telah mengeksekusi belasan terpidana mati kasus narkoba dalam tiga tahapan eksekusi. Aparat penegak hukum juga gencar menggagalkan berbagai kasus penyelundupan dan perdagangan narkoba dengan menangkap para pelakunya.
Banyak pengguna narkoba dari berbagai kalangan, baik masyarakat umum maupun figur publik seperti artis, kepala daerah, wakil rakyat, hingga aparat penyelenggara negara sipil dan TNI/Polri pun, tertangkap dalam operasi dari aparat penegak hukum.
Sementara pemerintahan Digong, panggilan akrab Duterte, yang berkuasa sejak 30 Juni lalu, telah menembak mati sekitar 2.000 bandar dan pengedar narkoba.
Warganegara Filipina Mary Jane yang tertangkap di Bandara Adisutjipto, Yogyakarta pada April 2010 karena membawa 2,6 kilogram bubuk heroin, telah dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Yogyakarta pada Oktober tahun itu.
Upaya hukumnya mulai dari banding, kasasi, peninjauan kembali, hingga permohonan grasi kepada Presiden Jokowi telah ditolak.
Perempuan kelahiran Cabanatuan, Filipina, 10 Januari 1985 itu telah dijadwalkan untuk dieksekusi mati di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Jawa Tengah, pada 29 April 2015 bersama empat warganegara Nigeria, dua warganegara Australia, satu warganegara Brazil, dan satu orang WNI.
Khusus eksekusi terhadap Mary Jane saat itu ditunda setelah ada warganegara Filipina, Maria Kristina Sergio dan pasangannya Julius Lacanilao dan seorang warganegara Afrika menyerahkan diri kepada aparat hukum Filipina, dan menyatakan bahwa Mary Jane hanya korban dari perdagangan manusia yang mereka lakukan.
Dengan demikian, Mary Jane dibutuhkan oleh pengadilan di Filipina untuk menjadi saksi kasus perdagangan manusia tersebut. Hingga kini belum ada perkembangan atas kasus tersebut.
Selain itu juga ada permintaan dari Presiden Filipina saat itu, Presiden Benigno S Aquino III, untuk tidak mengeksekusi Mary Jane. Dalam pemerintahannya selama enam tahun, sejak 30 Juni 2010 - 30 Juni 2016, Benigno bahkan dalam setahun pernah tiga kali datang ke Indonesia yakni terjadi pada tahun 2011.
Benigno pernah melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia pada 7-9 Maret 2011, kunjungan kerja menghadiri KTT BIMP-EAGA pada 7-8 Mei 2011, kunjungan kerja menghadiri KTT ASEAN pada 17-19 November 2011, kunjungan kerja menghadiri KTT APEC pada 6-8 Oktober 2013, kunjungan kerja menghadiri Bali Democracy Forum VIII pada 9-10 Oktober 2014.
Petinju legendaris yang juga anggota Senat Filipina Manny Pacquiao dan istrinya, Maria Geraldine dalam kunjungan pribadi ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan, Yogyakarta, pada 10 Juli 2015 telah menemui Mary Jane. Pacman, panggilan akrabnya, berharap pemerintah Indonesia tidak mengeksekusi mati Mary Jane.
Saling Menghormati
Saat kunjungan kerja di Serang, Banten, dalam rangkaian Peringatan Idul Adha pada Senin (12/9), Jokowi mengatakan Duterte sudah mempersilakan eksekusi hukuman mati terhadap Mary Jane.
Presiden Duterte menghormati apapun keputusan hukum di Indonesia. Begitu pula Presiden Jokowi menyatakan tetap menghormati proses hukum di Filipina.
Masih ada proses hukum yang berjalan di Filipina terkait kasus perdagangan manusia yang membutuhkan kesaksian dari Mary Jane.
Jokowi melihat konsistensi Presiden Duterte yang sangat tinggi terhadap pemberantasan narkoba. Tidak ada toleransi dari Duterte terhadap bandar dan pengedar narkoba sehingga Duterte pun menghormati proses hukum di Indonesia. Itu sudah jelas. Proses hukum di sini sudah jelas.
Kejaksaan Agung RI meminta pemerintah Filipina segera menyelesaikan kasus perdagangan manusia yang menyeret Mary Jane. Jaksa Agung HM Prasetyo meminta otoritas Filipina segera menyelesaikan proses hukum Mary Jane terkait kasus perdagangan manusia, agar eksekusi mati segera dilaksanakan di Indonesia.
Keterangan Mary Jane sebagai saksi dalam kasus perdagangan orang itu dibutuhkan untuk mengungkapkan kasus tersebut di Filipina. Oleh karena itu pelaksanaan eksekusi hukuman mati atas Mary Jane ditunda.
Pihak Kejaksaan Agung RI belum menerima kabar perkembangan terakhir kasus di Filipina itu. Karena sebelum kita melaksanakan hukum di Indonesia, proses hukum Filipina juga dihormati, kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung M Rum.
Kejaksaan Agung melaksanakan eksekusi merupakan perintah undang-undang, bukan karena kepentingan apapun terhadap terpidana.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pun berpendapat senada bahwa pelaksanaan eksekusi mati terhadap Mary Jane masih menunggu putusan pengadilan di Filipina terkait kasus perdagangan manusia di mana terpidana kasus narkoba itu dimintai keterangan sebagai saksi. Ya menunggu hasilnya dulu kita lihat nanti, kata Yasonna.
Penyidikan kasus perdagangan manusia yang melibatkan Mary Jane telah dilakukan berdasarkan kerja sama bantuan hukum antara pemerintah Indonesia dan Filipina sehingga proses hukumnya harus dihormati.
Meskipun hukum acara Filipina mengatur bahwa kesaksian Mary Jane diambil di negara tersebut, namun pemerintah Indonesia secara tegas menolak permintaan itu dan meminta supaya keterangan Mary diambil secara tertulis di bawah sumpah di wilayah yurisdiksi Indonesia.
Semangat kedua negara untuk saling menghormati dalam menuntaskan kasus itu mencerminkan hubungan harmonis.
Duterte datang ke Indonesia pada momentum yang tepat ketika sejumlah permasalahan besar melibatkan kedua negara dan permasalahan yang sama dihadapi oleh masing-masing kedua negara.
Selain soal Mary Jane, Duterte dan Jokowi juga membicarakan soal penanganan bersama keamanan di perairan Filipina bagian Selatan, menyusul sejumlah kasus penyanderaan WNI anak buah kapal oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina.
Lalu Soal penangkapan 177 WNI yang membuat paspor dan visa haji palsu di Filipina juga merupakan isu aktual kedua negara. Sekitar 700 hingga 800 orang WNI yang bisa pergi haji dengan menggunakan paspor Filipina untuk mengisi kuota haji dari Filipina, juga menjadi isu aktual kedua negara.
Khusus kasus narkoba yang membuat Mary Jane berstatus terpidana mati, tampak tepat pernyataan Jaksa Agung HM Prasetyo bahwa kasus itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah) sehingga eksekusinya tidak bisa dibiarkan terkatung-katung.
Dalam memerangi peredaran narkoba dan menindak siapapun yang terlibat dalam peredaran narkoba, pemerintah Indonesia dan Filipina memiliki komitmen sangat kuat. Tindak pidana narkoba merupakan kejahatan luar biasa karena bisa mengancam kelangsungan generasi bangsa.