Sungailiat (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) bekerja sama Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) melakukan diseminasi rencana aksi konservasi dan penyelarasan rencana pemulihan ekosistem mangrove di wilayah itu.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Joko Triadhi dalam keterangan pers di Sungailiat, Senin, mengatakan rencana aksi ini langkah strategis untuk memperkuat pengelolaan pesisir yang terpadu dan berkelanjutan, sekaligus sebagai upaya mitigasi dampak perubahan iklim.
Ia menjelaskan Bangka Belitung merupakan provinsi kepulauan dengan garis pantai yang didominasi ekosistem mangrove. Luas mangrove di wilayah ini tercatat sekitar 66.000 hektare, terbagi 46.600 hektare di Pulau Bangka dan 19.400 hektare di Pulau Belitung. Sebagian besar mangrove masih dalam kondisi baik.
"Namun tekanan terus meningkat akibat aktivitas manusia seperti pertambangan, perkebunan, pariwisata, serta alih fungsi lahan untuk industri dan permukiman," katanya.
Analisis menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 1990–2019 terdapat sekitar 10.000 hektare mangrove rusak, sedangkan pada periode yang sama muncul sekitar 7.000 hektare area mangrove baru.
Dampak kerusakan mangrove terasa melalui meningkatnya abrasi dan rob. Pada 2021, rob terparah dalam lima tahun terakhir merendam lebih dari 2.000 rumah dengan ketinggian air mencapai 10–70 cm.
"Ancaman ini diproyeksikan semakin tinggi seiring kenaikan muka air laut global yang diperkirakan mencapai 4,3 mm per tahun, sebagaimana dilaporkan IPCC (2022)," kata Joko Triadhi.
Menjawab tantangan tersebut, YKAN mendukung Pemprov Kepulauan Bangka Belitung, dan para pemangku kepentingan terkait, menginisiasi program Konservasi Hutan Mangrove Punya Bangka Belitung (Serumpun Babel).
Dia mengatakan salah satu kegiatan pentingnya berupa penyusunan dokumen Rencana Aksi Konservasi (CAP) dan Rencana Pemulihan Ekosistem (RPE) yang menjadi fondasi utama untuk memastikan upaya perlindungan dan pengelolaan mangrove dilakukan secara terarah, berkelanjutan, dan terintegrasi dengan kebijakan daerah.
Upaya YKAN untuk mengonsolidasikan rencana tersebut dengan agenda Pemprov Babel mendapat sambutan baik.
"Pemerintah daerah sudah menyelesaikan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Kami pikir, kegiatan hari ini sejalan dengan RPJMD Babel. Pemerintah daerah punya prioritas berkenaan dengan ekosistem, ekologi, dan juga lingkungan. Program ini bisa juga dikaitkan dengan pengembangan desa wisata," kata dia.
Dia menjelaskan YKAN dan Pemprov Babel telah menyelesaikan draf CAP tersebut dan sedang menyusun rencana pemulihan ekosistem mangrove di Bangka Belitung.
Melalui kegiatan konsultasi ini, pemerintah daerah, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya menyatakan komitmen bersama agar kedua dokumen tersebut dapat diselesaikan dan diintegrasikan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah serta menjadi pedoman bagi kegiatan perlindungan dan pengelolaan mangrove di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Manajer Program Karbon Biru YKAN Aji Wahyu Anggoto menjelaskan mangrove berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim maupun bencana alam.
Berbagai kajian ilmiah menunjukkan bahwa ekosistem ini sabuk hijau pelindung alami yang mampu meredam dampak ombak besar hingga 75 persen, bahkan mampu meredam dampak banjir hingga 15-70 persen (Global Mangrove Alliance, 2022).
Mangrove juga menyediakan sumber penghidupan bagi masyarakat pesisir. Salah satu contoh konkrit, yakni kepiting bakau gemuk yang diincar restoran seafood di berbagai belahan dunia dengan harga yang setimpal.
"Melalui langkah ini, diharapkan pengelolaan mangrove tidak hanya memperkuat perlindungan pesisir dari dampak perubahan iklim, tetapi juga mampu menopang keberlanjutan ekonomi dan penghidupan masyarakat pesisir Bangka Belitung," kata Aji Wahyu Anggoto.
