Pangkalpinang (ANTARA) - Dalam perjalanan hidup, tidak ada yang benar-benar terjadi secara kebetulan. Setiap langkah, peristiwa, dan interaksi memiliki arti dan kontribusi dalam membentuk identitas kita saat ini. Begitu juga dalam ranah sosial dan demokrasi, kita bukan hanya sekadar pemilih, tetapi juga individu yang terpilih. Dalam konteks ini, judul “Kita Terpilih dan Memilih” mengandung pesan yang dalam, meliputi tidak hanya aspek politik, tetapi juga kehidupan pribadi, tanggung jawab sosial, dan nilai-nilai kemanusiaan yang sering diabaikan.
Di negara-negara demokratis seperti Indonesia, kita mengenali sistem pemilihan umum sebagai cerminan dari hak dan tanggung jawab masyarakat. Kita memilih pemimpin, wakil rakyat, dan juga dalam skala yang lebih kecil, seperti memilih ketua kelas, ketua organisasi, atau ketua RT. Namun, sering kali kita melupakan bahwa melalui proses ini, kita juga sebenarnya dipilih. Kita dipilih oleh kondisi untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi. Kita dipilih oleh masa kini untuk hidup dan terlibat di era ini, bukan di era yang berbeda. Kita dipilih oleh bangsa kita untuk menjadi agen perubahan, bukan hanya penonton dalam perjalanan sejarah.
Banyak orang berpikir bahwa memilih hanyalah sebuah aktivitas sementara, sekadar mencentang nama atau gambar di kertas suara. Namun sesungguhnya, memilih mencerminkan tanggung jawab moral. Ketika kita memilih seorang pemimpin, kita turut menentukan arah bangsa, kebijakan yang diambil, dan bahkan masa depan generasi mendatang. Oleh karena itu, memilih bukan sekadar hak, melainkan juga amanah. Sayangnya, masih banyak dari kita yang belum menyadari beratnya tanggung jawab ini. Golput atau memilih tanpa pemikiran yang mendalam masih menjadi fenomena yang memprihatinkan dan menunjukkan bahwa pemahaman politik kita perlu ditingkatkan.
Sementara itu, menjadi individu yang terpilih bukanlah sesuatu yang dapat dianggap sepele. Ketika seseorang menjadi pemimpin, entah di lembaga pendidikan, universitas, desa, wilayah, atau bahkan negara, mereka mengemban harapan dari banyak pihak. Terpilihnya seseorang berarti ada kepercayaan yang diberikan. Namun, lebih dari itu, terpilih juga mengharuskan mereka untuk membuktikan bahwa kepercayaan itu memang patut diberikan. Tidak semua individu siap menghadapi tekanan tersebut. Sering kali, mereka yang terpilih malah melupakan bahwa kekuasaan seharusnya dipandang sebagai sarana, bukan sebagai sasaran. Banyak yang terjebak dalam godaan fasilitas, status, dan pengaruh, dan akhirnya melupakan rakyat yang memilih mereka.
Dalam berbagai situasi, orang-orang yang terpilih seringkali menjadi sosok yang tertutup, cenderung menolak kritik, dan kehilangan visi perjuangan yang sebelumnya mereka janjikan. Hal ini menunjukkan bahwa popularitas atau dukungan massa saja tidak cukup untuk menjadi seorang pemimpin, melainkan juga memerlukan integritas, konsistensi, dan kesadaran terhadap tanggung jawab sosial. Pemimpin sejati adalah mereka yang tetap rendah hati meskipun sudah mencapai puncak, tetap mendengarkan sekalipun banyak yang memuji, dan terus berusaha meskipun telah diberikan amanah.
Pernyataan ini tidak bertujuan untuk menyalahkan siapapun. Namun, penting bagi kita untuk merenungkan kembali makna dari menjadi bagian masyarakat di negara demokrasi. Kita tidak boleh bersikap pasif. Kita tidak dapat menyerahkan segalanya kepada mereka yang terpilih dan beranggapan bahwa tugas kita selesai hanya dengan memberikan suara. Demokrasi yang sejati memerlukan keterlibatan aktif dari masyarakat, baik sebelum, selama, maupun setelah pemilihan. Kita harus terus mengawasi jalannya pemerintahan, mengungkapkan pendapat, dan memastikan bahwa para pemimpin yang kita pilih benar-benar berjuang demi kepentingan rakyat, bukan untuk kelompok tertentu saja.
Dalam rutinitas sehari-hari, prinsip memilih dan dipilih juga berfungsi. Contohnya, dalam bersosialisasi, kita membuat keputusan mengenai teman, menentukan siapa yang kita percayakan untuk berbagi cerita, serta memilih versi diri mana yang ingin kita tunjukkan. Sementara itu, kita juga ditentukan untuk menjadi teman bagi seseorang, tempat berlindung, atau bahkan panutan bagi orang lain tanpa kita sadari. Kita ditentukan sebagai anak bagi orang tua kita, mahasiswa yang diajar oleh dosen kita, atau sebagai bagian dari kelompok tertentu. Semuanya bukan kebetulan, melainkan sebuah kepercayaan.
Lantas, apa artinya bagi kita? Artinya adalah bahwa hidup memerlukan kesadaran. Kesadaran akan bahwa setiap keputusan memiliki akibat. Kesadaran bahwa setiap kepercayaan yang diberikan, sekecil apapun, perlu dijaga dengan baik. Di tengah dunia yang penuh dengan tantangan dan perubahan, kita dituntut untuk menjadi individu yang tidak hanya cerdas dalam memilih, tetapi juga layak untuk dipilih. Kita diharuskan menjadi warga yang berpikir kritis, penuh kebijaksanaan, dan berani. Berani untuk bertanya, berani untuk mengekspresikan pendapat, serta berani untuk mengambil tindakan.
Kita juga perlu mempersiapkan diri ketika hidup menempatkan kita dalam posisi yang terpilih. Terpilih untuk memimpin, menawarkan bantuan, atau bahkan hanya untuk memberi pendengar. Dalam berbagai skala, baik besar maupun kecil, kita akan terus menemui momen-momen tersebut. Oleh karena itu, mari kita perkuat kualitas diri kita, integritas, empati, dan rasa tanggung jawab. Kita tidak pernah tahu kapan kita akan dipilih, tetapi kita bisa mempersiapkan diri mulai dari sekarang agar ketika kesempatan itu datang, kita tidak membiarkannya berlalu begitu saja.
Sebagai generasi muda, kita memiliki tanggung jawab signifikan dalam menciptakan masa depan bangsa. Kita tidak boleh menjadi generasi yang apatis dan acuh tak acuh. Kita seharusnya menjadi generasi yang tanggap terhadap berbagai isu sosial, peduli terhadap lingkungan di sekitar kita, dan aktif dalam kegiatan yang positif. Mengambil keputusan yang bijaksana saat memilih dan bersiap untuk dipilih dengan tanggung jawab adalah salah satu cara kita untuk berkontribusi nyata terhadap kemajuan bangsa.
Di dunia pekerjaan, kita akan mengalami situasi serupa. Kita akan menentukan jalan karier, memilih rekan kerja, bahkan menetapkan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan nilai-nilai kita. Di sisi lain, kita juga dapat dipilih untuk memimpin tim, menjadi pembimbing, atau menjadi orang yang diandalkan oleh atasan. Dalam dunia yang penuh persaingan ini, bukan hanya keterampilan yang dinilai, tetapi juga integritas. Oleh karena itu, membangun karakter sejak awal merupakan investasi untuk masa depan, sehingga kita tidak hanya mampu memilih, tetapi juga layak untuk dipilih dalam berbagai situasi.
Pada akhirnya, "kita terpilih dan memilih" adalah suatu kenyataan yang tak bisa dihindari. Ini adalah dua sisi dari satu koin yang terus berputar dalam kehidupan kita. Oleh sebab itu, marilah kita hargai setiap peluang untuk memilih dengan cermat, dan jalani setiap peran yang diberikan kepada kita dengan penuh tanggung jawab. Dunia ini tidak hanya memerlukan pemimpin yang hebat, tetapi juga pemilih yang bijaksana. Dan dalam banyak hal, kita adalah kedua-duanya.
*) Penulis adalah Mahasiswa Universitas Bangka Belitung
Kita terpilih dan memilih
Oleh Embun *) Kamis, 1 Mei 2025 20:14 WIB
