Jakarta (Antaranews Babel) - Setelah pensiun dari TNI pada 31 Maret 2018, Jenderal Purnawirawan TNI Gatot Nurmantyo kerapkali menjadi perbincangan publik, baik di media massa maupun di media sosial.
Gatot pun digadang-gadang akan menjadi bakal capres atau cawapres pada Pilpres 2019.
Elektabilitas Gatot pun beranjak naik ditambah dengan kesiapan Gatot bila negara memanggil untuk memimpin bangsa ini.
Mantan panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat tersebut mengatakan bentuk pengabdian kepada nusa dan bangsa tidak selalu berarti harus memanggul senjata.
Namun, mengabdi pada negara juga bisa dilakukan, salah satunya, dengan maju dalam pemilu sebagai calon pemimpin bangsa.
"Mulai hari ini, saya memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai anak bangsa, anggota masyarakat sipil, dan Warga Negara Republik Indonesia lainnya, termasuk untuk memiliki hak memilih, juga hak dipilih saat pemilu mendatang," tutur mantan kepala staf TNI Angkatan Darat itu pada Senin (2/4) lalu.
Hasil survei beberapa lembaga pada awal April 2018 menempatkan nama Gatot sebagai tokoh yang punya elektabilitas cukup menjanjikan sebagai calon wakil presiden 2019.
Di survei Indo Barometer, nama Gatot juga masuk ke dalam tiga nama cawapres dengan elektabilitas tertinggi. Angkanya sebesar 7,9 persen di bawah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) 15,1 persen dan Anies Baswedan 13,1 persen.
Namun, berdasarkan survei Alvara Research Center, nama Gatot berada diposisi kedua dengan 15,2 persen, kalah dari AHY yang elektabitasnya 17,2 persen.
Tingginya elektabilitas Gatot tersebut lantaran publik berpendapat bahwa figur militer dibutuhkan untuk mengendalikan dinamika politik dan keamanan yang cenderung kurang stabil.
Untuk memuluskan impiannya itu, Gatot pun pernah bertemu dengan Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto setelah tidak lagi menjabat sebagai panglima TNI. Prabowo pun mengajak Gatot untuk bergabung ke Partai Gerindra, namun Gatot tidak bisa menjawab itu karena masih menjadi prajurit aktif.
Peluang Gatot untuk ikut kontestasi pemilihan presiden 2019 sebagai bakal calon presiden atau wakil presiden masih diambang ketidakpastian, setelah pada 11 April 2018, Prabowo Subianto menyatakan kesiapannya menerima mandat dari kader Gerindra untuk maju menjadi calon presiden di Pilpres 2019. Pernyataan tersebut disampaikan saat Prabowo memberi pidato dalam Rakornas Gerindra di Bukit Hambalang, Padepokan Garuda Yaksa, Bogor, Jawa Barat.
Gatot yang sudah didukung dua kelompok relawan yakni Gatot Nurmantyo untuk Rakyat (GNR) dan Relawan Selendang Putih Nusantara (RSPN) dikabarkan terus melakukan pendekatan kepada Gerindra dan PKS, namun kedua partai itu telah menentukan langkah politiknya.
Hingga saat ini, Gerindra tetap berkeinginan menjadikan sang Ketua Umum, Prabowo Subianto menjadi capres. Sementara, PKS jauh-jauh hari sudah mengumumkan sembilan kader yang ditawarkan untuk menjadi bakal capres dan cawapres 2019. PAN sendiri berkeinginan agar ketua umumnya, Zulkifli Hasan menjadi capres.
Prabowo "king maker"?
Peluang Gatot masih ditentukan oleh Prabowo jika ikhlas alias legowo menjadi penentu ataupun "king maker" untuk mengusung figur lain, termasuk perubahan sikap politik dari PKS.
Namun, isu bahwa Prabowo hanya sebagai "king maker" dibantah oleh Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Fauka Noor Farid. Ia menegaskan, partainya hanya mengusung Prabowo Subianto sebagai capres pada Pemilu 2019.
Ia pun menilai ada pihak tertentu yang sengaja terus-menerus mengembuskan isu bahwa Prabowo tidak akan maju sebagai calon presiden dan hanya akan menjadi orang penentu capres atau "king maker". Pihak tersebut memiliki tujuan tertentu dalam hal ini terkait kepentingan politis yang lebih besar.
"Adanya isu bahwa Pak Prabowo akan menjadi king maker, baik sebelum maupun sesudah pelaksanaan rakornas, adalah ulah pihak tertentu yang berambisi untuk maju capres," kata Fauka Noor.
Ia yang juga menjabat sebagai Waketum Badan Pengawas dan Disiplin Partai DPP Partai Gerindra menambahkan, isu tersebut sengaja dihembuskan untuk mempengaruhi partai-partai yang nantinya akan mengusung Prabowo sebagai capres seperti PKS dan PAN.
"Orang ini sudah membuat tim IT dengan tugas membesarkan isu-isu yang salah satunya Prabowo lebih baik menjadi `king maker` dan mereka lakukan lobi-lobi ke partai-partai supaya terjadi perpecahan di partai tersebut. Jadi, saya pikir harus lebih waspada lagi karena ini hanya ambisi orang tersebut dan para pendukungnya," imbuhnya.
Menurut dia, Prabowo Subianto sendiri sampai dengan saat ini masih bersedia untuk mengemban mandat yang sudah diberikan oleh Partai Gerindra, yakni mandat untuk maju sebagai calon presiden di 2019.
Peluang Gatot menipis?
Dengan Partai Gerindra dan PKS yang telah menentukan langkah politiknya, maka salah satu peluang Gatot adalah mendekati partai yang belum menyatakan dukungannya yakni Partai Demokrat. Namun partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono ini dikabarkan makin mesra dengan Jokowi.
Peluang Gatot untuk menjadi bakal capres atau cawapres pun semakin kecil karena belum memiliki "kendaraan politik". Untuk menjadi cawapres, kemungkinannya juga tipis. Kalau dipasangkan dengan Prabowo pun sangat sulit karena memiliki kesamaan latar belakang militer.
Sementara untuk disandingkan dengan Jokowi, posisi Gatot pun sangat sulit karena banyak partai pendukung Jokowi yang ingin mendampingi Jokowi di Pilpres, seperti Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar. Bahkan, Cak Imin telah mendirikan posko, seperti Join, akronim dari Jokowi-Muhaimin.
Dengan tidak adanya kendaraan politik yang menginginkan Gatot, apakah ini menandakan semua pintuk telah tertutup bagi purnawirawan jenderal bintang empat ini?.
Gatot Nurmantyo pun angkat bicara soal kabar yang menyatakan partai tertentu sudah menutup pintu untuk mendukungnya maju dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2019.
"Dikatakan Pak sudah tutup di sini, sudah tutup di sini, `kan begitu. `Wong` semua ketua partai juga calon wapres, enggak ada calon presiden. Ingat Allah SWT membolak-balik hati itu semau-maunya, kapan mau pasti terjadi," kata Gatot pada Rabu (25/4).
Ia pun mengaku selalu optimistis terkait dengan Pilpres 2019.
Mari rakyat Indonesia tunggu tanggal mainnya setelah pilkada serentak yang berlangsung pada 27 Juni 2018 nanti.